Kepatuhan terhadap ambang batas omzet ini sangat penting bagi dunia usaha dalam menentukan kewajiban perpajakannya dan memastikan kepatuhan yang tepat terhadap norma peraturan.Kegagalan untuk memperoleh status ini dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan. Apabila pada akhir tersebut gagal memperoleh status PKP, maka dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 39 UU KUP. Sanksi tersebut dapat berupa pidana penjara paling singkat 6 bulan sampai dengan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit dua kali lipat dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, sampai dengan empat kali jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar
Berikut contoh permasalahan dalam pengukuhan PKP WP Badan.
Misal, sebuah PT A yang berlokasi di Serpong sejak tahun 2020. Omset PT A tahun 2020 sebesar Rp 5 milyar, tahun 2021 sebesar Rp 4 milyar dan sampai dengan 20 Oktober 2022 sebesar Rp 6 milyar. Untuk memudahkan pengiriman, PT A mempunyai gudang penyimpanan di kawasan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, dan sudah diberikan NPWP cabang oleh Kantor Pajak Tanjung Priuk sejak 28 Oktober 2020. Atas kondisi tersebut, PT A harus dikukuhkan sebagai PKP karena omset/peredaran usahanya telah melebihi 4.8 M sebagaimana diatur di Pasal 44 ayat (1) PMK Nomor 147/PMK.03/2017 dan Pasal 4 PMK Nomor 197/PMK.03/2013. PT A bisa mendapatkan sanksi pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 39 UU KUP.
Lebih kompleks lagi, misalkan PT B pengelola hotel sudah ber-NPWP sejak 2 Oktober 2015. Pendapatan hotel PT B telah dikenakan pajak daerah. Pada saat pandemi covid-19, perusahaan menjual salah satu vila dengan harga Rp10 milyar. Dari kasus tersebut, PT B perlu mendaftarkan diri sebagai PKP jika peredaran usahanya melebihi 4.8 Miliar dan melakukan penyerahan BKP atau JKP yang terutang PPN. Untuk jasa pelayanan hotelnya sendiri tidak dipungut PPN karena merupakan objek Pajak Daerah yaitu Pajak Hotel. Namun, jika PT B menyediakan jasa hotel untuk nontamu hotel seperti jasa laundry, jasa fitness center, jasa massage dan spa, serta jasa lainnya yang dinikmati oleh orang lain di luar tamu menginap dikenakan PPN sebesar 11% dari dasar pengenaan pajak.
Pengukuhan sebagai PKP memerlukan tanggung jawab yang luas bagi dunia usaha, termasuk yang memungut PPN ataupun pengusaha kecil sekalipun, mematuhi tenggat waktu pengajuan, memelihara catatan keuangan yang akurat, dan menjalani pemeriksaan pajak berkala. Ketidakpatuhan atau kegagalan untuk memastikan status PKP meskipun memenuhi kriteria dapat mengakibatkan sanksi berat dan dampak hukum, seperti hukuman penjara dan denda yang besar
Rumitnya kewajiban WP di Indonesia memerlukan pemahaman yang komprehensif mengenai status PKP. Memahami dan mematuhi persyaratan status PKP merupakan hal mendasar bagi dunia usaha di Indonesia. Memastikan perusahaan memenuhi kewajiban perpajakannya dan menghindari sanksi, serta menjaga kepatuhan perpajakan. Hal ini menekankan pentingnya mematuhi peraturan perpajakan dan memenuhi kewajiban untuk memitigasi risiko yang terkait dengan ketidakpatuhan. Kepatuhan terhadap norma-norma ini tidak hanya menjunjung tinggi tanggung jawab hukum dunia usaha, tetapi juga menumbuhkan lingkungan yang kondusif bagi praktik perpajakan yang beretika dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H