Mohon tunggu...
Johar Dwiaji Putra
Johar Dwiaji Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai

Alumni Ilmu Komunikasi. PNS dan staf Humas.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dear Diri Sendiri, Mainlah ke Alam Lebih Sering

17 April 2023   16:57 Diperbarui: 17 April 2023   17:01 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap dari kita, perlu yang namanya menyegarkan diri. Refreshing. Apalagi buat para pegawai atau pekerja. Acap kali kita merasa suntuk, atas berbagai beban pekerjaan dan rutinitas yang menjemukan. Untuk itu, di istilah yang populer kekinian, kita perlu healing. Healing sejenak, dan melupakan kehidupan sehari-hari.

Healing, yang kupahami adalah sebuah proses penyembuhan. Yah, maknanya bukan saklek secara harfiah ya. Dalam konteks ini, lebih kepada bagaimana upaya yang kita lakukan, untuk menyegarkan jiwa.

Ada kalanya, kita perlu melepaskan sejenak, rutinitas yang menjadi makanan sehari-hari. Rutinitas yang menjemukan, dan kadang memuakkan. Inilah yang bisa dianggap sebagai sebuah "penyakit". Penyakit yang perlu untuk disembuhkan. Cobalah untuk melakukan hal lain yang tak biasa. Tujuannya, untuk mengurangi kesuntukan dalam diri. Dan, untuk menghimpun semangat serta energi baru.

Ada sejuta cara, yang bisa kita lakukan sebagai sebuah healing. Belajar hal baru, misalnya membuat roti atau baking. Melakukan hobi baru, seperti melukis atau fotografi. Atau, menjadi sukarelawan untuk kegiatan-kegiatan sosial dan pengabdian kepada masyarakat. Percayalah, semua kegiatan itu akan menjadi experience yang luar biasa.

Namun, ada yang menganggap, kegiatan healing terbaik itu adalah pergi berwisata. Yap, aku cukup setuju dengan hal ini. Berwisata mengunjungi tempat-tempat yang menarik. Tempat atau objek yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Dari pengalamanku selama ini, aktivitas berwisata itu bisa dalam bentuk yang beragam. Mengunjungi mal yang baru dibuka, bagiku sudah merupakan kegiatan berwisata itu sendiri. Ya, bersama ibu, aku sangat menikmati yang namanya wisata belanja. Membeli sejumlah barang atau makanan, dan tak pulang dengan tangan hampa.

Mengunjungi tempat-tempat bersejarah, juga merupakan kegiatan wisata. Aku sungguh takjub dengan bangunan-bangunan tua yang ada di kawasan Kota Lama Semarang. Gereja Blenduk, Stasiun Tawang, dan bangunan-bangunan lainnya. Atau, romantisme yang hadir kala mengelilingi area Jalan Braga di Bandung. Fiuuhh, sungguh menenangkan.

Kemegahan Borobudur, tidak akan pernah aku lewatkan. Situs agama Buddha terbesar di dunia ini, adalah aset berharga milik Indonesia. Tak heran jika Borobudur menjadi salah satu dari lima destinasi super prioritas wisata di Indonesia. Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif, dalam pengelolaan Candi Borobudur. Sebagai situs sejarah tetap terjaga, namun juga friendly untuk para wisatawan.

Selain yang sudah kusebutkan di atas, berwisata juga bisa dilakukan dengan mengunjungi objek-objek alam. Masyaallah, Indonesia ini tidak kekurangan objek wisata alam. Mulai dari pantai-pantai yang tersebar di segenap pulau yang ada di tanah air. Gunung, kawah, danau, hingga gua pun, menjadi objek wisata yang memukau. Pokoknya, aku bangga berwisata di Indonesia!

Jika berbicara soal wisata alam, sebenarnya sepanjang pengalamanku, belum begitu banyak wisata alam yang kudatangi. Saat masih di bangku SD, orangtuaku pernah mengajakku berwisata ke Pantai Balekambang. Pantai ini amat tersohor. Berada di wilayah Kabupaten Malang. Kau tahu sendiri, kawasan pantai selatan Malang memiliki sejumlah pantai yang sayang kalau dilewatkan.

Tidak hanya pantai Balekambang. Menjelang lulus SD, aku dan rombongan teman sekolahku pernah berwisata ke air terjun Coban Rondo. Coban Rondo terletak di Pujon, Kabupaten Malang.

Aku yang kala itu baru pertama kali melihat air terjun, sungguh terpana tak sudah-sudah. Excited pokoknya! Bagaimana aliran airnya yang terjun tiada henti. Menghadirkan suara gemuruh, dengan nuansa hawa sejuk di sekelilingnya. Top markotop. Coban Rondo menjadi salah satu objek wisata favorit bagi para pelancong yang datang ke Kota Batu dan sekitarnya.

Sebagai objek wisata sejuta umat, ada hal yang kuingat saat dulu berkunjung ke air terjun Coban Rondo. Para pengunjung didominasi oleh rombongan, atau setidaknya keluarga yang terdiri dari sejumlah orang. Mereka sengaja berwisata ke Coban Rondo, untuk melepas penat dan mencari hawa yang segar.

Untuk itu, mereka kadang sudah mempersiapkan bekal untuk menghabiskan waktu di sana. Membawa alat mandi, tikar untuk beristirahat, dan tak lupa aneka bekal makanan untuk dinikmati sembari mengamati hilir mudik wisatawan lainnya.

Dari bekal-bekal makanan ini, sudah pasti terdapat botol-botol minuman kemasan. Sayangnya, banyak di antara wisatawan yang tidak aware dengan botol-botol kosong, yang berubah menjadi sampah. Entah sengaja atau tidak, botol-botol ini ditinggalkan begitu saja.

Mungkin para wisatawan menganggap, bakal ada petugas dari pengelola tempat wisata tersebut, yang akan membersihkan sampah-sampah ini. Padahal, sudah terdapat papan peringatan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Seingatku, di area wisata tersebut sudah disediakan tempat sampah di sejumlah titik.

Ckckckkk..., yah begitulah. Perilaku orang berwisata kadang tidak bisa diprediksi. Niat hati ingin healing ke wisata berbasis alam. Yang ada, malah mendapati sampah yang berserakan. Niatnya ingin menyegarkan jiwa, yang ada malah bertambah suntuk lantaran menemui botol-botol dan sisa bungkus makanan yang tidak dibuang pada tempatnya.

Apabila kita ingin menunjukkan rasa cinta kepada tanah air, tidak perlu dengan aneka kegiatan yang ingar-bingar. Cukup dengan tidak membuang sampah sembarangan. Khususnya saat berada di tempat wisata.

Menjaga objek wisata khususnya yang berbasis alam, tidak saja menjadi tanggung jawab para pengelolanya. Kita sebagai wisatawan dan penikmatnya, juga harus peduli. Minimal dengan tidak merusak, untuk menjaga estetika dan kelestariannya.

Saat ini, aku berdomisili di Bukittinggi, Sumatera Barat. Kota bersejarah ini, tidak saja mempunyai Jam Gadang yang tersohor itu. Ada pula objek wisata alam bernama Ngarai Sianok. Percayalah, Ngarai Sianok memang memukau. Konon, Nagari Sianok terbentuk karena terjadi patahan di area Pegunungan Bukit Barisan.

Pada 2022 lalu, bapakku dari Malang, berkesempatan datang ke Bukittinggi. Beliau kuajak melihat-lihat ke Ngarai Sianok. Bapakku sungguh senang, apalagi kala menikmati sunset di area Tabiang Takuruang. Salah satu fotonya sudah kusematkan di atas.

Bagiku, inilah esensi dari objek wisata alam. Kita hanya perlu menikmatinya saja. Jangan pernah mengotori, apalagi sampai merusak atau mencorat-coret bagian-bagian di dalamnya. Biarkan alam melakukan tugasnya, untuk menjadi sarana healing bagi manusia. Hhmm.

Aku sadar, Indonesia tidak kekurangan objek wisata alam. Aku mesti mengeksplorasinya lebih jauh. Healing tidak selalu harus menghabiskan banyak uang. Cukup berkunjung ke alam, maka jiwa ini akan kembali kepada tujuan.

Dear diri sendiri, mainlah ke alam lebih sering. Karena alam akan menjawab segala tanya yang kau utarakan. Tak perlu jauh-jauh ke luar negeri. Cukup, dan bangga berwisata di Indonesia saja.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun