Mohon tunggu...
Jeanny Ivones
Jeanny Ivones Mohon Tunggu... -

saya adalah anak ayah ibu saya...Kuliah di School of Nursing, Faculty of Medicine, Diponegoro University saya punya blog juga di wordpress bisa visit di http://nezfine.wordpress.com email : nesfine@gmail.com, nesfine@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik

4 Desember 2010   13:22 Diperbarui: 4 April 2017   16:45 7506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  1. A. DEFINISI


Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbumenemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997)


  1. B. ETIOLOGI


Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh Glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi keganasan penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik seperti :


  1. Glomerulonefritis primer :
  2. a.     GN lesi minimal
  3. b.     Glomerulosklerosis fokal
  4. c.     GN membranosa
  5. d.     GN membranoproliferatif
  6. e.     GN proliferatif lain

    1. Glomerulonefritis sekunder akibat :
    2. a.     Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C. Sifilis, malaria, skisotoma, TBC, Lepra
    3. b.     Keganasan : Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin, mieloma multipel, dan karsinoma ginjal.
    4. c.     Penyakit jaringan penghubung : Lupus eritematosus sistemik, artritis reumathoid, MCTD
    5. d.     Efek obat dan toksin : obat antiinflamasi nonsteroid, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
    6. e.     Lain-lain : DM, amiloidosis, preeklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks vesicoureter, atau sengatan lebah (Sudoyo dkk, 2006).


  1. C. PATOFISIOLOGI


Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.

Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi hormon ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.

Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma.

Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria.

Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebnabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng.

(Suriadi, 2001)


  1. D. MANIFESTASI KLINIK

    1. Kenaikan berat badan
    2. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama di sekitar mata, tampak pada saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari
    3. Pembengkakan abdomen (asites)
    4. Efusi pleura
    5. Pembengkakan labia atau skrotum
    6. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia, dan absorpsi intestinal buruk
    7. Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai
    8. Iritabilitas
    9. Mudah letih
    10. Letargi
    11. Tekanan darah normal atau sedikit menurun
    12. Rentan terhadap infeksi
    13. Perubahan urin seperti penurunan volume dan urin berbuih


(Donna L Wong, 2009)


  1. E. KOMPLIKASI


Komplikasi yang dapat terjadi :


  1. 1.     Hipovolemi
  2. 2.     Infeksi pneumokokus
  3. 3.     Dehidrasi
  4. 4.     Hilangnya protein dalam urin
  5. 5.     Venous trombosis


(Suriadi, 2001)


  1. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab SN sangat luas maka anamnesis dan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan urin, termasuk pemeriksaan sedimen, perlu dilakukan dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum, kolesterol, dan trigliserida juga mambantu penilaian terhadap SN. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik klien perlu diperhatikan. Pemeriksaan serologit dan biopsi ginjal sering diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyebab GN sekunder. Pemeriksaan serologit sering tidak banyak memberikan informasi dan biayanya mahal. Karena itu sebaiknya pemeriksaan serologit hanya dilakukan berdasarkan indikasi yang kuat (Sudoyo dkk, 2006).


  1. G. PENATALAKSANAAN


Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :


  1. Diet tinggi protein
  2. Pembatasan sodium jika anak hipertensi
  3. Antibiotik untuk mencegah infeksi
  4. Terapi diuretik sesuai program
  5. Terapi albumin jika intake oral dan output urin kurang
  6. Terapi prednison dengan dosis 2 mg/Kg/hari sesuai program


(Suriadi, 2001)


  1. H. ASUHAN KEPERAWATAN

    1. a.      Riwayat perawatan
    2. b.      Pemeriksaan fisik khususnya fokus edema
    3. c.      Monitor TTV dan deteksi infeksi dini atau hipovolemia
    4. d.      Status hidrasi


  1. PENGKAJIAN

  • Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
  • Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
  • Pantau perdarahan
  • Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi
  • Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin


(Wilkinson, 2007)


  1. e.      Monitor hasil laboratorium dan pantau urin setiap hari, adanya protein
  2. f.      Pengkajian pengetahuan keluarga tentang kondisi dan pengobatan
  3. a.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi.
  4. b.      Resiko infeksi berhubungan dengan terapi immunosuppressive dan hilangnya gama globulin.
  5. c.      Risiko kurangnya volume cairan (intravaskular) berhubungan dengan proteinuria, edema dan efek diuretik.
  6. d.      Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.
  7. e.      Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak.
  8. a.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi

  1. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

  1. INTERVENSI


Tujuan dan kriteria hasil :


  • Anak tidak memperlihatkan tanda-tanda kerusakan kulit seperti kulit kemerahan, tenderness bila disentuh, dan tidak lecet.
  • Klien dapat mempertahankan kulit secara utuh.
  • Menunjukkann perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.


Intervensi :

1)      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan, eksoriasi, observasi terhadap ekmosis, purpira.

2)      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, dan membran mulosa.

3)      Inspeksi area tergantung terhadap edema.

4)      Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan; beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku atau tumit.

5)      Berikan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim.

6)      Pertahankan linen kering, bebas keriput, dan selidiki gatal.

7)      Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritus.

8)      Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.

9)      Kolaborasi : berikan matras busa.

(Doengoes, 2000)


  1. b.      Resiko infeksi berhubungan dengan terapi immunosuppressive dan hilangnya gama globulin


Tujuan dilakukan tindakan perawatan adalah  klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut :


  • WBC dalam batas normal
  • Temperatur normal
  • Tidak ada nyeri abdomen
  • Tidak ada batuk


Intervensi :

1)      Tingkatkan cuci tangan pada pasien dan staf.

2)      Hindari prosedur invasif instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap, kapanpun mungkin gunakan teknik aseptik bila merawat atau memanipulasi IV/area invasif.

3)      Perhatikan adanya edema, drainase, dan purulen.

4)      Berikan perawatan kateter rutin dan tingkatkan perawatan perianal.

5)      Dorong napas dalam, batuk, dan pengubahan posisi sering.

6)      Observasi integritas kulit.

7)      Awasi tanda vital.

8)      Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium, contoh SDP dan diferensial.

9)      Kolaborasi: ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas, berikan antibiotik tepat sesuai indikasi.

(Doengoes, 2000)


  1. c.      Risiko kurangnya volume cairan (intravaskular) berhubungan dengan proteinuria, edema dan efek diuretik.


Tujuan dilakukan tindakan keperawatan adalah klien akan mendapatkan keseimbangan volume cairan dengan kriteria hasil :


  • Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang.
  • Turgor kulit baik.
  • Membran mukosa lembab.
  • Nadi perifer teraba.
  • Berat badan dan tanda vital stabil.
  • Elektrolit dalam batas normal.


Intervensi :

1)      Ukur pemasukkan dan pengeluaran dengan akurat, hitung pengeluaran tak kasat mata.

2)      Berikan cairan yang diperbolehkan selama periode 24 jam.

3)      Awasi tekanan darah (perubahan postural) dan frekuensi jantung.

4)      Perhatikan tandan dan gejala terjadinya dehidrasi contoh membran mukosa kering, haus, sensori dangkal, vasokontriksi perifer.

5)      Kontrol suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur.

6)      Kolaborasi : awasi pemeriksaan elektrolit darah contohnya natrium.

(Doengoes, 2000)


  1. d.      Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan air.


Tujuan dilakukan tindakan perawatan adalah klien mendapatkan kesimbangan antara intake dan output dengan kriteria hasil :


  • Menunjukkan haluaran urin yang tepat.
  • Berat jenis atau hasil laboratorium mendekati normal.
  • Berat badan stabil.
  • Tanda vital dalam batas normal.
  • Tak ada edema.


Intervensi :

1)      Observasi denyut jantung, tekanan darah, dan CVP

2)      Catat pemasukkan dan pengeluaran akurat. Termasuk cairan aditif antibiotik. Ukur kehilangan GI dan perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh berkeringat.

3)      Pantau berat jenis urin.

4)      Rencanakan penggantian cairan pada pasien, dalam pembatasan multipel. Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam.

5)      Timbang berat badan tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama.

6)      Evaluasi derajat edema (pada skala 1-4)

7)      Auskultasi paru dan bunyi jantung.

8)      Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium darah (contoh kreatinin, natrium, kalium).

9)      Kolaborasi : berikan obat diuretik.

(Doengoes, 2000)


  1. e.      Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak.


Tujuan dilakukan tindakan perawatan adalah klien dan keluarga tidak menunjukkan gejala kecemasan dengan kriteria hasil :


  • Menyatakan perasaan waspada dan penurunan kecemasan sampai pada tingkat dapat diatasi.
  • Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif.
  • Tampak rileks, dapat tidur/istirahat dengan tepat.


Intervensi :

1)      Kaji tingkat cemas pada pasien dan keluarga. Perhatikan tanda pengingkaran, depresi atau penyempitan fokus perhatian.

2)      Jelaskan prosedur atau asuhan yang diberikan. Ulangi penjelasan sesuai dengan kebutuhan.

3)      Akui penornalan perasaan pada situasi ini.

4)      Dorong dan berikan kesempatan untuk pasien atau keluarga menyatakan perasaan atau mengajikan pertanyaan.

5)      Akui masalah pasien atau keluarga.

6)      Tunjukkan indikator positif pengobatan.

(Doengoes, 2000)


  1. EVALUASI

  1. a.      Anak tidak memperlihatkan tanda-tanda kerusdakan kulit seperti kemerahan, tenderness bila disentuh dan tidak lecet.
  2. b.      Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti ditandai dengan WBC dalam batas normal, temperatur normal, tidak ada nyeri abdomen dan tidak ada batuk.
  3. c.      Anak tidak mengalami hipovolemia yang ditandai dengan tekanan darah, urine output, Hgb, dan Hct dalam batas normal.
  4. d.      Anak memperlihatkan berat badan stabil dan tidak ada kesukaran dalam bernapas.
  5. e.      Orang tua tampak lebih rileks dan berpatisipasi dalam perawatan dan memahami kondisi anak.


(Suriadi, 2006)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun