Data Film:
Nama pengarang: Umay Shahab            Â
Judul film: Ketika Berhenti di Sini
Perusahaan film: Sinemaku Pictures
Durasi film: 1 Jam 42 Menit
Tahun terbit: 2023
Perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan karena kematian. Sekuat apapun seseorang merindukannya ia tidak akan pernah kembali, dan ditinggal karenakan kematian merupakan luka batin yang belum ditemukan penawarnya. Film yang bertajuk 'Ketika Berhenti di Sini,' menceritakan kisah tentang luka batin yang dialami oleh seorang perempuan ketika ia ditinggalkan oleh orang tersayang disekitarnya karena kematian.Â
'Ketika Berhenti di Sini', termasuk dalam jenis film drama. Film ini dibintangi oleh pemeran utama yakni Prilly Latuconsina sebagai Anindita Semesta atau Dita, Bryan Domani sebagai Edison Kartasasmita atau Ed, dan Refal Hady sebagai Ifan Randuwana atau Ifan, serta pemeran pendukung lainnya.Â
Dalam film ini, kita akan mengikuti perjalanan kisah cinta pemeran utama, yakni Dita dan Ed. Mulai dari masa pendekatan, pendalaman, hingga pengungkapan diri (masa pacaran). Alur kisah film ini akan membawa kita pada suasana emosi naik turun antara bahagia dan sedih, yang mana kisahnya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.Â
Secara singkat, film ini mengisahkan pertemuan antara dua orang asing yang kemudian merasakan jatuh cinta, karena banyak kesamaan yang mereka miliki satu sama lain. Mereka berdua merupakan dua orang yang memiliki ambisi tinggi dalam karir. Ed bekerja sebagai seorang arsitek terkenal, sementara Dita bekerja sebagai seorang agency.Â
Tidak terasa hubungan Ed dan Dita sudah memasuki usia ke 4 tahun. Pada dasarnya, perjalanan dalam sebuah hubungan tidak akan mungkin berjalan dengan baik. Hal itulah yang terjadi dengan kisah kasih perjalanan mereka berdua. Di tahun ke 4 tersebut hubungan mereka tidak berjalan baik dan banyak konflik yang terjadi. Hingga pada akhirnya, Dita ditinggal oleh Ed karena dirinya mengalami kecelakaan mobil. Kematian yang dialami Ed membuat Dita semakin terpuruk. Di sinilah keluarga dan sahabat Dita memberikan dukungan untuk dirinya.
Disisi lain, Ed sebelumnya telah menyiapkan hadiah untuk Dita berupa kacamata yang dilengkapi dengan Artificial Intelligence (AI). Kacamata tersebut berfungsi untuk melihat sosok Ed yang seolah-olah hidup. Dengan menggunakan kacamata tersebut Dita merasa bahagia, karena hadirnya sosok Ed, namun sosok tersebut hanyalah rekayasa AI belaka.
Secara keseluruhan, film ini mendapat sambutan baik dari para penonton, karena berhasil menggambarkan perjuangan seorang gadis dalam proses penyembuhan luka batin yang ia alami, yang mana hal tersebut sangat relevan dengan kehidupan banyak orang terutama bagi yang kehilangan orang terkasihnya.
Selain itu, film ini juga mendapatkan banyak penghargaan dari acara awarding film, seperti pada ajang Indonesian Movie Actors Awards, film ini mrnjadi  film terfavorit, pemeran utama wanita terbaik dan pemeran utama wanita terfavorit didapatkan oleh Prilly Latuconsina, pemeran pasangan terfavorit diraih oleh Prilly Latuconsina dan Bryan Domani.Â
Banyak film lain yang mengangkat isu serupa, seperti halnya Film Sleep Call, Film Hello Ghost, dan Film 172 Days. Namun baru film ini yang berhasil memadupadankan antara kisah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dengan keberhasilannya dalam mengadaptasi teknologi.
Kita dapat bandingkan Film Ketika Berhenti di Sini dengan Film 172 Days yang belakangan ini baru rilis di bioskop. Film tersebut menceritakan tentang hal serupa terkait kepedihan yang dirasakan oleh seorang perempuan yang ditinggal kematian oleh orang terkasihnya.Â
172 Days merupakan film genre drama romantis yang diangkat dari novel karya Nadzira Shafa. Film ini diperankan oleh pemain utama yakni Yasmin Napper (sebagai Nadzira Shafa) dan Bryan Domani (sebagai Amer Azzikra). Film ini mencerita kisah nyata tentang perjalanan menemukan cinta sejati yang dialami oleh Zira dan Amer selama 172 hari.
Diceritakan, antara Zira dan Amer memiliki latar belakang kehidupan sosial yang berbanding terbalik. Zira memiliki gaya hidup yang sering menghabiskan waktunya atau mencari kesenangan dengan mengunjungi tempat malam seperti club, sedangkan Amer merupakan anak dari ulama ternama di Indonesia yang memiliki gaya hidup dekat dengan agama, ia juga merupakan seorang ustaz yang sering mengisi acara dakwah dan menjadi imam sholat di masjid.
Gaya hidup Zira seperti itu hanya diketahui oleh sang kakak, namun tidak dengan ibunya. Zira terjebak dengan dunia malamnya karena adanya pengaruh buruk dari pergaulannya. Dapat kita lihat, bahwa pergaulan sangat mempengaruhi kita dalam beraktivitas, berpikir, dan lain sebagainya.Â
Seiring berjalannya waktu, Zira meninggalkan lingkungan pertemanan yang tidak sehat atau toxic tersebut dan berusaha berubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik atau hijrah. Dalam proses hijrahnya, Zira dibimbing oleh sang kakak. Pada saat itu, rutinitas Zira disibukan dengan kegiatan yang mendekatkan dirinya dengan sang pencipta, Allah SWT. Zira mulai menggunakan hijab, pergi ke kajian, tadarus, dan berbuat baik lainnya.
Pada suatu momen, Amer mengisi materi di salah satu kajian dan pada saat yang bersamaan Zira menjadi salah satu pesertanya. Pada saat itulah menjadi titik awal pertemuan antara Zira dan Amer. Sempat beberapa kali mereka berdua mengobrol singkat. Seperti pepatah mengatakan 'Dari mata, turun ke hati,' yang artinya dari pandangan pertama bisa membuat seseorang jatuh hati.Â
Ternyata benar mereka berdua memiliki perasaan yang sama. Sehingga Amer memutuskan untuk melakukan taaruf dengan Zira. Taaruf berjalan lancar, hingga pada akhirnya mereka berdua resmi menjadi sepasang suami istri.
Benar kata orang, pacaran setelah menikah itu jauh lebih indah dan menyenangkan. Hal inilah yang dirasakan oleh sepasang kekasih romantis tersebut. Banyak aktivitas yang mereka lakukan bersama-sama.Â
Namun hidup tidak selamanya indah dan perjalanan dalam rumah tangga pun begitu demikian. Zira dan Amer diterpa musibah seperti Zira gagal untuk mengandung dan Amer yang tiba-tiba sakit. Cobaan yang dialami dalam rumah tangga mereka tidak membuat cinta mereka pudar. Satu sama lain saling menguatkan dan berusaha untuk menerima takdir dengan ikhlas. Tepat pada 172 hari usia pernikahan mereka, Amer meninggal dunia karena sakit yang ia alami. Hal tersebut tentunya membuat Zira terpuruk, karena kehilangan belahan jiwanya.
Berdasarkan kisah tersebut, dua film itu berhasil menyajikan pesan tentang arti sebuah keluarga, persahabatan, percintaan, ketulusan, dan kasih sayang. Kedekatan cerita dengan masyarakat membuat kedua film tersebut mendapatkan panggung tersendiri di mata publik. Namun, dalam hal ini, Film Ketika Berhenti di Sini memiliki keunggulan tersendiri, salah satunya berhasil mengadaptasi perkembangan teknologi yang semakin canggih, yaitu menampilkan kacamata yang dilengkapi dengan kekuatan AI yang mana tidak dimiliki dalam Film 172 Days. Serta mendapatkan banyak penghargaan dalam ajang penghargaan perfilman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H