Mohon tunggu...
Ngainun Naim
Ngainun Naim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penulis buku JEJAK INTELEKTUAL TERSERAK (2023). Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung Jawa Timur. Pengelola http://www.spirit-literasi.id. dan http://www.ngainun-naim.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ide Itu Dicari, Bukan Dinanti

13 Januari 2023   14:46 Diperbarui: 13 Januari 2023   15:10 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngainun Naim

Kunci penting menulis adalah ada ide yang ditulis. Tanpa adanya ide, jelas tidak akan ada yang ditulis. Kosong dalam pikiran. Penulis akan bingung dengan sendirinya.

Saya sering berdiskusi dengan kawan-kawan terkait topik ide ini. Ada seorang dosen senior di tempat saya bertugas yang seolah tidak pernah kehabisan ide. Selalu saja ada hal baru yang beliau tulis. Buku demi buku karya beliau terbit secara rutin.

Saya pernah bertanya kepada beliau tentang rahasia menemukan ide. Beliau menjawab, "Banyak membaca, merenungkan hasil bacaan, lalu mengkontekstualisasikan dengan perkembangan keadaan".

Terlihat sederhana dan mudah tetapi tidak dalam praktiknya. Bagi beliau yang sudah terbiasa, menemukan ide itu ada banyak cara dan seolah begitu mudah. Padahal sesungguhnya tidak juga. Beliau terus bekerja keras dan sudah terlatih untuk terus berproses dalam menemukan ide.

Orang yang lain bisa jadi memiliki cara yang berbeda dalam menemukan ide. Namun saya kira semuanya sepakat bahwa ide adalah kunci dalam menulis. Menemukan ide seperti menemukan bagian penting sebuah tulisan.

Kunci utama dalam menemukan ide adalah mencari, bukan menunggu. Anda tidak akan mendapatkan ide dengan duduk diam di pinggir sungai sambal merokok. Habis satu bungkus rokok pun tidak akan mendapatkan ide.

Sebenarnya bukan pada duduk di tepi sungai atau di mana pun tetapi pada kesediaan untuk membuka diri, mencari, dan akhirnya menemukan ide. Jika kita diam saja tanpa ada usaha, ide tidak akan pernah datang. Padahal sangat mungkin sesungguhnya ide itu ada bersama kita atau ada di depan kita. Tapi karena kita bersikap pasif maka ide itu berlalu begitu saja.

Saya ingin memberikan sebuah contoh bagaimana sebuah ide bisa dikemas menjadi sebuah buku. Ide itu berkaitan dengan perjalanan. Sangat mungkin kita semua sering sekali melakukan perjalanan. Ada yang bahkan setiap hari harus melakukan perjalanan antar kota untuk kepentingan bekerja. Namun karena tidak ada usaha untuk menulis, pengalaman itu menjadi sekadar rutinitas harian semata.

Saya ingin memberikan contoh sebuah buku yang idenya cukup sederhana. Buku yang saya maksudkan adalah karya Gunawan, seorang penulis muda yang tekun menulis asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Buku tersebut judulnya Catatan Harian Anak Seorang Petani (Sukabumi: Haura Utama, 2022).

Sebagaimana terbaca dari judulnya, Gunawan menulis buku yang idenya adalah pengalaman hariannya. Namanya juga catatan harian, segala hal ia tulis. Pokoknya pengalaman hidup sehari-hari, mulai dari bertani, olah raga, membaca buku, bergaul dengan tetangga, dan segala hal yang ia alami dalam kehidupan sehari-hari.

Gunawan cukup rajin menulis dan mengolah catatan hariannya menjadi buku. Apa yang dialami oleh Gunawan juga kita alami. Bedanya, Gunawan menulis catatan harian, sementara kita tidak, atau paling tidak belum.

Perjalanan adalah sumber tulisan yang cukup subur. Saya menulis cukup banyak catatan terkait perjalanan ini, seperti https://www.kompasiana.com/ngainun-naim.berbagi/63aed5874addee34c66db4a2/yogyakarta-perjumpaan-dan-perjalanan, https://www.kompasiana.com/ngainun-naim.berbagi/63a9302b08a8b53e5d2b3d52/silaturrahmi-dan-ziarah-makam-kiai, https://www.spirit-literasi.id/2022/12/surabaya-sunan-bungkul-dan-jejak-ilmiah.html, dan masih banyak yang lainnya. Jadi tinggal memikirkan apa yang menarik untuk ditulis. Tentu bukan hanya memikirkan tetapi segera menindaklanjuti dalam tulisan.

Saya sering membaca bagaimana para penulis mencari ide. Simak saja di https://www.kompasiana.com. Di blog keroyokan tersebut berisi tulisan yang idenya sangat bervariasi. Saya tertarik, salah satunya, mengamati bagaimana para penulis mencari ide.

Ada sebuah tulisan tentang seorang penulis yang sengaja berjalan dari rumahnya menuju warung kopi yang jauhnya sekitar satu kilometer. Tentu bukan jarak yang dekat. Tujuan utamanya adalah mencari ide. Sepanjang jalan ia terus berpikir mau menulis tentang apa. Bahkan sampai pulang dari warung kopi ia terus berpikir dan belum mendapatkan ide.

Namun ide itu memang unik. Justru ketika beberapa saat sampai di rumah, ia mendapatkan ide. Ia pun menulis sebuah artikel yang kalau tidak salah bertema tentang warung kopi dan pencarian ide. Tema yang diangkat dari kisahnya mencari ide.

Ada yang sengaja naik sepeda berkeliling kampung. Sepanjang perjalanan ia mengamati jalanan dan lingkungan yang ia lewati. Tidak lupa mengambil gambar menarik. Pulangnya ia pun menulis tentang pengalaman perjalanan tersebut.

Kuliner adalah tema menulis yang tidak pernah habis. Ada yang menulis tentang tempat kuliner, menu tertentu, bahkan pengalaman memasak. Semua diulas secara menarik. Itu menunjukkan bahwa kuliner itu merupakan tema menulis yang jika diolah akan mampu menjadi tulisan yang memiliki daya tarik tersendiri.

Tulisan juga bisa lahir dari silaturrahmi. Pertemuan dengan seorang teman yang sengaja atau tidak sengaja bertemu. Kisah pertemuan, hikmah, dan hal-ikhwal pertemuan adalah ide yang menarik untuk dikembangkan menjadi tulisan.

Jika tidak memiliki ide, jadwalkan berkunjung ke rumah kawan atau kenalan. Pusatkan pikiran dan cermati aspek menarik apa saja yang bisa ditulis. Lewat cara semacam ini maka ide akan tumbuh dan berkembang. Sepulang dari kunjungan mulai merangkai dalam draft kasar, menuliskannya pelan-pelan, mengedit, dan jadilah sebuah tulisan.

Saya memiliki sebuah buku karya M. Faizi. Judulnya menarik, yaitu Ruang Kelas Berjalan, Catatan Perjalanan dari Terminal ke Terminal (Yogyakarta: Basabasi, 2018). Sebagaimana tercermin di judulnya, buku ini berisi catatan perjalanan penulisnya di banyak bus di Indonesia.

Bagi penulis buku, naik bus umum bukan sekadar bagaimana seseorang sampai ke tujuan. Saat naik bus, ada nilai-nilai kehidupan yang harus disampaikan kepada masyarakat luas. Ada banyak pelajaran yang memiliki makna bagi kehidupan. Pelajaran itu semacam pelajaran yang ada di ruang-ruang kelas. Itulah alasan utama mengapa buku tersebut diberi judul Madrasah Berjalan.

Jika Anda ingin membuat tulisan, Anda bisa membaca buku. Baca secara cermat. Tulis apa yang menjadi inti buku tersebut. Jenis tulisan yang bisa Anda buat adalah resensi buku. Tulisan resensi buku bermanfaat menginventarisir buku yang sudah Anda baca dan mempertajam ingatan terhadap poin penting dari buku yang Anda baca.

Meskipun tidak terlalu sering, saya beberapa kali membuat resensi buku. Misalnya saya mengulas buku catatan perjalanan Denik. https://www.kompasiana.com/ngainun-naim.berbagi/62939839bb4486531454ca82/denik-keberanian-dan-ketangguhan. Di web personal, saya memiliki cukup banyak resensi buku, misalnya https://www.spirit-literasi.id/2022/10/nyai-makkiyah-dalail-dan-kisah-kisah.html. Kumpulan resensi buku saya oleh menjadi buku dengan judul Teraju (2017).

Manusia itu pada hakikatnya menyukai keramaian. Namun ada juga momentum untuk menjaga keseimbangan hidup lewat menepi. Keluar dari rutinitas untuk merenungkan kehidupan sangat penting artinya. Pada momentum tertentu cara semacam ini bisa menghasilkan ide untuk menulis. Namun tidak selalu menepi menghasilkan tulisan, kecuali memang didasari oleh kreativitas untuk mencari ide.

Jika ditelusuri, ada sangat banyak cara mencari ide. Setiap orang memiliki pengalaman unik bagaimana mencarinya. Namun satu hal yang pasti bahwa ide itu dicari, bukan ditunggu.

Thomas Alva Edison memiliki kebiasaan mencatat apa pun yang berkelebat di pikirannya. Ada yang bisa diolah menjadi ide cemerlang dan temuan gemilang. Ada yang hanya menjadi sampah. Namun Edison konsisten mencatat. Konon ketika wafat, buku tulis yang berisi ide demi ide itu mencapai lebih empat ribu buah.

Begitulah, ide itu harus dicari, bukan ditunggu. Ini bermakna menulis itu perjuangan sejak dari tahap awal. Salam.

Trenggalek, 12 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun