Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Notes for the Three Siblings, Catatan untuk Anak Lelakiku (3)

25 November 2019   00:48 Diperbarui: 25 November 2019   08:31 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ayaaaaaaah," terdengar teriakan di tengah lalu lalang para calon penonton menggunakan jersey kesebelasan kota kami di bagian dalam restoran fast food di dekat stadion di kota kami. Sofia ada di sana bersama anak lelakiku.

Aku mempercepat langkahku sambil berjuang menghindari benturan dengan para calon penonton bola di stadion ini. Para pendukung kesebelasan kota kami terlihat semakin ramai bergerak menuju beberapa pintu masuk di stadion ini.

Aku bisa melihat mereka ketika jarak kami sejauh 300 meter. Jarak itu semakin memendek seiring usahaku berlari kecil sesekali dengan mata yang tidak lepas memandangi mereka berdua. Sofia dan Champ. Diantara padat dan cepatnya aktivitasku sepanjang hari ini, memandangi mereka adalah penghiburan yang sungguh melegakan.

Hari yang kami tunggu tiba. Hari ini, aku akan menonton pertandingan sepakbola dengan Champ. Aku teringat percakapanku dengan Sofia sepanjang minggu ini.

Mulai tentang jadwal rapatku yang marathon itu sampai-sampai mengalahkan lomba lari yang diselenggarakan di kota kami. Tentang camilan Champ. Tentang aku yang tidak bisa menjemput Champ ke rumah karena jadwal padat merayapku. Tentang baju jersey yang akan kukenakan kala menonton pertandingan. Tentang bagaimana mengatur waktu antara pertemuan antara aku dengan Champ karena aku tidak akan sempat pulang ke rumah.

Diantara banyak kepanikanku, Sofia melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membuat segala sesuatunya menjadi mungkin. Sofia menyiapkan ransel berukuran sedang yang berisi baju jerseyku, power bank, kamera Nikon, tripod mini, tongsis, roti bakar beroleskan keju kesukaanku dan beberapa botol air mineral.

Sofialah yang mengantarkan Champ ke stadion, menemaninya sebelum aku datang dari kantor kemudian membiarkan aku menonton bersama anak lelakiku itu. Sofia juga yang menyiapkan camilan kesukaan Champ, menunggui aku bersama Champ di stadion lalu Sofia akan pulang. Sendirian.

"Selamat bersenang-senang, nak," Sofia tersenyum sambil membelai rambut Champ. Sofia menyerahkan ransel ukuran sedang kepadaku.  Champ sedang memeluk Sofia, Sofia mencium pucuk rambut Champ ringan kemudian Sofia merangkulku sekilas.

Masih sempat terdengar olehku Champ berkata, "Terima kasih, bu, sudah mengantar aku ke stadion. Pasti, bu.. Pasti aku akan bersenang-senang dengan ayah."

Kami sedang berjalan ke arah pintu masuk stadion. Ku genggam telapak tangan kanan Champ. Tangan kiri melambai ke arah ibunya sambil berseru,"Sampai jumpa di rumah, buuuu.. Hati-hati di jalan, yaaaa..."

Dan, aku merasakan betapa hatiku hangat menyaksikan ekspresi kasih Champ pada ibunya.

Banyak buku psikologi berkata bahwa anak-anak lelaki secara emosional lebih dekat pada ibunya ketimbang ayahnya. Champ juga demikian. Namun, Sofia selalu menolongku sehingga Champ bisa dekat secara emosional juga denganku. Ayahnya. Sofia selalu merencanakan kegiatan yang akan kami berdua lakukan. Aku juga. Namun, Sofia memiliki banyak ide tentang apa saja yang bisa dilakukan antara ayah dan anak lelakinya. Dalam hal ini, aku dan anak lelakiku.

"Champ..."

"Ayah mencintai ibumu. Sangat."

"Ibumu adalah teman hidup yang istimewa bagi ayah. Ibumu senantiasa menjadi sahabat bagi ayah. Terutama di dalam perjalanan hidup ayah."

"Ayah berdoa semoga cinta dan hormatmu pada ibumu akan terus menjadi kesukaanmu."

Terngiang olehku perkataan seseorang.

"Jika engkau ingin anak lelakimu menghormati ibunya dan menyayangi saudara perempuannya, engkau harus mengajarkan caranya kepada anakmu."

"Tetapkan standarnya. Lalu tunjukkan."

"Pelajaran hidup itu akan melekat dalam pikirannya dan senantiasa termeterai dalam hidupnya."

"Champ.."

"Selepas ayah, kaulah kelak yang akan menjaga ibu, kakak dan Ragil."

"Sayangi mereka. Sekalipun terkadang kau tidak memahami cara pikir mereka."

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun