Setiap jejak perjalanan memuat kisah yang tidak sederhana. Bagaimana ia bisa bertemu sastrawan kondang Ahmad Tohari yang tidak pernah diduga sebelumnya. Ia juga bertemu banyak kawan di sebagian kota yang dijelajahinya. Di Pati ia bertemu sesame pegiat literasi, yaitu April Cahaya. Di Tuban ia tidak sekadar bertemu tetapi juga menginap di rumah Hiday Nur, seorang pembelajar yang pernah menerima beasiswa LPDP sekaligus seorang penulis Tangguh.
Di Mojokerto ia disambut dengan hangat oleh Agus Pramono dan keluarganya. Ia pun diajak mengunjungi beberapa tempat penting di Mojokerto, seperti mengunjungi Patung Budha Tidur dan Museum Trowulan. Saat di Surabaya ia dikunjungi Heru, seorang penulis asal Nganjuk.
Semua teman yang bertemu dengan Denik tersebut merupakan teman maya yang baru bertemu muka saat Denik berkunjung. Ini menunjukkan bahwa Denik adalah ahli silaturrahim yang mudah bergaul. Bayangkan, hanya bermodal relasi di dunia maya, ia mampu membangun pertemuan di dunia nyata.
Buku ini saya beli langsung ke penulisnya karena secara tidak sengaja saya menemukan ulasannya di Kompasiana. Saya menyukai kisah penuh perjuangan ini. Meskipun demikian buku ini menyisakan tanya yang tidak perlu dijawab. Misalnya, bagaimana Denik pulang dari Surabaya ke Tangerang? Ada juga beberapa tanya di buku ini yang saya kira itu menjadi rahasia penulisnya.
Trenggalek, 29-5-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H