2015
0,41
2016
0,39
Sumber : BPS
Kenaikan gini ratio sejak otonomi daerah bukanlah kebetulan semata. Berdasarkan hasil penelitian Indef ( Institute Development of Economics and Finance ) dikatakan bahwa salah satu penyebab ketimpangan dan kesenjangan di Indonesia yang semakin lebar adalah sejak diberlakunya otonomi daerah. Dana perimbangan yang tujuan semula untuk memberikan sokongan kepada pemda untuk membangun daerahnya masing-masing justru tidak diikuti oleh kualitas belanja yang baik dan dikorupsi melalui proses penyusunan APBD yang tidak benar.
Saya melihat pemerintah harus berani mengganti UU No. 42 Tahun 2014 ini dengan Perpu yang bisa lebih tegas mengatur tentang dana perimbangan dan penyusunan anggaran belanja daerah yang benar dan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing dan serta pengawasan pelaksanaannya agar tidak bocor. Bila perlu APBN dan APBD di susun di pusat agar arah pembangunan jelas terkoordinasi dengan baik antara pusat dan daerah. Tentunya langkah ini akan menimbulkan gaduh politik yang besar terutama dari pihak-pihak yang selama ini menikmati bocornya APBD tersebut.
Kedua, Pengawasan yang ketat dari semua aparat untuk menjamin pelaksanaan APBN dan APBD tidak di korupsi. Pada jaman orde baru dikatakan tingkat korupsi sebesar 30% dari APBN, dan dijamin orde reformasi justru tingkat korupsi naik menjadi 45%. Disinilah reformasi birokrasi dengan menggunakan system Reword and Punishment      harus berjalan dengan baik. Sistem penggajian dan pemberian insentif harus ada dan terukur. Alangkah indahnya apabila setiap birokrasi dan aparat bisa di gaji dengan tinggi seperti perusahaan swasta, serta adanya pemberian insentif dengan menerapkan KPI ( Key Performance Indicators).
Pemberian insentif dan gaji yang tinggi dan memadai tentunya diharapkan juga, akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas kerja yang lebih baik, serta dapat merekrut SDM yang lebih berkualitas dari kalangan profesional.  Berdasarkan data 2015 hasil penelitian Cornel University, INSEAD dan WIPO diketahui tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan no.97. sebagai perbandingan Singapura di urutan no.7, Malaysia di urutran no.32, Thailand no.55, Brunai no.62, Kamboja no.93. Prihatin sekali ternyata kita masih kalah dari  Kamboja. Berdasarkan penelitian tersebut juga disebutkan tingkat produktivitas tenaga kerja Singapura 92.000 USD / tahun, Malaysia 33.000 USD / tahun, Indonesia 9.200 USD / tahun. Dan apabila dibandingkan rata-rata negara ASEAN sebesar 10.700 USD / tahun, ternyata Indonesia masih dibawah rata-rata negara ASEAN.
Tingkat produktivitas yang rendah juga disebabkan gizi buruk sehingga menghasilkan kualitas SDM yang kurang bermutu. Saya sangat setuju dengan program Menteri Susi yang menganjurkan agar setiap anak Indonesia harus mengkonsumsi ikan untuk menghasilkan anak Indonesia yang kuat dan cerdas. Selain itu program pemerintah baik pusat maupun daerah khususnya untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar seperti sanitasi, air bersih dan listrik harus bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat secara merata di seluruh daerah Indonesia.
Ketiga, Perlunya pemberian insntif pajak, program bunga murah serta pemberian lahan oleh pemerintah secara gratis untuk jenis industri tertentu pada daerah khusus yang ditunjuk pemerintah. Belajarlah kita dari China yang berani memberikan berbagai fasilitas dan insentif untuk industri yang dibangun di daerah kawasan tertentu. Hal ini akan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan ekonomi daerah setempat sehingga kita akan mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan.