Mohon tunggu...
Cinta Renjana
Cinta Renjana Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Naskah Drama Opera, Hoby Otodidak

Menulis, menulis dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menulis Perlu Keberanian

18 April 2018   19:18 Diperbarui: 18 April 2018   19:28 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaman sudah berubah, beda dulu, beda sekarang. 

Jaman dulu aku masih muda, nulis pakai mesin ketik 'OLIVETTI' jari lentikku bukan ketak-ketik tapi cetak-cetok.
Haha ... aku tertawa geli sendiri.

Kalau di rumah nulis pakai mesin ketik pribadi, merk 'Olivetti' biru muda, pemberian dari kakak nomer 2 yang membiayai sekolahku. Kadang aku bawwa dengan nggaya / aksi, menenteng mesin ketik portable, merasa jadi orang kantoran.

Menulis perlu keberanian.

Enak jaman sekarang, naskah sudah di meja redaksi, masih gampang di koreksi/ edit sana sini, baru acc terus naik cetak.
Jaman dulu, ribet banget, mesin cetaknya masih manual, diputar dengan tangan, pokoknya jadul banget.

Meliput berita, menulis wawancra, pakai tulisan 'steno' tulis cepat, wartawan harus bisa nulis steno, setelah dapat bahannya, baru diketik pakai mesin ketik jadul.

Itu masalah hardware'nya. Masalah sofware'nya beda lagi.

Itulah yang aku tahu, liku-liku dunia tulis journalis jadul, taoon 60-70-80an.

Kalau ada yang salah mohon di koreksi.

Nulis berita, atau laporan pakai 'pena' masih dengan tinta isian, belum model ballpoint. Maka dari itu, wartawan di sebut 'Kuli Tinta'.

Isi laporan, terutama berita, ditakuti para Pejabat, karena berita yang di muat di media cetak, bisa sangat tajam, setajam pena yang dipakai menulisnya.

~~~

Gambar diatas, siang tadi baru aku buat foto mesin ketik jadul yang aku punya di taoon 60an akhir, aktif aku pakai nulis taoon 70an, sekalian buat cari tambahan uang saku, jual jasa pengetikan skripsi.

Yaitulah seni tulis menulis jaman dulu, hanya sepintas, kalau mau nulis semua, mungkin butuh 100 lembar kertas masih kurang.

~~~

Dengan dasar pengetahuan, ketrampilan, kecermatan, seorang penulis perlu keberanian untuk menyampaikan berita sesuai fakta.
Tidak sedikit wartawan yang terancam jiwanya, karena orang yang diberitakannya tersinggung, merasa dirugikan, tidak terima kedoknya dibuka dan lain-lain kasus. didatangi kekantor, marah-marah, mengancam keselamatan dirinya.

Nah ... Disinilah peran seorang 'PimRed' Pimpinan Redaksi merangkap penanggung jawab, harus berada di 'garda' paling depan, membela anak buahnya, tanggung jawabnya sangat berat.

Tidak ada model mebuka dapur redaksi, terus memberi tahu siapa wartawan yang meliput beritanya. Semua tanggung jawab 'pimred'.

Aku posting cerita ini, dalam rangka mengenang 'Mesin ketik Olivetti'ku sayang, kini jadi kenangan, masa mudaku, waktu aku mulai belajar menulis.

Kini ...
Ketiga anakku suka menulis, keluargaku jadi keluarga 'komunikasi'. Terima kasih para pembaca, terima kasih Kompasiana 'Mimbar Bebas'ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun