Banyak milenial hanya berhenti pada membaca terjemahan Al-Quran tanpa memahami konteks historis, asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), atau implikasi ayat dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang dangkal ini sering kali membuat Al-Quran tampak seperti bacaan pasif daripada sumber kebijaksanaan yang dinamis. Sebelum mendalami tafsir di dunia digital bagi anak muda, seharusnya kita sudah mengamalkan atau minimal sering membaca Al-Qur'an karena jika kita tidak bermodalkan bisa membaca Al-Qur'an bisa membuat kita terprovokasi dengan teori-teori yang tersebar di berbagai media social dan internet, apalagi melihat anak muda zaman sekarang yang hanya pintar mendebatkan sesuatu tanpa sumber atau dengan alasan yang kuat .
5. Bahasa yang Relevan
Banyak tafsir Al-Qur'an ditulis dalam gaya bahasa klasik atau akademis yang sulit dipahami oleh generasi milenial. Untuk menarik perhatian mereka, diperlukan penyampaian dalam bahasa yang sederhana, relevan, dan komunikatif. Hal ini memungkinkan mereka memahami isi tafsir tanpa merasa terbebani oleh istilah yang terlalu teknis atau kuno.
6. Kontekstualisasi Ayat dalam Kehidupan Modern
Generasi milenial ingin melihat relevansi Al-Qur'an dalam menjawab tantangan kontemporer, seperti isu lingkungan, teknologi, gender, atau keadilan sosial. Tantangan ini menuntut tafsir yang tidak hanya menjelaskan teks secara literal tetapi juga mengaitkan pesan-pesan Al-Qur'an dengan situasi yang mereka hadapi sehari-hari.
7. Penggunaan Media Digital
Generasi milenial sangat aktif di media digital, sehingga penyajian tafsir perlu disesuaikan dengan platform yang mereka gunakan, seperti YouTube, Instagram, TikTok, atau podcast. Menghadirkan tafsir melalui video pendek, infografis, atau cerita visual dapat meningkatkan daya tarik konten sekaligus memudahkan mereka mengaksesnya.
8. Minat terhadap Topik Spesifik
Milenial cenderung lebih tertarik pada topik tertentu, seperti motivasi, pengembangan diri, atau isu sosial. Daripada menyajikan tafsir secara menyeluruh dan panjang, fokus pada pembahasan ayat-ayat yang relevan dengan topik ini dapat menarik perhatian mereka. Format storytelling atau ilustrasi praktis dari ayat juga menjadi nilai tambah.
9. Pergeseran Nilai dan Perspektif
Generasi milenial memiliki cara pandang yang lebih kritis dan terbuka terhadap interpretasi agama. Mereka cenderung menolak pendekatan tafsir yang dogmatis atau terlalu normatif. Karena itu, diperlukan pendekatan inklusif dan dialogis yang mengundang mereka untuk berdiskusi dan memahami tafsir secara personal tanpa merasa dihakimi.
10. Keterbatasan Literasi Agama
Tidak semua milenial memiliki latar belakang pendidikan agama yang memadai, sehingga memahami tafsir tradisional bisa menjadi tantangan. Memberikan pengantar singkat, seperti penjelasan konteks ayat, sejarah, atau istilah kunci, dapat membantu mereka memahami tafsir dengan lebih mudah.
11. Persaingan dengan Konten Hiburan
Generasi milenial memiliki banyak pilihan konten di era digital, sehingga tafsir Al-Qur'an harus mampu bersaing dari segi daya tarik dan relevansi. Konten yang menarik perhatian sejak awal, misalnya melalui visual kreatif, narasi menarik, atau format interaktif, akan lebih berpeluang mendapatkan perhatian mereka.
12. Kredibilitas dan Autentisitas
Di era digital, banyak informasi agama yang beredar tanpa dasar yang kuat, bahkan menyesatkan. Untuk menarik generasi milenial, penting memastikan konten tafsir berasal dari sumber yang kredibel dan diulas oleh para ahli yang kompeten.
Solusi untuk Milenial
1. Pilih Sumber yang Terpercaya