Almarhum Bapak
Ngainun Naim
Desa kelahiranku selaksa magnet. Ia menjadi pendorong untuk selalu dikunjungi. Aku memang telah pindah tempat tinggal, tetapi selalu ada kerinduan untuk mengunjunginya. Beruntung jarak desa kelahiranku dengan tempat bekerja tidak seberapa jauh.
Sepanjang ada kesempatan, aku segera meluncur. Di sana Bapakku dimakamkan. Saat datang aku biasanya segera ke makam. Doa-doa dan dzikir kupanjatkan di pusara beliau.
Di rumah masih ada Ibuk. Biasanya aku mendengarkan petuah-petuah beliau. Juga kisah-kisahnya dan keluh-kesahnya. Mendengarkan apa yang Ibuk sampaikan, bagiku sudah merupakan anugerah hidup yang luar biasa.
Sabtu tanggal 4 Februari 2023. Mendung gelap menyelimuti langit. Hujan turun setiap sore dalam beberapa hari ini. Suhu, anehnya, sangat panas. Sumuk. Benar-benar tidak nyaman.
Hari Sabtu, 4 Februari 2023, genap seribu hari Bapak berpulang. Rasanya baru kemarin air mata tumpah bak hujan deras tak terbendung. Kepergian Bapak di awal Pandemi Covid-19, tepatnya 11 Mei 2020, masih menyisakan pedih.
Kini aku sudah tidak mampu lagi menangis. Kepergian beliau memang meninggalkan duka mendalam bagi kami. Situasi awal pandemi kala itu betul-betul mencekam. Bapak yang sakit benar-benar tertekan oleh keadaan. Ketika beliau wafat, ketakutan itu benar-benar ada di puncaknya. Adikku tidak bisa pulang kampung karena jika pun pulang, ia harus dikarantina dulu. Sungguh sedih, namun tidak ada pilihan. Aku kira semua orang Indonesia memahami dan mengalami situasi mencekam kala itu.
Banyak sekali memori tentang beliau. Aku dan adik-adik sudah menulis buku tentang beliau. Judulnya Hidup Adalah Gerak (2022). Tentu buku tersebut hanya memuat serba sedikit dari kenangan kami tentang beliau.
Hari ini, Sabtu 4 Februari 2023, aku kembali bersimpuh di pusara Bapak. Aku berdoa sepenuh hati semoga dosa beliau diampuni dan pahalanya diterima. Kepergian yang begitu cepat di masa penuh ketakutan menjadi jejak hidup yang tidak akan terhapuskan.
Ada banyak pesan kebajikan yang beliau ajarkan. Tidak semuanya dilafalkan secara lisan. Banyak yang diwujudkan dalam tindakan. Kami anak-anaknya menyaksikan, merenungkan, mengambil hikmah, dan menjadikannya model bagi perilaku hidup sehari-hari.
Pertama, sabar menjalani proses hidup. Ini benar-benar ajaran yang beliau ajarkan lewat teladan. Bahkan beliau nyaris tidak mendakwahkan kepada kami para anaknya.
Gaji sebagai guru PNS dengan pangkat yang tidak terlalu tinggi jelas jauh dari memadai. Saat itu belum ada sertifikasi. Jadi kesejahteraan guru masih jauh.
Bapak bersiasat. Lahan sempit sekitar rumah disulap sebagai kebun aneka sayur. Hasilnya, kebutuhan dapur nyaris selesai hanya dari sekitar rumah.
Kedua, teguh pendirian. Aku kadang berpikir tentang sumber keteguhan prinsip yang dimiliki Bapak. Salah satu yang aku dan adik-adikku merasakan adalah pentingnya pendidikan. Apa pun yang terjadi kami harus sekolah. Padahal kami tahu persis sering sekali uang tidak ada. Utang sana-sini menjadi tradisi. Tapi Bapak tetap teguh.
Kini aku sadar sepenuhnya bahwa hidupku dan adik-adikku adalah hasil dari kegigihan Bapak. Tanpa pendirian yang teguh, aku tidak bisa membayangkan hidupku sekarang ini.
Tulungagung. 4 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H