Beberapa waktu yang lalu, kita disuguhi berbagai pertunjukan dari sejumlah partai politik mengenai siapa-siapa figur yang akan dicalonkan menjadi kepala daerah pada perhelatan pilkada 27 November mendatang. Salah satu pilkada yang paling disorot adalah Jakarta. Meski sudah ada ibu kota Nusantara, namun Jakarta masih sanggup menyedot perhatian nyaris seantero masyarakat Indonesia.
Koalisi Indonesia Maju yang telah berhasil membawa duet Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres 2024, resmi mengusung Ridwan Kamil dan Suswono sebagai kandidat gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Sementara PDI Perjuangan, resmi mengajukan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai kontestan pilgub Jakarta.
Beralih dari Jakarta, Presiden Jokowi tetap menjadi sorotan dalam pilkada kali ini. Menantunya, Bobby Nasution, resmi mengajukan diri sebagai calon gubernur Sumatera Utara. Bergeser ke Jawa Tengah, mantan Panglima TNI Andika Perkasa diusung PDI Perjuangan untuk menjadi calon gubernur di provinsi yang dikenal sebagai basis banteng tersebut.
Menurutku, Andika Perkasa ini menjadi sesuatu yang unik. Sebelum menjadi Panglima TNI, dia pernah berada di circle Jokowi sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Tetapi dalam konteks pilkada Jawa Tengah, Andika tidak diajukan Koalisi Indonesia Maju yang notabene merupakan koalisi yang mendukung pemerintahan Jokowi. Ia malah diajukan partai banteng moncong putih.
Pemilihan kepala daerah 2024 tentu akan menarik, karena ini merupakan gelaran pilkada pertama di era Prabowo. Aku masih menunggu, kejutan-kejutan apa yang bakal muncul. Siapakah kepala daerah yang akan menjadi media darling? Siapa sajakah kepala daerah yang paling mendapat sorotan?
Pilkada Bukittinggi
Saat ini aku tidak bisa terlepas dari Bukittinggi. Ya, kota bersejarah ini menjadi tempatku mencari nafkah. Kuakui, aku belum ber-KTP Bukittinggi. Namun, aku cukup tertarik untuk mengikuti gelaran pemilihan kepala daerah di kota terbesar kedua di Sumatera Barat tersebut.
Untuk memenuhi informasi terkait kota tempatku tinggal sekarang, aku follow sejumlah akun media lokal. Dari sini aku jadi tahu, info-info terbaru soal Bukittinggi. Termasuk terkait Erman Safar. Ya, dia merupakan kader Partai Gerindra yang menjadi Wali Kota Bukittinggi saat ini.
Pada pilkada Bukittinggi sebentar lagi, sang incumbent kembali turun gunung. Pada periode pertama Erman Safar berpasangan dengan Marfendi. Tetapi kali ini, ia tak lagi menggandeng wakil wali kota tersebut. Erman memilih Heldo Aura sebagai calon wakil wali kota.
Selama pengamatanku pada pilkada Bukittinggi ini, ada satu yang menarik perhatianku. Aku menemukan sebuah postingan mengenai Erman Safar yang diunggah di akun instagram @greatbukittinggi. Kamu bisa melihatnya di bawah.
Pada unggahan ini, Erman Safar terlihat sedang duduk bersila. Ia berbicara di depan sejumlah orang, yang kurasa mereka adalah tim sukses dari Erman. Sang petahana sepertinya sedang melakukan konsolidasi dengan timnya untuk memenangkan pilkada Bukittinggi.
Jangan salah sangka dulu, ya. Artikelku ini bukan lantaran aku memberikan dukungan atau bersimpati kepada Erman Safar. Tidak. Dalam pilkada Bukittinggi ini aku netral. Wong aku tidak bakal mencoblos salah satu dari mereka, karena tidak ber-KTP Bukittinggi. Hehee.
Namun aku tertarik dengan isi pembicaraan Erman yang ter-capture dalam postingan instagram tersebut. Dia membahas soal pendidikan politik. Sebagai kader Gerindra, Erman mengutip kata-kata yang pernah dilontarkan Prabowo Subianto.
Menurut Erman, Prabowo pernah berujar kepada segenap kader Gerindra yang hendak berkontestasi dalam pilkada. Bahwa jika ingin menjadi pemimpin dan orang besar, maka berkutatlah dengan ide. Ide, gagasan dan konsep itu wajib dimunculkan oleh seorang calon pemimpin.
Penjelasan ini masih ada lanjutannya. Jika seorang calon pemimpin harus piawai berbicara gagasan dan konsep, lain halnya dengan seorang "biasa". Orang biasa itu membicarakan peristiwa. Membicarakan kejadian-kejadian tertentu.
Selain itu, masih ada kategori lainnya. Kelompok berikutnya adalah orang kecil atau kerdil. Nah, kategori orang yang pantas disebut kerdil adalah mereka yang suka membicarakan orang lain. Si A seperti ini. Si B seperti itu. Dan bahkan suka membanding-bandingkan.
Dari postingan Erman Safar ini, aku jadi manggut-manggut sendiri. Ada benarnya juga. Barangkali aku tidak bersimpati dengan Prabowo dan Partai Gerindra. Namun, pendidikan politik yang mereka sampaikan cukup mengena bagiku. Ada poin pendidikan politik yang perlu dipahami oleh masyarakat. Khususnya dalam menghadapi pilkada sebentar lagi.
Aku jadi teringat dengan sebuah pekerjaan yang sedang kugeluti di kantor tempatku bekerja. Aku sedang mengerjakan sebuah penelitian atau kajian terkait pemikiran Bung Hatta. Ada bagian soal pendidikan politik.
Menurut Bung Hatta, pendidikan politik dilakukan melalui pendekatan yang lebih intim dan mendidik secara langsung kelompok kecil untuk menjadi kader-kader yang kemudian akan menyebarkan ide-idenya. Program partai yang baik adalah yang fokus pada pembinaan organisasi, bukan hanya mengandalkan rapat umum atau kepemimpinan.
Bagiku, postingan Erman Safar yang sedang kubahas ini cukup relate dengan apa yang sedang kupelajari soal Bung Hatta. Meski barangkali konteksnya sedang berkonsolidasi untuk pemenangan pilkada, tetapi apa yang dilakukan Erman ini mencerminkan upaya pendidikan politik seperti yang pernah digagas Bung Hatta.
Mengumpulkan tim dengan jumlah personel yang tidak banyak. Kemudian melakukan komunikasi secara intens dan intim. Menurutku, pola komunikasi seperti ini akan lebih efektif. Efektif untuk menyampaikan ide dan visi misi yang akan diusung. Ketimbang berkampanye secara terbuka dengan audiens yang superbanyak.
Hhmm, buat kamu yang tempat tinggalnya akan bergulir pilkada, selamat menikmati ya! Pilihlah yang paling sesuai preferensi dan hati nurani. Mari kita nikmati pesta demokrasi dengan euforia yang tinggi. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H