Mohon tunggu...
Ngadiman
Ngadiman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ketimpangan Distribusi Kekayaan, Mengapa?

15 Juli 2017   19:43 Diperbarui: 16 Juli 2017   03:26 1860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay - Stevepb

Kita perlu bersabar menunggu semua pembangunan ini selesai sehingga dapat menciptakan pembangunan yang menyeluruh, terintegrasi dan pada akhirnya penciptaan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang lebih merata di semua wilayah Negara Republik Indonesia.

Keempat, gagalnya fungsi pajak dalam melakukan proses pendistribusian kekayaan yang lebih merata antara yang kaya dengan yang miskin. Pembayaran pajak atau penerimaan pajak dibandingkan dengan PDB atau yang dikenal dengan tax ratio hanya sekitar 10,5% ditahun 2016 atau menduduki peringkat terendah kedua di asia tenggara. Ini berarti masih rendahnya kesadaran masyarakat membayar pajak atau tingkat compliance yang masih rendah di satu sisi dan disisi lain kita harus mengakui bahwa kemampuan pemerintah untuk menggali sumber penerimaan dari sektor--sektor ekonomi belum optimal.

Sementara kita sangat mengharapkan penerimaan pajak sebagai salah satu sumber terbesar dalam mengisi APBN Indonesia. Di tahun 2017 target penerimaan pajak adalah sebesar Rp 1498,87 triliun, atau naik 15% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2016. Apa yang harus dilakukan agar target penerimaan pajak ini dapat tercapai? Reformasi pajak harus segera dilaksanakan. Rencana pemerintah untuk menurunkan tarif pajak seperti yang telah di janjikan pada saat program amnesty harus segera dilakukan. Tarif pajak yang kompetitif dibandingkan dengan negara lain diharapkan dapat meningkatkan investasi dari luar negeri maupun dalam negeri. Penurunan tarif juga diyakini dapat memperbaiki iklim usaha Indonesia. Namun demikian kita harus hati -- hati dengan adanya penurunan tariff PPh, harus dapat di imbangi dengan perluasan basis pajak sehingga penerimaan pajak akan terjamin. Penurunan tarif pajak selain PPh, penurunan PPN juga akan dijalankan dengan harapan dapat meningkatkan pertumbuhan konsumsi masyarakat.

Tapi perlu diingat bahwa reformasi perpajakan saja tidak akan berarti apabila tidak diikuti dengan reformasi dijajaran Bea dan Cukai. Maraknya Penyelundupan atau lalu lintas masuk keluar barang melalui jalur "Kapal selam" (penyelundupan) apabila tidak diberantas maka usaha dari aparat pajak untuk mengejar penerimaan akan sia-sia. Kita semua mengetahui maraknya penyelundupan yang dilakukan oleh para importer / Pengusaha akan merusak tatanan perekonomian yang ideal. Selain hilangnya potensi penerimaan pajak dimana idealnya setiap kali melakukan impor, barang tersebut tercatat dan membayar bea masuk, PPh impor dan PPN impor tidak terjadi. 

Begitu juga pada saat dijual  dipasar, pemajakan atas penjualan barang tersebut juga susah untuk di lakukan karena beredar di pasar gelap atau "Black Market". Menkeu atau bapak presiden harus mempertimbangkan opsi lain apabila reformasi di jajaran Dirjen Bea Cukai tidak berjalan, lebih baik diserahkan ke SGS ( Sociate Generale de Surveillance ) badan pabean dunia yang berpusat di swiss untuk membersihkan oknum -- oknum yang bermain didalam Bea Cukai. Hali ini pernah oleh Almarhum Menkeu jaman orde baru, Bapak Ali Wardhana.

Kelima, Pemusatan penguasaan lahan oleh perusahaan besar dan invidu kaya membuat jarak ketimpangan semakin besar. Kita mengetahui bahwa tanah merupakan unsur penting didalam ekonomi yakni sebagai faktor produksi. Penguasaan tanah harus diatur dengan baik sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia. Lahan -- lahan produktif untuk pertanian harus dijaga untuk rakyat kecil yang masih banyak hidup dan bekerja disektor tersebut. Lahan-lahan produktif apabila tidak digarap untuk produksi harus dicabut hak pengusaannya. Pemberian hak penguasaan tanah kepada pihak swasta harus di evaluasi baik baik dalam bentuk HPH, HTI, HTR, Perkebunan apabila tidak dijalankan usahanya maka harus dicabut izinnya. Idealnya penguasaan tanah atau lahan harus dapat memberikan dampak positif buat semua rakyat Indonesia melalui peningkatan kesejahteraan rakyat yang semakin baik dan merata.

Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengutip perkataan Nelson Mardela tentang ketidak adilan "We must work together to ensure the equitable distribution of wealth, opportunity, and power in our society".

Dr. Ngadiman

Pengamat Ekonomi

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun