Mohon tunggu...
H. N. Sobolim
H. N. Sobolim Mohon Tunggu... Freelancer - word id power

Anak Yesus Kristus dan Adik Dari Che Guevara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kalau Referendum Tidak Boleh, Hak Menentukan Nasib Sendiri Boleh, Pak?

18 Juli 2019   03:09 Diperbarui: 18 Juli 2019   03:10 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo guys.., masih ingat Muzakir Manaf? Sang mantan Panglima GAM yang menggertak sebentar lalu kemudian meminta maaf itu, seruannya untuk referendum Aceh itu membuat dunia maya  hebo. Awalnya video berdurasi 5 menit lebih itu diunggah di Facebook, kemudian  dibagikan ulang di berbagai sosial media. Berkat seruan itu, pendapatan konten kreator Youtube pun turut meningkat.

Pernyataan itu ditanggapi dengan serius oleh berbagai pihak mulai dari akademi, politisi hingga pejabat negara. Terlepas dari berbagai alasan keluarnya seruan pria yang disapa Mualem itu, dan masing pendapat sejumlah kalangan, yang menggelihkan adalah larangan dari Menkopolhukam, Wiranto, yang menyebutkan bahwa referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak  ada, jadi gak relevan lagi.

Memang enak berada di posisi Pak Wir. ini, apa-apa bisa dilarang, apa lagi bicara dengan undang-undang siapa saja lihat pasti diam. Menurut sang Jendral rekan duel Jendral Kivlan Zein itu, sekaligus palang pintu terakhir dibelakang penyerangan Jokowi itu, Tap MPR mengenai referendum nomor 8 tahun 1998 telah dicabut melalui Tap MPR nomor 4 tahun 1993.

Begitupun undang-undang yang mengatur soal referendum, yakni UU No 6 Tahun 1999 telah mencabut UU No 5 Tahun 1985 tentang referendum.

Kalau sudah dicabut, bisa tanam lagi kan ?! Batang pisang saja habis dicabut bisa ditanam ulang. Apa yang susah di Republik ini? Heheh

Oh ya, terus yang menjadi pertanyaan lagi, referendum tentang apa yang dilarang? Mengingat di bumi yang kita huni ini referendum dilakukan dalam dua hal.  Pertama ,seperti mau potong kumis tapi ada harus mendapat restu dari pacar. Kedua, ibarat memberikan kesempatan kepada pacar untuk menemukan pacar baru, setelah membuat kesepakatan bersama. Meski tak relah.

Untuk yang alasan pertama diatas, pernah dilakukan di negeri tante Elisabet II, ketika ingin keluar dari keanggotaannya di Uni Eropa, rakyat Inggris memberikan hak suara mereka dan juga contoh lain lagi perubahan nama negara Makedonia menjadi Makedonia Utara pada 2018 lalu. Kedua, kerelahan dari negara tempat Panglima besar Napoleon Bonaparte lahir kepada rakyat Kaledonia Baru, agar memilih apakah tetap dibawah kekuasaanya atau pisah membentuk pemerintahan sendiri. Di Indonesia sendiri, hal yang sama  pernah terjadi di tahun 1999, dimana referendum untuk Timor Timur (Timor Leste) diberikan.

Timor Leste yang akhirnya berpisah, ada Aceh yang kemudian membuat kesepakatan bersama dengan pemerintah pusat yang dikenal dengan perjanjian Helsinki. Selain itu,

Papua adalah salah satu wilayah yang menuntut referendum. Referendum yang dituntut bukan karena tidak diperhatian dalam pembangunan infrastruktur, ekonomi, kesejahteraan dan lainnya. Tapi agar sejarah yang belok-belokan itu diluruskan. Suara tuntutan referendum menggema di mana-mana hingga di sejumlah negara. Termasuk di Indonesia sendiri.

Larangan yang dimaksud Pak Wiranto itu dalam konteks mana? Kalau tidak menyebut salah satunya, maka semua berhak bebas tafsir. Artinya, rakyat tidak akan diberikan kesempatan dalam perubahan mendasar tertentu.

Tapi jika kedua-duanya  dilarang juga, maka usulan untuk menyikapinya menjadi hak menentukan nasib sendiri. Mengingat Perserikatan Bang-Bang rumah Honai besar yang menampung dan memutuskan seluruh curhatan, tipuan, nasib, curahan hati, keluh kesah, semua makhluk di dunia ini telah mengakui dan menghormati kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, dan juga mungkin biaya maskawin saya dengan si dia nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun