Pada masanya, pohon ini akhirnya ditebang. Selain karena sudah ada korban darinya, juga karena dirasa cukup menghalangi segala aktifitas dalam berkegiatan di SDK Watuwawer.Â
Cabang dan ranting yang rimbun memenuhi halaman sekolah. Ini menjadi cerita menarik lain bagi anak anak yang kedapatan melanggar aturan sekolah, terutama aturan berbahasa.
Di desa terpencil seperti Watuwawer, yang mahir berbahasa indonesia hanyalah para guru. Kebanyakan anak-anak tidak bisa. Mereka tidak punya pengalaman ketempat-tempat jauh yang memungkinkan mereka dapat belajar berbahasa indonesia dengan baik.Â
Apalagi dalam mengajar, sering kali guru menggunakan bahasa indonesia campur bahasa daerah untuk mempermudah anak memahami materi yang dibahas. Ini semakin menyulitkan anak-anak dalam berbahasa.
SDK Watuwawer kala itu membuat aturan; setiap jam istirahat, anak-anak diwajibkan berbahasa indonesia. Peraturan ini cukup berat bagi anak-anak. Jika tiba hari itu, spontan suasana menjadi sepi, pada saat istirahat sekalipun.
Anak-anak menjadi sungkan berbicara. Yang periang menjadi redup, yang banyak bicara menjadi gugup, takut salah. Pokoknya suasana menjadi sepi. Jika terpaksa harus bicara, maka biasanya dilakukan secara berbisik-bisik, takut kedengaran.Â
Nah, jika ketahuan berbahasa daerah, maka sangsinya adalah memotong dahan dan ranting pohon mangga yang meranggas kering di tengah halaman dengan parang yang sudah disiapkan. Semakin banyak salah, semakin banyak ranting yang dipotong. Lama kelamaan halaman sekolah makin bersih hasil dari sangsi berbahasa daerah.
Lalu siapa korban yang menjadi ledenda para alumni SDK Watuwawer kala itu? Dia adalah Bailake. Dia adalah adik dari bapak Theus Kenude Waleng dan kakak dari bapak John Waital Waleng.Â
Sore hari dimana peristiwa itu terjadi, sebenarnya dia baru saja pulang dari Lewoleba. Jarak Lewoleba-Watuwawer kala itu hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki seharian penuh.Â
Rumahnya tidak jauh dari sekolah. Keriuhan anak-anak yang sedang bermain dihalaman sekolah terdengar sampai kerumahnya. Rupanya menarik perhatian dia untuk ikut serta. Diapun datang kesana.
Buah mangga di ujung ranting tadi menarik perhatiannya untuk memanjat pohon itu diam-diam. Sebenarnya dia terkenal karena keterampilannya memanjat pohon.Â