Ngomongin soal status Janda, pasti akan lahir berbagai macam pandangan dari setiap orang. Ada yang merasa menyebut kata "Janda" saja sudah "geli", ada juga yang menyebut "Janda" lalu lahir rasa "empati", lalu ada juga yang menyebut kata "Janda" mengasosiasikan kepada sesuatu yang orang tersebut ingini.
Kata "Janda" memang sudah tidak asing di masyarakat Indonesia, sepertinya sejak awal negara ini lahir kata janda sudah dikenal dan disematkan bagi perempuan yang sudah tidak lagi memiliki pasangan dari pernikahan sebelumnnya, entah karena pasangannya meninggal atau bercerai.Â
Panggilan janda bagi perempuan yang tidak memiliki pasangan dari pernikahan sebelunya itu tetap sama dipakai saat ini, di mana orang mengenalnya sebagai zaman Millinia.
Lalu pertanyaannya apakah yang membedakan status Janda zaman dahulu dengan sekarang? Bisa jadi setiap kita akan menjawab "sama saja" Status janda pada perempuan dahulu dengan sekarang pasti akan disematkan dengan stigma negatif di Masyarakat.
Jawaban itu memang wajar lahir, karena sekali lagi persepsi setiap orang lahir dari latar belakang yang mendorongnya untuk berpikir, makanya kata "wajar" digunakan ketika orang berpendapat sama saja zaman dahulu dengan sekarang.Â
Akan tetapi jika diperhatikan lagi - sebenarnya kisah kata Janda pada dua zaman tersebut sudah tertransformasi pada zaman dahulu dengan zaman sekarang. Letak transformasinya adalah:
Jika zaman dahulu perempuan disematkan dengan status Janda, pasti perempuan tersebut memiliki rasa malu dalam lingkup sosial masyarakat disekitarnya mulai dari keluarga sampai lingkungan luas, apalagi kalau status Janda tersebut lahir karena perceraian, maka rasa malu perempuan akan berlipat-lipat dirasa.Â
Bukan hanya itu, padangan masyarakat juga akan negatif bagi perempuan yang memiliki status janda apalagi janda karena cerai. Bisa-bisa hidup perempuan akan hidup penuh dengan stigma negatif masyarkat.Â
Lihat saja kisah-kisah film Indonesia dari tahun 70- 80 an soal Janda, jelas digambarkan bagaimana saat itu sosial budaya masyarakat Indonesia meletakan perempuan janda dalam strata masyarakat.Â
Anggapan perempuan tidak mampu mengurus keluarga pasti lahir bagi perempuan yang bercerai, tanpa melihat apakah perempuan tersebut cerai karena dalam rumah tangganya dia adalah korban KDRT. Sehingga pada zaman tersebut, jelas status janda akan mengerus tingkat kepercayaan diri perempuan ditengah masyarakat.Â
Hal ini membuat perempuan menjadi tertumpu beban ganda dalam menjalankan hidup, baik dari sisi melakukan peran ganda sebagai ayah dan ibu dalam mendidik anak-anak serta menjadi penopang keuangan rumah tangga. Kesempatan untuk berusaha dan berkarir serta melanjutkan hidup pastinya akan lebih berat karena support masyarakat masih lemah bagi perempuan-perempuan yang berstatus Janda masa itu.Â
Pada masa itu, single mom yang sukses dalam menghidupkan anak-anaknya atau keluarga tidak terlalu didengar, tetapi saja pandangan sebelah mata diberikan pada perempuan janda. Maka Janda akan merasa menjadi Janda Ganda baik dari sisi status dan peran dimasyarakat.
Berbeda dengan zaman Millinia, status janda di masyarakat saat ini sudah cukup baik bertransformasi. Stigma perempuan berstatus janda cerai dengan janda meninggal ditinggal pasangannya sudah mulai setara. Janda cerai tidak lagi disematkan kuat dengan stigma negatif oleh masyarakat.Â
Masyarakat juga melihat janda saat ini lebih obyektif ke arah pandangan yang cukup baik, ada yang melihat janda cerai karena korban KDRT sehingga penting perempuan membela diri dengan melepas diri dari Lembaga pernikahan agar terhindar dari KDRT.
Ada juga yang melihat janda cerai karena memang tidak lagi punya kesepakatan dalam rumah tangga atau tidak harmonis dalam rumah tangga sehingga cerai merupakan langkah untuk perempuan dan laki-laki untuk dapat melanjutkan hidup dari dunia yang tidak menyenangkan itu.Â
Status Janda dalam masyarakat modern saat ini tidak lagi menakutkan bagi perempuan baik dari sisi psikologi perempuan maupun di sisi sosial masyarakat.Â
Perempuan dengan status janda punya kesempatan untuk bereksistensi dalam semua lini kehidupan di masyarakat, bahkan support masyakarat cukup bagus bagi perempuan dengan status janda, sehingga perempuan dapat bangkit dari keterpurukan situasi dalam Lembaga pernikahan yang telah ia lewati.Â
Support masyarakat yang kuat serta pandangan yang baik bagi status janda akan mendorong perempuan untuk dapat maju dan tenang dalam menghidupi keluarga, sehingga tidak heran banyak perempuan terangkat beritanya ketika sukses sebagai single mom dalam masyarakat Kebanggaan kesuksesan sebagai single mom, menjadi suatu kesuksesan juga dalam kelompok kecil mereka seperti keluarga dan masyarakat.Â
Anak juga tidak tertekan dalam tumbuh kembangnya, disisi lain kesuksesan tersebut menjadi contoh bagi perempuan-perempuan lain yang memiliki status yang sama untuk maju.Â
Akan tetapi apakah status janda ganda masih tetap berlaku di zaman now, jawabnya jelas masih ada stigma negatif walau tidak kuat tapi di beberapa daerah di Indonesia masih juga terasa.
Perempuan juga tetap harus berusaha menjadi kunci pengerak perekonomian keluarga walaupun ada beberapa fakta bahwa untuk perempuan janda cerai yang memiliki anak, mantan pasangannya juga mensupport tumbuh kembang anak di luar pernikahan dengan baik dari sisi financial dan perhatian kepada anak. Sehingga peran ganda dapat dijalani dengan baik.Â
Di sisi lain, perempuan dengan status janda, saat ini lebih dilekatkan dengan status "single" oleh masyarakat sehingga perempuan memiliki status ganda yang lebih baik dimasyarakat dibandingkan dengan zaman dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H