Mohon tunggu...
Nesya M. Pertiwi
Nesya M. Pertiwi Mohon Tunggu... Administrasi - An ordinary Employee

Menulis untuk berbicara

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film Luckiest Girl Alive: Keberuntungan Gadis Remaja Penyintas Pelecehan Seksual yang Selamat dari Penembakan Massal Sekolah

17 November 2023   13:14 Diperbarui: 17 November 2023   13:19 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa disebut beruntung disaat kamu adalah korban selamat dari penembakan masal sekolah yang difitnah dan 'dibunuh' karakternya oleh sesama penyintas yang pernah memperkosamu?

Itu mungkin bisa menggambarkan secara garis besar pertanyaan saya untuk judul dari film ini setelah menontonnya. Namun, setelah saya renungkan kembali, ini masuk akal karena dengan kata 'penyintas' saja itu artinya tokoh utama dalam film ini survive atau beruntung masih hidup atas segala kekelaman yang telah dialaminya. Look at the bright side, she made it through. Tetapi sebesar apa pengorbanan yang harus dibayar untuk melewatinya dan bertahan hidup hingga dewasa?

Saya tidak akan memberikan banyak spoiler atau meringkas cerita ini dari awal hingga akhir. Anda bisa menontonnya sendiri di Netflix dan memberikan tanggapan yang mungkin saja berbeda satu sama lain. Saya akan memberikan review dan juga pendapat saya mengenai film yang juga merupakan bagian dari gerakan #Metoo ini.

Film yang dibintangi oleh Mila Kunis ini mengambil alur maju mundur. Alur mundur mengisahkan masa SMA TifAni atau Ani di sebuah sekolah elit dimana banyak anak-anak sombong dan bibit bajingan berkumpul, walaupun tidak semua murid seperti itu, but you'll get my point. Sedangkan di masa dewasanya, Ani sudah berumur 30an dengan karir bagus dan seorang tunangan kaya raya yang mencintainya dan menerima masa lalunya. Terdengar beruntung sampai disini, bukan?

Ani dewasa digambarkan memiliki bakat menulis yang membuatnya menjadi kesayangan kepala editor tempatnya bekerja. Dia memiliki sikap dan sifat yang bertolak belakang atas tindakan dan pemikirannya. Saat dia melakukan sesuatu atau interaksi, dalam hati dia memiliki penilaian skeptis terhadap orang tersebut. 

Di dalam film ini, pemikiran yang disuarakan itu terdengar sinis dan angkuh, namun tajam dan juga akurat. Tetapi segala kesuksesan yang mulai diraihnya tidak serta merta membuatnya melupakan hal-hal buruk yang terjadi padanya saat SMA.

Alur maju dan mundur dalam film ini menggambarkan bahwa masa lalu itu terus membuntuti Ani dan secara tidak sadar memiliki pengaruh besar yang selama ini diabaikannya. Ani yang berasal dari keluarga biasa saja dan dibesarkan oleh seorang ibu tunggal memiliki tekad untuk menjadi wanita karir yang tangguh dengan kehidupan yang diidamkannya dan juga ibunya.

Dalam kilas balik masa mudanya itu, kita diperlihatkan cuplikan-cuplikan yang terjadi. Seperti penolakan dari teman-teman sebayanya yang anak orang kaya di sekolah karena dia Cuma murid yang masuk dengan beasiswa. 

Bagaimana diperlihatkan juga dia memiliki dua orang teman laki-laki yang menjadi objek perpeloncoan. Dan yang mengerikan adalah saat Ani yang hangover diperkosa oleh teman dekatnya dan juga dua orang lain di suatu pesta. 

Kemudian dia menceritakan hal itu kepada dua orang teman lelakinya yang dibully itu dan mereka saling mengkilas balik betapa buruknya para bajingan di sekolah mereka.

Jalan cerita yang ditampilkan banyak sekali menjadi bagian dari #Metoo. Seperti contohnya saat Ani dewasa bertemu dengan mantan gurunya yang dulu membantunya tepat setelah kejadian malam mengenaskan itu. 

Saat gurunya hendak membantunya untuk berbicara dengan kepala sekolah dan mendukungnya untuk melaporkan para pelaku, dia pun ketakutan akan apa yang nantinya akan dipikirkan ibunya, dan juga yang akan dia tuntut adalah anak-anak orang kaya yang dimana tentu akan sulitTerutama saat para pelaku itu malah tidak merasa bersalah sama sekali dan malah melakukan pelecehan verbal padanya.

Saat seorang sutradara film documenter mendekati Ani dewasa untuk wawancara atas kejadian penembakan masal di sekolahnya dulu, Ani sempat menolak karena tidak ingin lagi berurusan dengan masa lalu mengerikan itu. Terutama saat salah satu survivor yang kini cacat dan menulis buku sold out mengenai peristiwa itu adalah salah satu pemerkosanya dulu.

Tunangan Ani digambarkan sebagai pria sempurna. Tampan, kaya raya, atletis, dan mencintainya dengan segala masa lalunya. Tetapi dengan sikap Ani yang terkadang tantrum dan emosional, tunangannya itu juga digambarkan tidak memiliki pemahaman sejauh itu mengenai dampak besar dari kejadian traumatis yang dialami Ani. 

Saya sebagai penonton saja menyadari bahwa Ani tidaklah benar-benar pulih dari traumanya dan segala sesuatu yang memicu memorinya membuatnya tidak nyaman dan selalu berakhir dengan pertengakaran dengan tunangannya. 

Ini menggambarkan realita nyata bahwa sebesar apapun toleransi orang lain yang menerima masa lalu kita, dia tidak akan pernah mengerti bagaimana yang dirasakan penyintas dan pemicu-pemicu itu adalah luka emosional yang seharusnya diobati. Orang pasti akan beranggapan bahwa itu sudah berlalu, hidupmu terus berlanjut, lihatlah dimana kau sekarang. Singkatnya "lupakan saja".

Pada akhirnya Ani setuju untuk wawancara yang dilakukan sutradara film dokumenter itu atas dukungan tunangannya. Tak disangka dia malah bertemu dengan Dean (penyintas penembakan masal sekolah yang cacat permanen sekaligus yang dulu memperkosanya). 

Di sini digambarkan si sutradara tahu riwayat diantara mereka, mangkanya dia sengaja tidak mempertemukan Ani dengan Dean. Ani yang marah dan teringat kembali langsung keluar dan tidak lagi ingin diwawancarai. 

Namun, menariknya selama scene ini, kita kembali melihat kilas balik kejadian mengerikan dimana teman Ani yang sering dibully oleh para pemerkosa ini, tiba-tiba menjadi murka dengan melempar granat dan menembaki sekolah. Dia bahkan membunuh dua dari pelaku itu untuk membela Ani. 

Saat Ani lari dan menemukan Dean yang tidak berdaya di kantin, teman Ani yang lain (yang juga korban bully) datang dengan senjata laras panjang, bersiap untuk membunuh Dean dan menawarkan Ani untuk melakukannya sebagai balas dendam. Ani yang berkutat dengan hati nuraininya pun malah menusuk temannya itu sampai mati. 

Menariknya, selagi kita melihat kilas balik kejadian itu, kita disuguhkan dengan pernyataan dan jawaban Ani saat diwawancarai justru berkebalikan dari yang sebenarnya terjadi.

Ani digambarkan ingin menutup rapat segala kebenaran itu karena teringat bagaima dia yang selamat justru difitnah telah bersekongkol dengan dua pelaku penembakan sekolah yang merupakan temannya. Alih-alih mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekatnya, karakternya dimatikan dengan fitnahan itu. 

Malang sekali bukan? Sudah menjadi korban perkosaan, saksi dari anak-anak yang ditembak mati oleh temannya sendiri, dan juga korban dari fitnahan yang dilakukan Dean supaya Ani tidak membuka suara tentang perkosaan yang terjadi. Ini benar-benar gambaran realita di dunia nyata. Saya tahu banyak Ani lain di dunia nyata dengan versi cerita berbeda, tetapi nasib yang sama. Ditindas duluan oleh si pelaku.

Dengan segala hal yang kemudian merubah pikirannya untuk menuliskan apa yang terjadi, dia menemui kepala editornya bahwa dia tidak menerima tawaran pindah ke New York Times karena akan pindah ke London bersama calon suaminya dan Ani memutuskan memberikan tulisannya kepada si bos lady. 

Bos lady itu kecewa atas keputusannya namun ada sedikit simpatik saat membaca tulisan Ani. Si bos itu pun menceritakan pengalaman tidak mengenakannya tiga puluh tahun lalu saat dia masih remaja. Bos lady mengkritik Ani yang tidak sepenuhnya terbuka dan jujur dengan apa yang ditulisnya. Hal itu membuat Ani berpikir keras dan menyadari banyak hal.

Teman Ani semasa kuliah yang tahu masa lalunya pun mendukung Ani dan ikut bergembira saat New York Times menerbitkan tulisan Ani. Itu terjadi sehari sebelum Ani menikah. 

Ani pun memberitahukannya kepada si calon suami, tetapi reaksi pria itu malah kecewa sekaligus marah. Kecewa karena Ani memutuskan untuk memberitahu kepada dunia apa yang terjadi padanya dan tidak membicarakannya terlebih dahulu. Marah karena itu dilakukan tepat sebelum mereka menikah dan kemungkinan besar akan mempengaruhi reputasinya. 

Dan disinilah kita diperlihatkan bahwa tunangannya itu bukanlah pria yang 'green flag'. Bahkan tidak mengerti mengapa Ani harus melakukannya karena dua dari pemerkosa Ani sudah mati karena penembakan masal, dan seorang lagi selamat namun cacat seumur hidup. 

Pria ini mengabaikan segala aspek yang seharusnya diperhatikan untuk mendukung dan mencintai seorang penyintas. Itu adalah moment of truth Ani dimana dia tahu bahwa dia tidak bisa menikahi pria itu meskipun Ani bercerita betapa marah dan sedih

nya dia mengingat para pemerkosa itu justru meledek bagian vitalnya, meledek dan bersenang-senang atas erangan kesakitannya saat mereka melakukan itu. Tidak semua orang bisa memiliki sentimen dan empati atas hal seperti itu dan buruknya terkadang malah mengingatkan bagaimana itu sudah terjadi dan berlal, maka sebaiknya lupakan saja karena sudah tidak ada gunanya lagi.

Dari semua penjabaran di atas, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari film ini. Bukan saja mengenai gerakan #Metoo dan feminism yang terkandung disini. Ini versi saya:

  • Masa lalu akan datang di masa depan saat Anda tidak benar-benar sembuh darinya.
  • Film ini juga menggambarkan realita dari rape culture dimana korban malah menjadi bulan-bulanan dan pelaku yang masih dibawah umur pun menyangkal bahwa itu adalah perkosaan.
  • Sama seperti korban atau penyintas di dunia nyata, pertanyaan bahwa "apakah kamu menyuruhnya untuk berhenti?" atau "apakah kamu sudah menolaknya?" selalu menjadi hal yang mennyulitkan korban untuk mengambil tindakan. Disinilah kenyataan korban malah disalahkan. Dan itu yang membuat korban memilih diam dan berpura-pura tidak terjadi sesuatu yang salah.
  • Sebelum berdamai dan selesai dengan masa lalumu, kamu akan susah mendapatkan masa depan karena lukamu belum sembuh dan kamu butuh penyaluran emosi sehingga memicu pertengkaran dan perselisihan dengan pasangan.
  • Walaupun pasanganmu menerima masa lalumu, jika dia tidak mendukungmu untuk menyembuhkan diri atau mendapatkan closure untuk menuntut keadilan, maka kau harus meninjau kembali apakah dia yang tepat untukmu.
  • Efek kejadian buruk di masa lalu yang diabaikan akan menjadi bekas luka mendalam dengan pengaruh yang ditimbulkan di masa depan.
  • Dimana banyak yang mendukungmu untuk speak up, pasti ada juga yang tidak. Bahkan itu dilakukan oleh sesama wanita.
  • Film ini tidak hanya mengangkat soal pelecehan seksual dan penembakan masal sekolah (yang sering terjadi di Amerika), tetapi juga isu bullying dan dampak mengerikannya yang membuat korban nekat menjadi lebih bringas.

Kurang lebih itulah penjabaran saya mengenai film ini.

Ya, Ani gadis paling beruntung yang masih hidup. Dia melewati masa lalu traumatisnya dengan tumbuh dewasa dan memiliki karir. Dia beruntung masih hidup dan menceritakan pada dunia apa yang terjadi kepadanya saat muda. Tetapi dengan harga dibayar mahal berupa trauma dan juga hubungannya yang kandas dan palsu.

Penilaian personal saya untuk film ini 4 dari 5.

Tontonlah bukan hanya sebagai hiburan tetapi juga sebagai edukasi mengenai #Metoo dan isu-isu lain yang relevan di dunia nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun