Mohon tunggu...
Ngalor Ngidoel
Ngalor Ngidoel Mohon Tunggu... Freelancer - Travellers

Travelling Everywhere Anytime till you drop www.ngalorngidoel.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menikmati Indahnya Pulau Flores di Ende

11 Maret 2019   11:28 Diperbarui: 17 Maret 2019   19:08 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Flores menjadi target utama saya untuk dikunjungi tahun 2019 ini, karena pulau inilah yang belum pernah saya kunjungi, di samping Belitung dan Sumba, yang merupakan pulau besar di Indonesia. Begitu ada penugasan ke NTT, kesempatan tersebut saya manfaatkan untuk menyempatkan diri mampir ke Ende sekaligus menikmati hari libur Nyepi minggu lalu.

Perbukitan di Bibir Pantai Ende (Dokpri)
Perbukitan di Bibir Pantai Ende (Dokpri)
Begitu pesawat merapat di bibir pantai untuk mendarat, sudah tampak hijaunya perbukitan membentengi pulau dari gelombang Laut Sawu yang terkadang cukup tinggi. 

Pesawat mendarat cukup mulus walau harus mengerem mendadak karena pendeknya landasan bandara Hasan Aroeboesman yang diapit oleh dua bukit besar di sisi kiri dan kanannya. Sepertinya memang harus pilot yang berpengalaman mengemudikan pesawat karena sempitnya celah yang harus dilalui ketika hendak mendarat.

Bukit yang Mengapit Bandara (Dokpri)
Bukit yang Mengapit Bandara (Dokpri)
Pesawat mendarat tepat waktu walau berangkatnya agak terlambat sekitar 10 menit. Begitu keluar bandara, tukang ojek dan supir sewaan langsung mengerubungi kami menawarkan jasanya untuk mengantar ke penginapan atau berwisata ke Kelimutu. 

Ya, Kelimutu, itulah salah satu daya tarik yang membuat wisatawan harus pergi ke Ende, di samping rumah pengasingan Bung Karno yang berada di jantung kota. 

Namun saya lebih memilih jalan kaki ke penginapan yang letaknya tak jauh dari bandara. Saya memang sengaja memilih penginapan yang dekat bandara supaya tidak terburu-buru dan menyehatkan badan dengan berjalan kaki.

Bandara Haji Hasan Aroeboesman (Dokpri)
Bandara Haji Hasan Aroeboesman (Dokpri)
Sampai di penginapan, saya langsung mencari ojek yang bisa mengantar ke Kelimutu sekaligus keliling kota hingga sore hari. Setelah harga sepakat, saya minum kopi sebentar sekaligus menyiapkan perangkat tempur yang akan dibawa keliling berupa kamera dan power bank serta asesoris lainnya. 

Setengah jam kemudian ojek menjemput dan kami pun berangkat menuju Kelimutu. Saya sengaja memilih ojek agar lebih bebas berhenti di mana saja tanpa mengganggu kendaraan lain, lagi pula jauh lebih murah ketimbang sewa mobil karena cuma sendirian, walau berisiko kena hujan sehingga kami membawa mantel untuk antisipasinya.

Pemandangan Sawah dan Pegunungan Nan Hijau (Dokpri)
Pemandangan Sawah dan Pegunungan Nan Hijau (Dokpri)
Motor pun meluncur meninggalkan kota Ende menembus jalan yang mulai berkelok-kelok melintasi perbukitan nan hijau. Indahnya pemandangan mulai terasa sejak keluar dari batas kota, sawah yang baru saja menghijau dilatarbelakangi bukit yang masih perawan membuat mata menjadi segar, jauh dari hiruk pikuk kota besar yang penuh dengan polusi udara dan suara. 

Sesekali tampak longsoran menutup sebagian jalan selepas hujan di pagi hari tadi, namun tidak sampai menghalangi langkah kita mencapai tujuan. Kontur yang berbukit-bukit memang rawan terjadi longsor, apalagi di beberapa titik sedang dilakukan pelebaran jalan.

Gerbang Masuk Kelimutu (Dokpri)
Gerbang Masuk Kelimutu (Dokpri)
Satu setengah jam perjalanan berlalu, sampailah di depan gerbang masuk Kelimutu. Untuk wisdom tarifnya murah banget, tapi untuk wisman jauh sekali harganya, mirip seperti waktu ke Taj Mahal dulu, benar-benar mahal buat turis asing, tapi murah banget buat warga lokal. 

Dari gerbang ternyata masih sekitar 20 menit lagi untuk sampai ke parkiran, sebelum dilanjutkan dengan berjalan kaki. Kondisi jalannya masih sempit, baru sebagian saja diperlebar sehingga kami harus hati-hati karena permukaan jalan licin dan berliku.

Jalan Menyempit Menuju Tempat Parkir (Dokpri)
Jalan Menyempit Menuju Tempat Parkir (Dokpri)
Sampai di parkiran, kondisi relatif sepi. Mungkin karena para pendaki sudah turun setelah menikmati sunrise di pagi hari tadi. Kata orang, memang lebih asyik menikmati Kelimutu sambil menanti sunrise, tapi berhubung waktu saya terbatas terpaksa harus agak siang baru bisa naik. 

Paling tidak sebelum jam 12 siang kita sudah harus sampai di puncak karena setelah itu dikhawatirkan kabut mulai turun dan menghalangi pemandangan danau Kelimutu yang sangat luar biasa itu.

Jalan Setapak Menuju Danau (Dokpri)
Jalan Setapak Menuju Danau (Dokpri)
Sekitar setengah jam jalan kaki kita tiba di danau Tiwu Ata Polo dan kembarannya Tiwu Ko'o Fai Nuwa Muri. Kebetulan warna danaunya sedang hijau muda, padahal menurut pemandu merangkap tukang ojek dua bulan lalu masih berwarna kecoklatan.

Ini baru sampai ke danau kembar saja pemandangannya sudah begitu indah, apalagi ke puncaknya yang masih sekitar 300 meter lagi mendaki. Setelah puas mengabadikan gambar-gambar danau dan pemandangan sekitarnya, kami pun beranjak menuju puncak Kelimutu.

Danau Atapolo dan Kembarannya (Dokpri)
Danau Atapolo dan Kembarannya (Dokpri)
Mungkin karena baru memasuki musim semi, kondisi perbukitan masih tampak menguning dan tumbuhan baru saja akan mekar beberapa waktu kemudian. Kondisi jalan sudah bagus sehingga mudah untuk didaki, lebih tepatnya jalan santai karena treknya sudah jelas tak perlu lagi meraba-raba seperti layaknya sebuah pendakian. 

Di puncak gunung terdapat tugu penanda bercat putih, sayangnya tidak ada petunjuk atau kalimat yang menanadkan ketinggian tertentu dari puncak tersebut. Hanya ada dua prasasti buatan yang menceritakan kisah Kelimutu itu sendiri dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Puncak Kelimutu (Dokpri)
Puncak Kelimutu (Dokpri)
Dari puncak inilah kita bisa melihat tiga danau sekaligus yang kebetulan warnanya sama semua berupa hijau telor asin. Dua danau di sebelah timur dan satu lagi yaitu Tiwu Ata Bupu di sebelah barat. 

Sayangnya agak sulit menangkap ketiga danau tersebut dalam satu gambar walau sudah dicoba mode panorama, ada saja yang terpotong sebagian, seperti saya pajang di latar belakang profil sekarang ini dalam posisi terbalik supaya terlihat semuanya.

Danau Tiwu Ata Bupu (Dokpri)
Danau Tiwu Ata Bupu (Dokpri)
Udara dingin terasa sekali menusuk tulang karena saya tidak menggunakan jaket, hanya berkaos oblong saja plus rompi. Namun dinginnya suhu tak membuat mati rasa, justru malah semakin nikmat ditemani secangkir kopi yang tersaji di lapak emak-emak yang ada di puncak bukit. 

Udara segar benar-benar membersihkan paru-paru yang selama ini tercemar polusi udara kota, telinga pun ikut hening mendengarkan kicauan burung elang pertanda ada korban yang akan dipersembahkan ke dalam pelukan danau Kelimutu.

Kios di Tempat Parkir (Dokpri)
Kios di Tempat Parkir (Dokpri)
Tak terasa mentari tiba di puncak penerangannya, sementara di sisi lain kabut mulai menyapa siang, menyelimuti sebagian puncak yang lain. Saatnya untuk kembali ke peradaban setelah satu jam lebih menikmati romantisme alam Kelimutu serta angin sepoi-sepoi yang mengiringinya. 

Akan lebih syahdu lagi bila membawa pasangan kemari, namun karena satu dan lain hal mungkin suatu saat nanti saya akan kembali lagi bersama pasangan dan para krucil yang setia menemani.

Trap Persawahan Menjelang Kelimutu (Dokpri)
Trap Persawahan Menjelang Kelimutu (Dokpri)
Setelah ngopi sejenak melepas lelah di kedai samping parkiran, kami beranjak kembali menuju kota Ende. Cuaca mendadak gelap, awan mendung menyertai perjalanan kami dan puncaknya hujan deras pun turun, persis seperti prediksi sewaktu berangkat tadi. 

Awalnya kami berteduh di sebuah makam keluarga, namun karena pemiliknya tiba-tiba pulang dari bepergian dengan basah kuyup, kami pun tak enak dan segera meninggalkan tempat tersebut dengan menggunakan mantel yang kami bawa.

Pemandangan Ngarai dan Air Terjun (Dokpri)
Pemandangan Ngarai dan Air Terjun (Dokpri)
Beberapa spot foto indah yang tadi pagi sempat ditandai terpaksa dilewatkan karena derasnya hujan. Jalan yang licin dan berliku membuat motor beberapa kali nyaris tergelincir, untung sang tukang ojek piawai mengendalikan motor sehingga kami selamat hingga hujan reda. 

Mantel pun kami bungkus kembali dan kami pun berhenti di beberapa titik tersisa setelah melalui PLTA Mikrohidro di daerah Watoemere. Ada satu spot cantik di Ndungga di mana terdapat aliran sungai yang berkelok mengikuti kaki bukit yang menonjol dengan pemandangan latar sawah nan hijau.

Spot Cantik di Ndungga (Dokpri)
Spot Cantik di Ndungga (Dokpri)
Sorenya kami tiba di kota Ende dan langsung menuju ke rumah tempat pengasingan Bung Karno karena sebentar lagi akan tutup. Untunglah saat tiba di tempat petugas jaga masih ada dan kami pun dipersilakan masuk untuk melihat-lihat. 

Rumahnya sendiri tidak terlalu besar, hanya terdiri dari ruang utama, ruang tamu, dan dua kamar tidur di sisi kiri dan kanan, serta kamar mandi, dapur dan gudang yang berada di belakang terpisah dari bangunan utamanya. Di sinilah dulu Bung Karno tinggal selama masa pembuangan di Ende bersama Bu Inggit selama empat tahun lamanya.

Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende (Dokpri)
Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende (Dokpri)
Tak jauh dari rumah tersebut terdapat Taman Perenungan tempat Bung Karno menemukan apa yang sekarang disebut sebagai Pancasila di bawah pohon sukun yang berada di taman tersebut. 

Sayangnya pohon sukun yang asli tumbang tahun 1960 dan diganti dengan pohon sejenis pada tahun 1981. Tamannya sendiri masih rindang namun sayangnya kurang dirawat dengan baik, masih ada sampah di sana sini.

Pohon Sukun Tempat Kelahiran Pancasila (Dokpri)
Pohon Sukun Tempat Kelahiran Pancasila (Dokpri)
Menjelang maghrib, kami bergegas ke Pantai Ende untuk menikmati suasana saat mentari terbenam. Sayangnya cuaca kembali mendung dan hujan deras sempat turun di pantai membuat kami terpaksa berteduh di kedai kopi yang terdapat di tepi pantai. 

Matahari pun terhalang awan gelap menjadikan kami urung melihat sunset, hanya menyaksikan belasan orang bermain bola di tepi pantai dan kapal batubara merapat mendekati pelabuhan Ende yang terletak di samping tempat wisata.

Pantai Ende (Dokpri)
Pantai Ende (Dokpri)
Selesai sudah perjalanan saya seharian menikmati indahnya Flores di Ende. Sayangnya wacana menutup Pulau Komodo membuat kunjungan ke Ende ikut menurun drastis, disamping harga tiket pesawat yang semakin mahal dan tak terjangkau backpackers seperti saya ini. 

Semoga pemerintah lebih arif lagi dalam membuat kebijakan karena dampaknya luas walau kebijakan tersebut baru sekadar wacana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun