Mohon tunggu...
Ni Made Dwi Lestari
Ni Made Dwi Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Hallo semuanya, selamat datang di lapak saya, saya adalah seorang mahasiswa. Dalam keseharian saya, saya sangat suka membaca novel sehingga saya memiliki hobi membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tempat Suci Agama Hindu dan Pelaksanaan Catur Marga pada Hari Raya Nyepi dan Ngembak Geni

20 September 2023   13:00 Diperbarui: 20 September 2023   13:07 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENERAPAN CATUR MARGA PADA PERAYAAN NYEPI DAN NGEMBAK GENI

Hari raya nyepi merupakan salah satu hari raya suci agama hindu yang ada di Bali, yang dimana hari raya Nyepi ini di rayakan setiap tahun baru saka, setiap 1 tahun sekali. Hari raya Nyepi jatuh pada Tilem kesanga. Hari raya Nyepi merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup yang bertujuan untuk menyucikan Bhuana alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana agung (alam semesta/macrocosmos).  Nyepi sendiri berasal dari kata "sepi" yang berarti senyap, sunyi atau hening. 

Perayaan hari raya Nyepi dilaksanakan dengan penuh keheningan tanpa adanya kegiatan atau aktivitas yang dilakukan. Sebelum hari raya Nyepi, Adapun beberapa rangkaian upacara yang dilakukan agama hindu untuk menyambut hari raya Nyepi ini, yakni:

  • Upacara Melasti, Pecaruan dan Pengerupukan

3 hari sebelum hari raya nyepi, umat hindu biasanya melaksanakan penyucian dengan melaksanakan upacara melasti atau melis. Pada upacara melasti atau melis ini, semua serana persembahyangan yang ada di tempat suci atau pura diarak ke Pantai atau Danau, karena menurut umat hindu sendiri laut atau danau merupakan sumber dari air suci yang bisa menyucikan segala hal kotor yang ada pada diri manusia dan alam semesta.

Sehari sebelum nyepi pada tilem sasih kesanga, umat hindu melaksanakan upacara Bhuta Yadnya (pecaruan). Pada hari tersebut masing-masing tingkatan masyarakat, desa, banjar, kecamatan, kabupaten dan semua tingkatan masyarakat yang ada di Bali melaksanakan caru. Pecaruan sendiri merupakan penyucian untuk menghilangkan Bhuta. Pecaruan ini ditunjukan kepada Sang Bhuta Raja, Bhuta Kala, dengan memohon supaya mereka tidak menggangu umat.  

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan dengan menyebar-nyebar nasi tawur, mengobor-ngobori rumah dan seluruh pekarangan serta memukul benda-benda seperti ceng-ceng, kukul, kentongan dan benda-benda yang menimbulkan suara gaduh.  Hal ini dilakukan untu mengusir Bhuta Kala dari pekarangan rumah. 

Upacara Pengerupukan dilaksanakan setelah upacara Pecaruan, pengerupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh di setiap Desa. Pawai Ogoh-ogoh dilaksanakan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar dengan mengarak atau mengiring ogoh-ogoh yang merupakan perwujudana dari Bhuta Kala, lalu ogoh-ogoh tersebut akan di bakar setelah di arak keliling desa.

  • Upacara Nyepi 

Nyepi dilaksanakan sehari setelah upacara Pengerupukan. Pada hari Nyepi ini suasana sangap sepi dam hening, tidak ada aktivitas atau kesibukan yang biasa dilakukan oleh manusia. Pada hari raya nyepi ini umat hindu melaksanakan Catur Bratha (4 larangan dalam melaksanakan Nyepi). Catur Bratha terdiri dari Amati geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak berpergian), dan Amati lelanguan (tidak minum-minum atau berfoya-foya). 

Dan bagi umat hindu yang mampu melaksanakan Tapa, Brata, Yoga, dan Semadhi. Pada hari ini keadaan alam benar-benar sepi, sunyi dan hening tanpa adanya lampu yang menyala, motor di jalanan dan semua orang yang tinggal di dalam rumah tanpa adanya aktivitas.

  • Upacara Ngembak Geni

Upacara ngembak geni dilaksanakan sehari setelah upacara Nyepi. Pada hari ini seluruh umat hindu melaksanakan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga-tetangga dengan mengucapkan syukur atau saling memaafkan.

Pada hari raya Nyepi dan Ngembak Geni terdapat konsep Catur Marga yang menjadi dasar dari panduan untuk melaksanakan kegiatan selama jalannya perayaan Hari raya Nyepi dan Ngembak Geni tersebut.

Catur marga sendiri merupakan sebuah konsep ajaran yang termasuk bagian dari aspek Tattwa dalam kerangka agama hindu. Dalam Bahasa sansekerta Catur Marga berasal dari kata "catur" yang berarti empat dan "marga" yang berarti jalan. Sehingga catur marga diartikan sebagai empat jalan untuk mencapai moksa atau kesempurnaan hidup. Catur marga juga sering disebut dengan Catur Yoga Marga. Catur marga terdiri dari: Jnana Marga (jalan pengetahuan), Bhakti Marga (jalan bhakti atau pemujaan), Karma Marga (jalan tindakan), dan Raja Marga (jalan meditasi).

Pada perayaan hari raya Nyepi sendiri, terdapat pelaksanaan Catur Marga yang dilakukan dalam rangka membersihkan diri. Sementara pada hari perayaan ngembak geni, umat hindu melaksanakan Catur Marga untuk memperkuat hubungan sosial antara sesama. Adapun contoh pelaksanaan Catur Marga pada Perayaan Nyepi dan ngembak geni, yaitu:

  • Jnana Marga: jnana marga sendiri merupakan cara mendekatkan diri kepada tuhan lewat jalan pengetahuan, pada hari raya nyepi pasti timbul rasa bosan karena adanya pantangan Catur Bratha Penyepian, nah dengan begitu kita bisa melawana rasa bosan tersebut dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif seperti contoh, membaca kitab-kitab suci agama hindu untuk menghilangkan rasa bosan kkita pada perayaan hari raya nyepi. Sedangkan pada hari raya Ngembak Geni kita bisa melakukan kegiatan bersosialisasi dengan kerabat-kerabat terdekat sambal belajar mengenai ajaran agama hindu. Nah melakukan hal-hal positif tersebut pada waktu luang di hari raya Penyepian dan Ngembak Geni, nantinya akan mampu mendekatkan diri kita kepada tuhan melalui pengetahuan-pengetahuan yang sudah dapat kita peroleh.
  • Bhakti Marga: Bhakti Marga sendiri merupakan cara mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cara doa dan juga bhakti, pada hari perayaan nyepi dan juga perayaan Ngembak Geni kita bisa mendekatkan diri kita kepada tuhan dengan berdoa dan bersujud ke hadapan-Nya, meminta keselamatan dan dijauhkan dari Para Bhuta.
  • Karma Marga: Karma marga merupakan cara mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kerja secara tulus iklas. Contohnya pada hari raya penyepian, sehari sebelum hari raya penyepian merupakan hari raya pengerupukan, pada hari pengerupukan terdapat pawai ogoh-ogoh, untuk membuat ogoh-ogoh tersebut dibutuhkan partisipasi yang tulus dan juga iklas dalam pembuatannya. Sedangkan pada karma marga pada hari raya ngembak geni bisa kita lakukan dengan bergotong-royong dengan masyarakat dilingkungan sekita untuk membersihkan sisa-sisa sampah setelah hari raya pengerupukan yang berserakan di jalanan. Nah dengan adanya kegiatan positif tersebut, kita sudah melakukan pekerjaan secara tulus dan iklas.
  • Raja Marga: Raja Marga merupakan cara mendekatkan diri kepada Tuhan menuju tatha tertinggi. Contohnya pada perayaan Nyepi kita bisa menuntun Langkah tersebut dengan melaksanakan Tapa, Bratha, Samadhi, dan Yoga dengan fokus dan konsentrasi, Raja Marga sangat cocok dilaksanakan pada saat perayaan Nyepi, karena keadaannya sangat sunyi dan memudahkan kita untuk berkonsentrasi. Sedangkan contoh Raja Marga pada pelaksanaan Ngembak Geni dapat kita lakukan dengan penerapan ajaran Astangga Yoga, dengan menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar baik dengan manusia, hewan dan alam.

SLOKA PADA KITAB BHAGAVAD GITA, SARASAMUSCCAYA DAN CONTOHNYA

Adapun isi dari kitab Bhagavad Gita, 7:21  yang menyebutkan bahwa "yo yo ym ym tanum bhaktah raddhayrcitum icchati tasya tasycalm raddhm tm eva vidadhmy aham" yang memiliki arti: kepercayaan apapun yang ingin di peluk seseorang, aku perlakukan mereka sama dan Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap".

Hal ini berarti pandangan tuhan dalam kita Bhagavad Gita tentang seseorang dengan kepercayaannya. Contoh konkrit dari sloka Bhagavad Gita, 7:21 yang menyebutkan bahya Tuhan memandang semua agama sama yakni: Hal ini diuraikan dalam kitab Bhagavad Gita, 4:29 yang menjelaskan bahwa "aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil kepada semua makhluk. Bagiku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi. Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku, dan aku bersamanya. 

Sesuai dengan yang dijelaskan dalam kitab Bhagavad Gita tersebut hal ini mencerminkan bahwa Hindu memiliki sikap toleransi yang tinggi dengan agama lain, dan semua makhluk adalah sama di mata Tuhan. Menurutnya tujuan semua agama sama yakni menuju tuhan, tapi dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda.

Seloka berikut berbunyi: Apan iking dadi wwang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsra, makasadhanang subhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang". (Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia"(Sarasamucaya 1.4). 

Dengan adanya sloka tersebut hal yang bisa kita lakukan sebagai makhluk ber-agama tentang Sloka Sarasamuccaya 1.4 ini yakni, untuk selalu bersyukur dan selalu berbuat baik di dalam menjalani segala kehidupan ini, sebab terlahir sebagai manusia adalah sebuah anugerah, manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna diantara makluk ciptaan tuhan yang lainnya, manusia dapat melihat, mendengar, berbicara dan juga berfikir. Sebagai manusia kita harus selalu berbuat baik menuju moksa, seperti yang dijelaskan pada sloka Sarasamuccaya 1.4 manusia dapat lahir dan mati secara berulang-ulang dengan jalan berbuat baik (dharma).

TEMPAT SUCI AGAMA HINDU

Bali merupakan pulau yang dijuluki sebagai pulau seribu pura, pura sendiri merupakan nama untuk tempat ibadah bagi umat hindu. Pura sendiri merupakan tempat yang digunakan untuk acara persembahyangan atau tempat suci yang digunakan untuk mendekatkan diri ke tuhan. Tempat suci agama hindu atau pura terdapat banyak jenisnya di Bali.Salah satu pura yang ada di bali yakni Pura Agung Besakih, Pura Besakih merupakan pura yang terletak di kaki Gunung Agung, dan merupakan pura terbesar dan terpenting yang berada di pulau Bali. 

Salah satu pemujaan yang dilakukan di pura Besakih adalah pemujaan terhadap roh para orang suci yang dihormati dalam agama hindu. Roh para orang suci ini merupakan roh-roh dari tokoh-tokoh yang yang dianggap suci karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan agama dan kemanusiaan pada jaman dulu. 

Di pura besakih sendiri terdapat beberapa bangunan kecil yang didedikasikan untuk tempat pemujaan terhadap roh-roh para orang suci yang dihormati. Salah satu tempat pemujaan terhadap roh-roh para orang suci yakni Pura Batu Madeg, yang dimana pura Batu Madeg ini digunakan untuk menghormati roh Rsi Markandeya. Rsi Markandeya sendiri merupakan seorang Rsi yang dianggap sebagai tokoh suci agama hindu karena beliau telah berkontribusi dalam mengajarkan Agama Hindu.

Tempat suci hindu merupakan suatu tempat atau bangunan yang dikeramatkan oleh umat hindu, pura juga merupakan tempat-tempat memuja Brahman, tempat-tempat suci agama hindu memiliki banyak sekali sebutan, terdapat juga banyk pura yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna. Tempat pemujaan Dewa-Dewi Hindu memiliki banyak sekali sebutan seperti:

  • Mandir atau Mandira (Bahasa Sansekerta)
  • Alayam atau Kovil (Bahasa Tamil)
  • Devasthana atau Gudi (Kannada)
  • Gudi, Devalayam, atau Kovela (Bahasa Telugu)
  • Puja Pandal (Bahasa Bengali)
  • Kshetram atau Ambalan (Malayam)
  • Pura atau Candi (Indonesia)

Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya karena menurut keyakinan bahwa alam sendiri merupakan manisfestari dari brahman yaitu sumber kehidupan dan keberadaam di alam semesta. Menurut filsafat hindu alam adalah tempat atau kediaman dari para dewa, seperti misalnya gunung kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain tempat-tempat seperti gunung,laut, Pantai, danau, hutan, gua dan alam lainnya, biasanya bangunan suci hindu memiliki atap bertumpuk-tumpuk atau meru. 

Meru sendiri merupakan lambing dari lapisan alam. Oleh karena itu, alam dipandang sebagai bentuk fisik dari kekuasaan dan keaguangan Tuhan, dan tempat suci yang berada di sekitarnya dianggap sebagai tempat yang lebih dekat dengan Beliau. Selain itu tempat-tempat yang asri juga dipercaya memancarkan energi spiritual yang kuat, sehingga memudahkan umat hindu dalam memusatkan pikiran pada saat persembahyangan. Maka dari itu pura-pura yang berada di sekitar alam yang asri sangat di hormati dan dijaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun