Mohon tunggu...
Nurul Fadila Hasibuan
Nurul Fadila Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswa Semester 3 Politeknik Keuangan Negara STAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memahami Status PKP: Mengungkap Kunci Kepatuhan Pajak Pelaku Usaha di Indonesia

2 Januari 2024   05:30 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:28 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kepatuhan terhadap ambang batas omzet ini sangat penting bagi dunia usaha dalam menentukan kewajiban perpajakannya dan memastikan kepatuhan yang tepat terhadap norma peraturan.Kegagalan untuk memperoleh status ini dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan. Apabila pada akhir tersebut gagal memperoleh status PKP, maka dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 39 UU KUP. Sanksi tersebut dapat berupa pidana penjara paling singkat 6 bulan sampai dengan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit dua kali lipat dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, sampai dengan empat kali jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar

Berikut contoh permasalahan dalam pengukuhan PKP WP Badan.

Misal, sebuah PT A yang berlokasi di Serpong sejak tahun 2020. Omset PT A tahun 2020 sebesar Rp 5 milyar, tahun 2021 sebesar Rp 4 milyar dan sampai dengan 20 Oktober 2022 sebesar Rp 6 milyar. Untuk memudahkan pengiriman, PT A mempunyai gudang penyimpanan di kawasan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, dan sudah diberikan NPWP cabang oleh Kantor Pajak Tanjung Priuk sejak 28 Oktober 2020. Atas kondisi tersebut, PT A harus dikukuhkan sebagai PKP karena omset/peredaran usahanya telah melebihi 4.8 M sebagaimana diatur di Pasal 44 ayat (1) PMK Nomor 147/PMK.03/2017 dan Pasal 4 PMK Nomor 197/PMK.03/2013. PT A bisa mendapatkan sanksi pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 39 UU KUP.

Lebih kompleks lagi, misalkan PT B pengelola hotel sudah ber-NPWP sejak 2 Oktober 2015. Pendapatan hotel PT B telah dikenakan pajak daerah. Pada saat pandemi covid-19, perusahaan menjual salah satu vila dengan harga Rp10 milyar. Dari kasus tersebut, PT B perlu mendaftarkan diri sebagai PKP jika peredaran usahanya melebihi 4.8 Miliar dan melakukan penyerahan BKP atau JKP yang terutang PPN. Untuk jasa pelayanan hotelnya sendiri tidak dipungut PPN karena merupakan objek Pajak Daerah yaitu Pajak Hotel. Namun, jika PT B menyediakan jasa hotel untuk nontamu hotel seperti jasa laundry, jasa fitness center, jasa massage dan spa, serta jasa lainnya yang dinikmati oleh orang lain di luar tamu menginap dikenakan PPN sebesar 11% dari dasar pengenaan pajak.

Pengukuhan sebagai PKP memerlukan tanggung jawab yang luas bagi dunia usaha, termasuk yang memungut PPN ataupun pengusaha kecil sekalipun, mematuhi tenggat waktu pengajuan, memelihara catatan keuangan yang akurat, dan menjalani pemeriksaan pajak berkala. Ketidakpatuhan atau kegagalan untuk memastikan status PKP meskipun memenuhi kriteria dapat mengakibatkan sanksi berat dan dampak hukum, seperti hukuman penjara dan denda yang besar

Rumitnya kewajiban WP di Indonesia memerlukan pemahaman yang komprehensif mengenai status PKP. Memahami dan mematuhi persyaratan status PKP merupakan hal mendasar bagi dunia usaha di Indonesia. Memastikan perusahaan memenuhi kewajiban perpajakannya dan menghindari sanksi, serta menjaga kepatuhan perpajakan. Hal ini menekankan pentingnya mematuhi peraturan perpajakan dan memenuhi kewajiban untuk memitigasi risiko yang terkait dengan ketidakpatuhan. Kepatuhan terhadap norma-norma ini tidak hanya menjunjung tinggi tanggung jawab hukum dunia usaha, tetapi juga menumbuhkan lingkungan yang kondusif bagi praktik perpajakan yang beretika dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun