Halaman sekolah SDK Watuwawer Selasa siang itu, belum lagi sepi. Sebagian anak-anak belum pulang rumah. Bergerombol, mereka bermain gundu. Halaman sekolah ini sebenarnya cukup luas. Hanya saja, di bagian tengah berdiri sebatang pohon mangga yang diameternya cukup besar, berusia puluhan, atau bahkan mungkin ratusan tahun, dikelilingi beberapa pohon pinang menjulang tinggi. Semakin sempit lagi karena pada bagian lain, tersusun rapih seonggok timbunan batu bata yang hendak dibakar untuk kerperluan membangun sekolah ini. Bangunan lama yang ditempati, merupakan bangunan darurat dengan bahan asal full dari kayu. Pada bagian dinding terdapat beberapa lubang, plus atap yang juga sudah bocor sana sini.
Pohon mangga ini selalu berbuah lebat pada setiap musimnya. Jenis mangga Ini tidak terlalu manis, namun juga tidak asam, mentah sekalipun. Orang kampung menyebutnya dengan nama Pau Bokol. Saya tidak pernah temukan ini di pulau Jawa.
Mangga ini menjadi buah favorot anak anak, selain karena tumbuh di halaman sekolah, juga karena mangga ini selalu berbuah lebat. Ketika pagi menjelang, pada udara dingin desa Watuwawer yang masih gelap, gerombolan anak-anak selalu datang, mencari buah mangga sisa makan kelelawar semalaman.Â
Bekas gigitan kelelawar tidak masalah, toh akan dihabiskan juga. Ketika siang hari, sambil bermain dihalaman, anak-anak selalu berjaga-jaga, jangan-jangan ada buah yang jatuh, dan biasanya akan menjadi rebutan, walaupun nanti dimakan bersama-sama dengan cara mengigit (gako) secara bergiliran.Â
Seperti biasa, setelah pulang sekolah, sekelompok anak-anak tidak langsung pulang. Mereka akan bermain apa saja terlebih dahulu, kadang sampai sore, bahkan hingga malam.
Siang itu cukup ramai anak-anak bermain gunduh/kelereng. Sambil bermain, sesekali mendongak keatas melihat buah mangga yang bergelantungan. Beberapa yang berada diujung ranting sudah menguning, tanda bahwa sudah ranum.Â
Namun apa daya, pohon itu terlalu besar dan tinggi untuk dapat dipanjat anak-anak. Akan sangat berbahaya bila memanjat. Hanya bisa menikmati dari bawah.
Seorang anak rupanya mengamati juga dari kejauhan, buah mangga yang kuning tadi. Diam-diam dia panjat pohon mangga besar itu melalui pohon pinang yang kebetulan berdempetan.Â
Tidak banyak yang memperhatikan karena semua sibuk bermain. Dia terus naik keatas, berpindah dari satu cabang ke cabang lain, dari satu ranting ke ranting lainnya demi buah mangga tadi.
Dia berusaha mendekati untuk memetik buah mangga tersebut. Bertumpuh pada sebuah ranting kering, dia berusaha meraih. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ranting itu patah.Â