Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pekik Takbir di Sidang Tipikor

12 Juni 2019   09:08 Diperbarui: 12 Juni 2019   09:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini  "Takbir" kerap kita dengar dengan mudah baik di media elektronik maupun dijalan dalam kegiatan demo ataupun kegiatan terbuka apapun yang melibatkan masyarakat. Malahan saat ini, masyarakat sudah menjadikan takbir sebagai identitas politik ketika suatu kelompok menyerukan "Takbir!", "Merdeka". 

Bagi beberapa orang yang mendengar pekikan takbir menimbulkan berbagai persepsi, ada yang merasa terpanggil untuk berjuang, ada yang merasa kecil sebagai Mahkluk ciptaan Allah dan pujian bagi Allah semata, dan bahkan ada juga beberap orang yang mendengar takbir menjadi takut karena merasa yang mempekikkan takbir adalah kelompok radikal. 

Penggunaan takbir tidak pada tempatnya telah membuat berbagai persepsi masyarakat terhadap makna dan arti takbir itu sendiri. Melansir dari tulisan takbir or takbir di Islami.co , Takbir dengan kalimat Allahu Akbar adalah mengagungkan dan membesarkan Allah karena memang Dia Yang Maha Besar dan Agung. 

Takbir lahir dari pengakuan akan ke-Maha Besar-an Allah dan kerendahan makhluk. Setiap Muslim membarui pengakuan itu setiap kali salat, diawali dengan takbratul ihrm, dan diulang-ulang dalam setiap pergantian rukun salat. 

Takbir termasuk kalimat thayyibah yang disunnahkan dibaca sebagai wirid selepas salat. Takbir juga menjadi peragaan syiar yang dilakukan secara terbuka menjelang 1 Syawal, disunnahkan dibaca hingga khatib turun dari mimbar setelah salat Ied.

Akan tetapi fakta saat ini, penafsiran terkait penggunaan  Takbir dan artinya dalam penggunaan telah menjadikan takbir sebagai identitas. Contoh nyata adalah ketika pekik takbir dikeluarkan oleh Karen Agustiawan setelah mendengar hasil putusan majelis hakim akan vonis Karen sebagai koruptor 8 tahun penjara. 

Pekik takbir Karen ini menjadi pertanyaan, mengapa takbir harus di pekikan? Apakah Karen tidak merasa mendapatkan keadilan? Atau Karen sedang membangun identitas bahwa korupsi adalah hal yang diperbolehkan oleh agama dan harus diperjuangkan. 

Akan tetapi yang dilakukan oleh Karen dengan mempekikan takbir menjadi pertanyaan dan cibiran banyak orang. Akan tetapi putusan hakim pastilah sudah mempertimbangkan terkait kejahatannya dan putusannya sudah adil untuk Karen sebagai pelaku korupsi.

Belajar dari kasus tersebut, sudah saatnya masyarakat Indonesia yang beragama muslim sekitar 80% belajar kembali terkait dengan makna takbir dan kapan penggunaannya, jangan sampai takbir digunakan sebagai hal yang salah seperti yang dilakukan ISIS ketika memenggal kepala orang dengan menyerukan Takbir. 

Takbir harus dikembalikan sakralitasnya. Elemen spiritual Takbir harus dijaga dan dibersihkan dari anasir-anasir motivasi dunia yang rendah. Pelajaran dari wirid yang biasa dibaca setelah salat mendahulukan kalimat Tasbh dan Tahmd sebelum Takbir. 

Artinya, sebelum kita menggemakan Takbir, kita harus mengosongkan () nafsu tercela yang tersembunyi dalam hati melalui tasbih bahwa hanya Allah-lah motivasi dan tujuan kita.

 Salanjutnya hati yang kosong itu diisi dan dihiasi () dengan puja-puji bagi Allah dalam kalimat hamdalah. Hanya Allah yang pantas dipuji, dunia dan seisinya perkara remeh. Setelah hati dikosongkan dan diisi dengan Allah, barulah kalimat Takbir menjelma sebagai pernyataan () dan ikrar hati yang total bahwa hanya Allah-lah Yang Maha Besar. 

Dunia dan seisinya perkara remeh dan kecil. Takbir menjadi pernyataan pamungkas tentang kebesaran Allah yang jauh dari motivasi nafsu dunia yang tercela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun