Mohon tunggu...
nesnes
nesnes Mohon Tunggu... -

no feeling, no emotion. don't need it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Menjadi (Terlalu) Fanatik

25 Januari 2017   16:04 Diperbarui: 25 Januari 2017   16:06 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Agama mungkin adalah mesin brainwash yang paling murah dan mudah.  Kenalkan dengan Tuhan dan dosa niscaya pengikut akan takut dan lupa dirinya dan sekitarnya.  Pengalaman mengikuti agama dengan irasional menjadi alasan saya menuliskan hal ini dan menurut saya, ini terjadi jg untuk semua penganut agama apa pun.

ketika saya menjadi fanatik (ekstrim), saya menjadi: 

- paling benar sejagat raya

- yang tidak sepaham dengan saya dianggap pendosa

- semua hal di dunia ini dilihat berdasarkan yang tertulis di kitab - tanpa kompromi

- pemimpin agama adalah hamba suci yang di kirim Tuhan untuk mengajarkan hal yang benar (kebenaran siapa?) 

- saya eksklusif

- keluarga melihat saya aneh

- teman-teman menjauh

- hanya teman se-aliran yang menjadi teman (sejati - katanya). kita tidak perlu kaum yang tidak mau kenal kebenaran

- takut berbuat dosa - dosa adalah yang tidak sesuai dengan tertulis di kitab dan yang dilarang oleh pemimpin agama

- jauhi duniawi. musik, tontonan, makanan, cara berpakaian, cara berbicara - semua harus agamis, rohani. bahkan pasangan pun harus seiman dan sealiran. 

Sekian tahun menjadi fanatik, merasa menjadi orang paling benar sejagat raya.. saya lupa mengapa akhirnya saya meninggalkan semua itu. Mungkin kesadaran - logika - rasional berpikir saya yang akhirnya menang atau mungkin memang Tuhan yang menyadarkan saya. Bahwa menjadi fanatik bukan kehendakNYA.  

Menjadi BAIK 

menjadi TOLERAN

menjadi KASIH bagi sesama 

menjadi SENYUM bagi orang2 sekitar

mungkin itu kehendakNYA. 

Saat ini saya tetap ber-agama tidak agnostik dan tidak pindah agama lain. dan saya percaya bahwa penghakiman itu bukan dari manusia, tetapi dari Tuhan. Saya akan masuk surga atau tidak, bukan manusia yang akan menentukan. ingat. BUKAN manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun