Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Tempat Wisata di Lampung - Sicaper 8

28 Desember 2022   01:27 Diperbarui: 30 Desember 2022   10:10 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan dalam Taman Kupu (Dokpri.)

Perjalanan menuju Lampung sudah direncanakan sejak beberapa bulan sebelumnya. Laman-laman yang berisi informasi tempat wisata di Lampung sudah puluhan yang kubaca. Foto-foto, sudah ratusan yang kulihat dan kuperhatikan. Beberapa catatan bloger yang pernah ke sana pun sudah kubaca. Bukan hanya tempat wisata, penginapanpun sudah juga ditengok-tengok. Risetnya sudah berjam-jam dilakukan.. Hehehe..  Namun, ada begitu banyak hal yang membuat perjalanan ini tertunda.

Beberapa hari yang lalu, perjalanan ini jadi juga dilakukan. Akhirnya.. :) Kami menghabiskan waktu sekitar 10 jam (ditambah 2 jam dari dan ke Balam - Kalianda) di jalan tol dan kurang dari 2 hari di Lampung. ;)

Pagi hari, kami berangkat dari Palembang. Dengan perjalanan mobil 5 jam melalui tol menuju Lampung, kami tiba di Natar, Lampung Selatan, bersamaan dengan waktunya makan siang. Natar sejarak 45 menit berkendara mobil menuju Bandar Lampung (BaLam). Setelah itu, kami melanjutkan ke tujuan pertama, Taman Kupu-kupu Gita Persada.

Taman Kupu-kupu Gita Persada

Potret-potret kupu-kupu (Dokpri.)
Potret-potret kupu-kupu (Dokpri.)
Papan namanya menuliskan Taman Kupu-kupu Gita Persada. Lokasi tempat wisata ini di perbukitan. Makin tinggi jalan ke arah yang kami tuju, makin dingin terasa. Dari ketinggian, kami menyaksikan rumah-rumah di bawah sana. Kecil dan mungil.

Dalam perjalanan menuju tempat ini, kami melewati beberapa lokasi wisata lain, antara lain: Tebing Vietnam dan Lengkung Langit Dua. Dan ada banyak tempat wisata lain di sepanjang jalan searah dengan Taman Kupu-kupu Gita Persada ini. Juga di sepanjang jalan arah kami pulang, arah berlawanan dengan arahnya datang kami.  

Kami hampir saja  melewati lokasi wisata ini, karena penanda lokasinya tidak terlihat dari jauh dan pagar depannya tidak cukup besar untuk dilalui. Untungnya, ada mobil yang masuk dari jalan masuk berumput yang tidak dipagari, tak jauh dari pintu utama taman.

Bangunan dalam Taman Kupu (Dokpri.)
Bangunan dalam Taman Kupu (Dokpri.)
Sebuah bangunan mungil setinggi sekitar 4 -- 5 meter berbentuk segienam menyambut kami. Bangunan tersebut terdiri atas 6 lantai. Di beberapa ruangannya tampak lukisan-lukisan kupu-kupu, foto-foto berbagai jenis kupu-kupu. Ruangan-ruangannya sebagian besar tampak kurang terawat. Di lantai teratas, jika memandang ke sebelah kanan melalui salah satu dari 3 jendela kaca yang ada, akan terlihat gunung di kejauhan, entah gunung Rajabasa atau gunung Anak Krakatau.

Taman Kupu-kupu (Dokpri.)
Taman Kupu-kupu (Dokpri.)

Harga tiket masuknya sebesar Rp 10.000/orang. Penjaganya mengantarkan kami ke sebuah tempat yang diberi jaring-jaring. Ada jalan melingkar yang dikelilingi jaring-jaring sebelum kemudian berakhir dengan hutan di belakang sana. Ada beberapa jenis kupu-kupu sedang dibudidayakan. Menurut penjaga tamannya, kupu-kupu yang ada di taman ini sekitar 190 jenis kupu-kupu.

 

Pantai Duta Wisata

Pantai Duta Wisata (Dokpri.)
Pantai Duta Wisata (Dokpri.)

Gerimis turun perlahan dalam perjalanan kami menuju pantai terdekat. Dan masih turun ketika kami tiba di pantai Duta Wisata. Tak lama kami tiba, gerimis semakin deras.

Pantai terlihat masih sepi. Sangat sepi. Tak terlihat pengunjung. Gazebo-gazebo yang berada di areal pantaipun terlihat kosong. Tempat parkir mobil juga sepi. Beberapa bagian tanah terlihat genangan air. Mungkin semalam hujan turun.

Tak ada yang bisa dilakukan di pantai saat sedang hujan deras dan ada larangan berenang selain menikmati mie instan dan kopi panas. Maka kami berteduh di warung kecil yang paling dekat dengan lokasi mobil terparkir.

Harga tiket ke areal pantai ini adalah Rp. 10.000/orang dan Rp. 10.000/mobil. Kami menikmati pantai Duta Wisata yang tenang sambil memandang laut yang terlihat berawan karena mendung menggantung rendah. Air laut pasang dengan cepat.

Dari penjaga warung, kami mengetahui bahwa pantai ini terbentuk dari hasil timbunan. Itulah mengapa pantainya ditembok. Kami tidak menjumpai pasir pantai di sini. Selain itu, kami mengetahui bahwa ada sekitar 14 ekor buaya lepas dari penangkaran setempat beberapa minggu sebelumnya. Sehingga diberlakukan larangan berenang. Tentu saja karena sedang musim pasang air laut juga.

Hotel Marcopolo

Penginapan pertama yang akan menjadi tempat menginap kami adalah hotel Marcopolo. Dari bentuk bangunannya, kami menerka bahwa hotel ini termasuk hotel lama yang masih terawat dan beroperasi dengan baik. Dengan bangunan 1 lantai, hotel ini memiliki kolam renang di bagian belakangnya. Ada jalan menurun setelah restoran hotel menuju ke kolam renang. Karena kontur tanah yang berbukit-bukit, kolam renangnya terlihat berada bagian bawah dan jauh.

Jika berdiri di tepi resto hotel, pemandangan kota terlihat dengan rumah-rumahnya yang kecil. Di kejauhan sana, dekat di cakrawala, terlihat laut yang memanjang sampai jauh. Pemandangan kota di waktu malam dari restoran hotel tak jauh memikatnya. Lampu-lampu dari rumah dan bangunan lain berjumpa dengan kerlip bintang-bintang di langit. :)

Menuju Kalianda

Tujuan utama ke Kalianda adalah Pemandian Air Panas Way Belerang, setelahnya kembali ke Bandar Lampung untuk mengunjungi Museum Lampung. Namun, setelah melihat-lihat tempat wisata di sekitar Kalianda melalui mesin pencari, kami memutuskan ke Pematang Sunrise lebih dulu. Sehingga, rute perjalanannya adalah Pematang Sunrise, pemandian air panas, pantai terdekat lalu kembali ke Bandar Lampung.

Demi menyaksikan matahari terbit, kami memutuskan berangkat lebih pagi dan meninggalkan Bandar Lampung. Sekitar pkl05.15 pagi, kami check-out dari hotel. Langit masih gelap. Jalan masih lengang. Sekalipun ada beberapa kendaran terlihat, lalu lintas masih tidak sibuk. Sekitar 10 menit dari hotel, kami memasuki jalan tol menuju Kalianda.

Pematang Sunrise

Pematang Sunrise (Dokpri.)
Pematang Sunrise (Dokpri.)

Selain bisa menyaksikan matahari terbit, dari Pematang Sunrise bisa juga menyaksikan matahari terbenam. Posisinya membuat kita bisa menyaksikan peristiwa alam tersebut di tempat yang sama.

Awalnya tidak yakin akan datang ke tempat ini. Tempat ini tutup permanen. Menariknya, kami melihat ulasan terakhir di bulan Juni tahun ini. Naaah, apa yang membuat tempat ini tutup permanen dalam waktu 6 bulan?

Setelah menempuh sekitar 1,5 jam, kami keluar dari jalan tol, teknologi map mengarahkan kami masuk lagi ke jalan tol. Loh?  Kami memutuskan tetap terus di Jalan Lintas Sumatera hingga menemukan posisi paling dekat dengan titik tujuan.

Kami beberapa kali menanyakan posisi Pematang Sunrise sampai akhirnya ada seorang ibu yang bisa menunjukkan posisi terdekat menuju ke arah lokasi tujuan kami. Ketika makin mendekati tujuan, awalnya lebar jalan yang dilewati bisa untuk 2 badan mobil menjadi jalan yang hanya bisa dilewati 1 badan mobil. Kami memutuskan untuk memarkirkan mobil di sebuah tanah lapang dekat masjid kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Seorang bapak yang sedang menikmati kopinya di depan teras rumahnya menyaksikan kami. Ketika kami meminta izin untuk meninggalkan mobil, bapak tersebut menanyakan tujuan kami. Setelah tahu tujuan kami, si bapak menyarankan kami untuk tetap menggunakan mobil karena masih ada 3 km lagi jalan yang harus ditempuh sebelum bertemu dengan jalan tanah yang merupakan persimpangan menuju Pematang Sunrise. Kami juga disarankan untuk menemui pak Heri, dan menyewa joki motor setempat ke Pematang Sunrise. Mobil tidak bisa naik lebih tinggi lagi ke arah lokasi wisata ini.

Sekalipun jalan tersebut hanya cukup 1 badan mobil, kami merasa beruntung karena tidak mobil dari arah yang berlawanan pada saat kami melintasinya. Setelah 2km, kami melihat penanda arah bertuliskan pantai Minang Rua di sisi kanan jalan.

Ketika kami akhirnya berjumpa dengan jalan tanah dan penunjuk arah yang terbuat dari kayu, juga bertemu dengan pak Heri dan mendapatkan sedikit info tentang lokasi tersebut. Ketika kami menanyakan tentang info Pematang Sunrise yang tutup permanen 6 bulan sebelumnya, beliau menjelaskan bahwa sebuah perusahaan hendak mengelola Pematang Sunrise sehingga warga lokal tidak ikut lagi dalam pengelolaannya. Namun, jika ada pengunjung yang datang, mereka akan tetap membantu pengunjung untuk tetap bisa ke Pematang Sunrise.

Kami menyewa joki motor setempat. Jalan menuju ke Pematang Sunrise dimulai dengan jalan tanah, kemudian disusul dengan tanjakan relatif tajam. Jarak dari jalan tanah ke Pematang Sunrise sekitar 1 kilometer. Kontur tanah yang bergelombang, berkelok dan genangan air sisa hujan semalam masih terlihat. Bagian kiri dan kanan jalan terlihat tanaman jagung yang sudah mengering, pohon-pohon pisang yang berbuah, dan turunan curam di sisi kanan jalan. Sekumpulan pohon Sengon terlihat ketika kami mendekati areal Pematang Sunrise. Areal ini sering juga digunakan untuk berkemah.

Akhirnya, kami berdiri di ujung Pematang Sunrise dan melihat sampai jauh. Menara Siger di hadapan pelabuhan Bakaheuni pun terlihat. Lama kami terpukau memandang pemandangan tersaji. Sudah sangat terlambat untuk menjumpai matahari terbit. Namun, setidaknya kami sempat menatap sebuah pulau yang terlihat seperti bentuk hati.. :)

Dalam perjalanan menuju tempat wisata berikutnya, kami berbincang tentang banyaknya jenis pisang yang kami bisa lihat. Salah satu yang menarik adalah jenis pisang yang buahnya seolah saling menjauhi dan arahnya sangat tak beraturan. ;)

Pemandian Air Panas Way Belerang

Way Belerang (Dokpri.)
Way Belerang (Dokpri.)

Perjalanan menuju tempat wisata ini menanjak. Setelah berbelok ke jalan yang lebih kecil, kami melintasi persawahan dengan latar depan gunung dan awan yang menggantung sangat rendah. Kami melewati rumah-rumah penduduk. Juga melewati 2 tempat wisata yang juga adalah pemandian air panas. Dalam perjalanan menanjak kali berikutnya sekitar 15 menit, kami seolah bergerak mendekati gunung. Makin dekat sehingga gunung tersebut terlihat makin jelas.

Ketika tiba di areal pemandian air panas Way Belerang, kami disambut oleh ibu-ibu yang membantukan mengarahkan parkirnya mobil sambil menawarkan bubuk belerang dagangan mereka. Bubuk belerang tersebut, bisa dioleskan ke tubuh. Dan cukup aman untuk dipakaikan ke bagian wajah. Tidak hanya bubuk belerang, ibu-ibu tersebut juga menawarkan air dogan. Ada fasilitas kamar mandi untuk bilas setelah berendam air panas. Dengan membayar 2 ribu, kita bisa mandi. Harga tiket masuknya Rp.10.000/orang dan ongkos parkir mobilnya Rp. 10.000/mobil.

Terdapat 3 kolam pemandian di Way Belerang. Di bagian atas, terdapat 1 kolam yang diperuntukkan untuk anak-anak. Dalamnya kolam sekitar 50 cm. Dua kolam yang lain bersisian dengan kedalaman 1.5 meter. Di beberapa sisi kolam tersebut ada 3 -- 4 undakan atau anak tangga. Sehingga pengunjung bisa sambil duduk-duduk santai berendam menikmati air hangat.

Sumber air panasnya terdapat di bagian dalam kolam yang lebih kecil. Gelembung-gelembung kecil terlihat di permukaan air kolam. Setelah beredam agak lama, aku melihat gelembung-gelembung sangat kecil seperti menempel di tanganku.   

Sebelum memasuki air kolam air hangat, aku masih bisa mencium aroma kuat dari belerang. Namun, ketika sedang berendam dalam air hangat belerang tersebut, aku tidak mencium lagi aroma kuat belerang.

Pantai Kedu Warna

Pantai Kedu Warna (Dokpri.)
Pantai Kedu Warna (Dokpri.)

Tak jauh dari tempat makan siang kami, ada beberapa pantai yang bisa dituju. Kami memilih pantai Kedu Warna.

Sebelum sampai ke tempat wisata yang kami tuju, kami melewati pantai Kedu dan Aurora Beach (sedang dalam tahap pembangunan). Di ujung yang tampak semenanjung terlihat aktifitas di pantai. Setelah lihat map, akhirnya tahu kalau pantai yang terlihat ada bangunan gazebo tersebut entah pantai Ketang, entah pantai Alau-alau.

Karena jarak pantai yang berdekatan, jika ingin mengunjungi pantai tetangga sangat bisa dilakukan. 😁 Bahkan dalam jarak kurang dari 2 kilometer, sudah ada 3 pantai yang bertetangga.

Dermaga Bom Kalianda

Kapal-kapal nelayan (Dokpri.)
Kapal-kapal nelayan (Dokpri.)

Dermaga ini adalah pasar ikan di Kalianda. Banyak kapal nelayan terlihat "parkir" di dermaga.  Kami mendapatkan info bahwa ombak sedang tinggi, sehingga banyak nelayan memutuskan tidak melaut untuk sementara waktu.

Ada amphitheater melingkar berukuran kecil di bagian tengah areal dermaga ini, tak jauh dari tempat parkir banyak perahu. Bagian tengahnya digunakan untuk bermain anak-anak. Orangtua mereka mengawasi mereka sambil duduk di tangga-tangga beton tersebut. Di sudut jauh jalan menuju ke arah laut terlihat batu-batu besar di dekat air laut. Fungsinya adalah sebagai pemecah ombak.

Di tempat yang sama, dari arah masuk kendaraan ke dalam areal Dermaga Bom Kalianda, ada beberapa mobil besar sedang mengeruk dan menimbun tanah. Tampaknya pasar ikan ini akan diperlebar areal dermaganya.

***

Langit masih mendung. Awan-awan putih dan kelabu menutupi langit Barat. Sehingga sulit sekali menyaksikan matahari terbenam dari Kalianda. Kami memutuskan kembali ke Bandar Lampung tanpa menunggu matahari lebih turun lagi.

Diuntungkan dengan teknologi GPS dan map, perjalanan ini lebih terarah dan tentu saja tertuntun.

Lampung memiliki banyak sekali pilihan tempat wisata, mulai dari museum, penangkaran gajah, wisata kuliner, danau, pemandian air panas, pemandangan dari atas kota, taman nasional, juga air terjun; bukan hanya pantai saja. Ada begitu banyak pilihan untuk dikunjungi kali berikutnya. 😁  

***

Epilog:

Jika ada yang bertanya, diantara 5 tujuan wisata yang sudah kami kunjungi, yang manakah ingin kembali kukunjungi di waktu mendatang, maka pilihanku adalah Dermaga Bom Kalianda.

Aku ingin datang ke tempat ini menjelang subuh, supaya bisa menyaksikan ikan-ikan yang dibawa nelayan dari laut lalu diterima oleh para pengepul; supaya bisa menyaksikan datangnya matahari pagi; supaya bisa menyaksikan aktifitas nelayan-nelayan menjual ikan-ikan tangkapan mereka, siapa tahu bisa menyaksikan hewan-hewan laut lain yang ditangkap dan dijadikan lauk.

Aku ingin datang ke tempat ini menjelang sore, supaya bisa menyaksikan kesibukan penjual makanan dan minuman; dermaga ini dikenal juga dengan wisata kulinernya.

Aku ingin datang ke tempat ini menjelang petang, supaya bisa menyaksikan matahari tenggelam dengan cahaya oranye memenuhi langit. Dan menikmati debur ombak menuju pemecah ombak sambil minum kopi di kedai kopi terdekat. 😁

Aku harus kembali lagi mengunjungi Dermaga Bom Kalianda.. 😄

***

#seri catatan perjalanan

#sicaper

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun