Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan semi kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Fenanie bahwa sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Ia juga mengungkapkan bahwa sastra adalah karya fiksi hasil kreasi berdasarkan luapan emosi manusia yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan aspek keindahan (Vidia dan Wika, 2021). Drama merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbeda dari karya lainnya. Drama biasanya berisi rekaan, kejadian, dari kehidupan sehari-hari yang kemudian dipentaskan dalam bentuk karya seni diatas panggung (Vidia dan Wika, 2021). Salah satu drama yang popular di Indonesia adalah drama “Kereta Kencana” karya W.S Rendra.
Drama "Kereta Kencana" karya WS Rendra mengisahkan pasangan suami istri yang hanya hidup berdua dan sudah berumur 200 tahun. Pasangan tua ini membahas sebuah kereta kencana, kereta dengan 10 ekor kuda dalam satu warna. Sementara mereka sering mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa mereka akan segera dijemput terus saja berkumandang. terdapat dalam kutipan berikut.
“wahai-wahai. Dengarlah engkau dua orang tua yang selalu bergandengan tangan, dan bercinta, sementara siang dan malam berkejaran dua abad lamanya. Wahai-wahai dengarlah! Aku memanggil mu. Datanglah berdua bagai dua ekor burung dara. Akan kurimkan kereta kencana untuk menyambut engkau berdua. Bila bulan telah luput dari mata angin, musim gugur menampari pepohonan dan daun-daun yang rebah berpusingan. Wahai-wahai!”
Dua orang yang kesepian yang tidak memiliki anak, dan dua orang yang memiliki kejayaan di masa lalu namun dimasa tuanya hanya bisa berkhayal kematian segera menjemput mereka berdua agar dapat menjadi sesuatu yang bermakna. Kematian mereka diibaratkan dengan kereta kencana tersebut. Mereka menyakini bahwa kereta kencana akan tiba menjemput mereka, lama ditunggu, namun tak kunjung tiba. Namun dua orang tua ini tak mengeluh dalam menunggu kereta yang tak kunjung menjemputnya. Setiap hari yang dilalui kedua pasangan tersebut hanya duduk disebuah kursi goyang dengan candaan, rayuan, hiburan, bernostalgia, dan diakhiri dengan kebosanan atau pertengkaran. Bila sudah bosan, mereka kembali bernostalgia, sesekali melihat kearah jendela, apakah sudah datang kereta yang mereka tunggu. Setelah berlalu, mereka hanya terdiam terpaku menunggu. Kebosanan semakin menjadi, mereka kembali berfikir tentang kehidupan kedepanya. Melihat kembali kejendela namun tak datang pula. Selalu seperti itu hingga waktu merapuhkan jalan mereka menuju Yang Maha Kuasa.
Dalam drama ini pasangan tua tersebut merasa terlalu lama menjalani hidup dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi tenaga mereka yang semakin tua. Mereka beranggapan bila hari kematian akan menjemput mereka. Namun mereka tidak merasa takut karena sudah sejak lama menanti hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“kita terlalu lama hidup, dan terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi umur kita yang panjang ini. Berapa kali sajakah mengharap mati? Tiap datang ketukan pintu, kita berpikir ini kah saatnya? Tapi kita selalu salah duga.”
“tapi kali ini kita tidak akan salah duga.”
“pasti, pasti tidak akan salah lagi. Setelah akan datang sungguh saat ini, beginilah rasanya.”
Percakapan tersebut menjelaskan kejenuhan tokoh Kakek atas penantiannya tentang harapan yang tak kunjung datang. Setiap mendengar ketukan pintu, tokoh Kakek berharap apa yang mereka tunggu-tunggu datang (kematian), bahkan terkadang tokoh Kakek berilusi ada yang mengetuk pintu. Tedapat kutipan berikut.
“(Pintu diketuk keras-keras, nenek dan kakek terkejut)”
“ada tamu”
“apakah bulan sudah luput dari pandangan mata?”
Kutipan di atas menjelaskan tokoh Kakek menduga bahwa yang mengetuk pintu adalah kereta kencana yang akan menjemput mereka, tapi ternyata salah. Hari sudah larut, namun tiba-tiba ada suara ketukan pintu yang membuat keduanya tersadar. ternyata mereka kedatangan seorang tamu yang disebut paduka, dan masih ramai tamu lainnya datang, namun tidak berwujud. Pasangan ini terkejut dan menyambut tamu-tamu tersebut, tak lama tokoh Kakek memberikan pidatonya kepada tamu-tamu itu. Terdapat kutipan sebagai berikut.
“oh? Paduka Perdana Menteri ingin duduk dikursi goyang. Silakan yang mulia, ya silakan. (berhenti sejenak). Kami berdua mengucapkan terimakasih atas kunjungan paduka, yang berarti kehormatan bagi kami.”
“kunjungan paduka membuat kami bangga dan mendapatkan diri kami”
“oh ya, betul! Sebenarnya perdana menteri suka mengunjungi kami. Ya perdana menteri Inggris, India, dan juga Khaisar Jepang, presiden Amerika, presiden philipina dan sekretaris PBB pernah datang mengunjungi kami. Apa? Oh ya, mereka datang meminta nasehat saya, mengenai urusan pemerintah. Pengadilan liberalisme, ataupun perlucutan (Menjelaskan). Bagaimana? Tidak, tidak....saya tidak memberi nasehat, tak ada gunanya.... saya hanya memberi teka-teki saja...”
“(MEMBUKA PINTU TAK ADA YANG NAMPAK), (NENEK DAN KAKEK SIBUK DENGAN PARA TAMU) Selamat datang Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya (ORANG_ORANG MENGAJAK BERSALAMAN). Nah itu istriku (SEOLAH-OLAH MENGAJAK TAMU UNTUK BERSALAMAN, NELAYANI PARA TAMU). Selamat datang, selamt malam, sayang atap rumah ini sudah hancur, perabot sudah habis. (ORANG TERUS DATANG DAN MENYALAMI, DAN ADA BEBERAPA ANAK KECIL). Selamat datang Tuan-tuan, Nyonya-nyonya, selamat datang manis, selamat datang sayang, selamat datang mansinyur kardinal, selamat datang senator, selamat datang jenderal, selamat datang kapten........”
Kutipan diatas menjelaskan adanya tokoh-tokoh yang tidak berwujud dan menjadi hiburan untuk menutupi kekosongan mereka karena tidak memiliki keturunan. Dari luar terdengar kembali ketukan pintu dan yang datang adalah penguasa cahaya yang mengatkan bahwa pasangan tua ini akan dijemput dengan kereta kencana dan meninggalkan anak-anank ini selamanya. Terdapat kutipan berikut.
“... dengarlah”
“kereta”
“kereta kencana”
(TIBA-TIBA KEDUANYA MEMEGANG JANTUNGANYA DENGAN KESAKITAN, KAKEK MAJU DUA LANGKAH)
“Putri Zeba, inilah the dari timur.” (MAJU DUA LANGKAH)
“inilah kue Cherio untuk putra Perancis.”
(KEDUANYA RUBUH, LONCENG BERDENTANG DUA BELAS KALI)
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa drama "Kereta Kencana" karya WS Rendra menceritakan kehidupan dua orang manusia yang sudah berumur 200 tahun. Mereka tetap bertahan sebagai pasangan suami istri, walaupun usia mereka sudah terlampau renta, namun tetap bergandengan dan bercinta. Terkadang mereka terlalu lama hidup, terlalu lama memeras tenaga untuk mengisi umum mereka yang panjang dan mereka merasa sudah siap untuk mati. Tetapi mereka merasa mereka tidak merasa takut jika kematian menjemput mereka. Namun disamping itu, mereka merasa sedih karena tidak memiliki keturunan, dan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka tidak berarti apa-apa ketika tidak memiliki keturunan. Hingga pada akhirnya kereta kencana yang mereka yakini sebagai penjemput ajal datang mereka kepada Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H