Ntah apa ini, aku hanya merasakan rasa sakit, kecewa dan malu. Mika berbicara seperti itu dihadapan teman yang lain, mereka semua menyaksikan. Dan sahabatku berada di belakangku tanpa berkutik sedikitpun.
Rasa sedih, dan lelah karena hari sudah semakin sore. Tubuhpun serasa dipenuhi oleh keringat, emosiku memuncak dan aku tidak bisa menahannya lagi.
"Egois? Kamu yang egois! Bukan hanya aku yang merasa kesal, tapi semua temanku selain kelompokmu juga kesal. Yang membedakannya aku berani melawanmu, aku berani berbicara padamu. Dan mereka tidak. Maksud kalian apa? Seolah-olah ingin menjatuhkan hati kita tetapi tidak lama setelah itu kalian seakan akan menutupi itu semua dengan beberapa tawaran untuk kita. Udahlah."
Semua mata tertuju padaku, dan tidak berkutik sama sekali. Aku bergegas pergi dari ruangan itu untuk menenangkan diri, sahabat-sahabatku pergi untuk menjalankan kewajibannya yaitu shalat ashar.Â
Aku terdiam sendiri, memikirkan hal yang baru saja terjadi, mengingat betapa khilafnya aku telah melontarlan kata-kata yang mungkin menyakiti orang lain. Tapi itu aku memang mengutarakan sesuai dengan apa yang aku rasakan. Semuanya seakan-akan pecah, unek-unek tercurahkan.Â
Disaat aku mengingat kejadian itu, 2 orang teman lelakiku datang menghampiriku, Joni dan Wildan. Ya, mereka anggota dari kelimpok Mika. Joni merupakan salah satu temanku yang sangat konyol, tingkahnya selalu saja membuat orang disekitarnya tertawa dan terhibur. Yang ada dipikiranku ketika mereka menghampiriku, mereka akan menghiburku. Tetapi ternyata jauh dari yang aku kira.
"Rieke kamu kenapa? Kamu kayaknya salah paham, kita mah enggak mikirin kelompok kita sendiri, kita cari sesuatu juga buat satu kelas." Ujar Joni menenangkanku.
"Kalau kamu gak tahu apa-apa, mendingan kamu diam. Pergi aja deh gak usah disini." (jawabku sambil meneteskan air mata)
"Tuhkan kamu malah nangis, mendingan kita obrolin baik-baik, biar cepet selesai. Gak enak juga kan besok kita mau pentas drama, satu kelas aja gak akur. Gimana mau kompak, kita cuman punya waktu 1 hari, itu pun gak full. Kita cuma punya waktu beberapa jam lagi, hari udah mulai sore, kamu pokoknya nurut sama aku, kita ke kelas sekarang dan bicarain ini bareng-bareng, aku temenin." Ujar Joni sambil meyakinkanku.
Semua omongan Joni buat aku gak bisa berkutik. Semakin dia menasihatiku semakin banyak air mataku mengalir. Akupun menghapus air mataku, karena aku gak mau terlihat sangat lemah. Lagi dan lagi, ketika aku masuk ruangan kelas itu, orang-orang yang ada dikelas termasuk Mika, memandangku.Â
"Temen-temen, Rieke mau menjelaskan sesuatu, kasian dia tadi nangis di luar sendirian." Kata Joni.