Ajaran ini mengajarkan kita bahwa disetiap dalam diri suatu makhluk hidup, terdapat percikan kecil Tuhan yang disebut dengan Atma yang memberikan kehidupan pada wadah kasar atau badan tersebut. Ajaran ini mengajarkan untuk lebih menghargai sesama tidak hanya sesama manusia tapi juga semua makhluk hidup yang ada.
- Karmaphala
Keyakinan yang ketiga adalah adanya Karmaphala. Karmaphala itu sendiri merupakan kepercayaan mengenai adanya hukum sebab akibat dari semua perbuatan dan prilaku. Karmaphala memiliki 3 bagian, yaitu karma masa kini, masa nanti, dan masa depan.
- Samsara
Samsara mengajarkan tentang Agama Hindu yang percaya dengan adanya kelahiran kembali atau reinkarnasi yang disebut dengan Punarbawa yang artinya kelahiran berulang ulang. Dalam kepercayaan mengenai punarbawa dibagi menjadi 2 bagian. Bagian yang pertama adalah Surga Cyuta, yang dianggap dengan kelahiran kembali dari surge yang dimana pribadi tersebut dikehidupan sebelumnya berprilaku baik dan menjalankan ajaran Dharma, sehingga saat terlahir kembali dirinya lahir dengan kondisi yang normal, sehat, bahagia, dll.Â
Bagian yang lainnya adalah Neraka Cyuta yang dipercaya pribadi tersebut di kehidupan sebelumnya sering melakukan kegiatan adharma (tidak baik), sehingga pada saat terlahir kembali pribadi tersebut lahir dalam kondisi yang kurang sempurna, kesusahan, dan sebagainya. Ajaran ini juga berkaitan dengan konsep Karmaphala yaitu hukum sebab akibat.
- Moksa
Keyakinan yang terakhir adalah mengenai Moksha, yaitu kedamaian abadi dan terakhir ketika Atman yang ada di dalam tiap tiap diri Makhluk yang telah bergabung dengan Brahman (Tuhan). Dalam Agama Hindu percaya dalam moksartham jagadhita ya ca iti dharma yaitu tujuan hidup untuk mencapai kesejahteraan di dunia ini maupun mencapai moksa yaitu kebahagiaan di akhirat kelak atau jalan untuk mencapai moksa.
Dalam kehidupan sosial bermasyarakat ajaran Agama Hindu tidaklah luput dari halangan halangan dalam penerapan ajaran ajarannya di wilayah tertentu. Agama Hindu tidak bisa dipisahkan dengan upacara upacara sebagai salah satu metode pemujaan kami untuk menghaturkan rasa Bhakti kami kehadapan Ida Sang Hyang Widhi. Sesuai dengan yang di tercantum dalam Bhrama Widya, salah satu cara dalam menunjukan rasa bhakti kepada Tuhan yang Maha Esa adalah dengan melantunkan mantra.
Permasalahan sosial yang paling umum dialami oleh umat Hindu dalam melaksanakan upacara pemujaan kepada Tuhan yang maha Esa adalah adanya pihak luar yang merasa terganggu dengan upacara tersebut. Sebagai contoh pihak tetangga yang merasa terganggu karena suara bising atau aroma dupa yang dinyalakan saat melakukan suatu upacara.Â
Salah satu contoh kasusnya adalah yang terjadi pada keluarga Utiek di Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, yang kala itu melaksanakan upacara untuk mendoakan leluhur sesuai kepercayaan umat Hindu, namun dihadang oleh 40 orang banyaknya. Berita ini sudah pernah diulas oleh BBC News Indonesia pada Tanggal 14 November 2019 yang bisa di akses di laman https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50408575 .
Permasalahan seperti ini muncul akibat adanya kesalahpahaman serta kurangnya edukasi mengenai toleransi toleransi beragama. Pada kasus yang sebutkan sebelumnya, warga memiliki ketakutan mengenai upacara apa yang dilaksanakan oleh keluarga Utiek tersebut. Mereka mengkhawatirkan apakah upacara yang dilaksanakan tersebut merupakan upacara keagamaan atau yang lainnya. Kekhawatiran ini memang tidak bisa dipungkiri adanya.Â
Apalagi upacara upacara yang tidak dilakukan secara rutin dalam kurun waktu yang singkat. Selain itu faktor pendukung lainnya adalah posisi Umat Hindu pada kasus diatas merupakan pihak Minoritas atau pemeluk Agama Hindu di wilayah tersebut jumlahnya sedikit. Akibat jumlah pemeluk Agama Hindu disana tidaklah banyak, otomatis pengetahuan mengenai upacara yang dilakukan tersebut tidak diketahui oleh semua warga yang ada disekitar.