Mohon tunggu...
Ni Luh Gede Tiara Purnama
Ni Luh Gede Tiara Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pelajar

Siswa SMA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Meboros Vs Keberlangsungan Satwa Langka

28 Agustus 2020   14:26 Diperbarui: 28 Agustus 2020   14:33 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ni Luh Gede Tiara Purnama Yanti, SMA Negeri Bali Mandara

Bali merupakan pulau yang kental akan seni dan budaya dengan mayoritas masyarakat di Bali beragama Hindu, upacara keagamaan yang disebut yadnya sangat unik dan beragam di setiap daerah. Mengutip dari Karismayanti, Wisarja, & Wariati, 2018 yadnya merupakan langkah penting yang diyakini harus ada di setiap kegiatan keagamaan yang dilaksanakan sesuai kemampuan masing-masing. 

Yadnya dipandang dapat membentuk manusia yang dapat hidup harmonis dengan alam semesta dan ciptaan tuhan yang lain. Yadnya dilaksanakan sesuai dengan tiga kerangka dasar Agama Hindu yang terdiri atas tatwa, susila, dan acara. 

Tatwa merupakan pandangan hidup sekaligus sebagai filosofi ajaran hindu. Susila merupakan landasan moral yaitu ajaran tingkah laku yang sesuai dengan moral dan norma. Acara merupakan tradisi yaitu aktifitas keagamaan yang meliputi tradisi dan upacara. Upacara yang ada di Bali salah satunya terdapat di Desa Padangan yaitu tradisi berburu Kijang.

Pelaksanaan upacara Meboros Kidang yang nantinya Kidang dipakai sebagai sarana upacara piodalan di Pura Kedaton, Desa Padangan. Upacara ini merupakan salah satu persembahan yang ditunjukkan kepada Tuhan atau Dewa yang merupakan salah satu bentuk untuk membayar hutan kepada Tuhan atau Dewa Rna dengan cara melaksanakan upacara Dewa yajnya dan Bhuta yajnya. 

Dewa yajnya merupakan persembahan suci yang tulus iklas kehadapan para dewa-dewa, sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Melansir dari Wahyudi, 2017 upacara ini digunakan untuk menetralisasi Kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana. 

Upacara ini dipercaya oleh masyarakat dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia dan alam semesta. Rangkaian upacara bertujuan untuk mengharmoniskan jagat raya (alam semesta) beserta isinya agar senantiasa seimbang dan sejahtera, sehingga kehidupan di alam ini lebih damai tentram dan bahagia.

Tradisi berburu Kijang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menangkap Kijang dengan menggunakan bantuan anjing, diikuti oleh banyak orang dan dipimpin oleh pawang. Tradisi berburu kijang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Padangan. 

Tradisi ini telah dilaksanakan secara turu temurun oleh masyarakat karena dipercaya jika tradisi meboros tidak dilakukan akan dapat mengakibatkan hal buruk. 

Mengutip dari Giri, 2017 tradisi berburu ini berbeda dengan upacara kurban pada upacara piodalan pada umumnya yang menggunakan ayam, babi atau kerbau, setiap sesi piodalan diharuskan mengorbankan hewan kijang sebagai salah satu sarana penunjang pelaksanaan upacara. 

Piodalan yang dimaksud dilaksanakan dalan rentang waktu yang berbeda, 2 (dua) tahun setelah upacara yaitu puncaknya jatuh tepat Purnamaning Kadasa pada Buda Wage Menail.

Tradisi Berburu Kidang
Berburu Kidang dipakai sebagai sarana upacara di Pura Puseh, pada Buda Wage Menail. Krama Desa Padangan melaksanakan maboros Kijang di Subak Abian Batu Cepaka. Sebelum maboros masyarakat mengaturkan upakara di Pura Puseh meminta bantuan agar kegiatan berburu dapat dilaksanakan dengan lancar. 

Setelah Kidang didapat dengan waktu pencarian selam sehari Kidang dibawa ke Pura Puseh dengan disambut tabuh baleganjur dan tarian. Kidang yang diburu cukup satu saja namun jika kidang terlalu kecil akan dilepaskan kembali. Berburu kidang dilaksanakan oleh puluhan masyarakat dengan membentangkan jaring sepanjang 20 meter untuk menjebak Kijang.

Proses menjebak kijang yang dilakukan masyarakat disebut jaringan. Setelah hewan tertangkap lalu digotong beramai-ramai oleh masyarakat. Setelah sampai di desa perempuan yang menunggu di Pura sambil melengkapi sarana upakara menyambut dengan tarian sebagai bentuk luapan kegembiraan dan rasa syukur pada tuhan. 

Setelah prosesi Meboros selesai masyarakat menyembelih Kidang untuk melengkapi saranan upacara dengan aturan kepala kidang dipakai untuk sarana menari Kincung-kincung sehari setelah upacara selesai, sedangkan seluruh bagian tubuh Kidang dipakai sarana upakara.

Menurut hukum No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Masyarakat sudah menerapkan peraturan ini yaitu bagaimanakah cara penyelesaian yang ditempuh Pemerintah Kabupaten dan Desa Adat untuk melestarikan tradisi meboros tanpa merusak kelestarian kijang. 

Tradisi ini masih bisa dilaksanakan karena populasi kijang yang masih banyak di Desa Padangan karena secara geografis dekat dengan Gunung Batukaru yang masih asri dan ekosistemnya terjaga. 

Seringkali ditemukan Kijang yang masuk pekarangan warga untuk mencuri makanan dan kebun warga yang merusak banyak tanaman perkebunan untuk berburu makanan karena sedang musim salak.

Dengan demikian, kegiatan berburu Kidang masih dapat dilakukan masyarakat desa Padangan karena populasi Kijang yang masih banyak dengan ekosistem yang masih terjaga. 

Terjaganya ekosistem merupakan peran besar dari masyarakat yang menjaga alam dan tidak melakukan perburuan liar karena perburuan ini hanya dilaksanakan saat upacara di pura saja dan tidak digunakan untuk jual beli dan makanan sehari-hari karena masyarakat percaya menjaga ekosistem Kidang sangat penting agar tradisi ini dapat dilakukan setiap tahun dan tidak punah karena perilaku jahat yang tidak bertanggung jawab. 

Oleh karena itu antara tradisi meboros dengan keberlangsungan satwa langka masih selaras karena Keberadaan Kidang yang masih terjaga dengan baik di desa Padangan sehingga Tradisi Meboros masih dapat dilakukan.

Refrensi

Giri, K. A. (2017). Tradisi Meboros Kidang Terkait Prosesi Upacara Keagamaan Di Desa Busungbiu Ditinjau Dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Suber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.


Karismayanti, K. T., Wisarja, I. K., & Wariati, N. L. (2018). Penggunaan Kidang Dalam Upacara Piodalan Di Pura Desa, Desa Tinggarsari Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 2(1), 340-349. Dipetik Agustus 26, 2020, dari http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPAH


Wahyudi, R. (2017). Tradisi Berburu Rusa Dalam Masyarakat Kluet: Kajian Etnografi Di Kecamatan Kluet Tengah. Fakultas Adab dan Humaniora, 19(2), 101-124.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun