Mohon tunggu...
Neshfi yana
Neshfi yana Mohon Tunggu... Penulis - Sampit, Kalimantan Tengah

Saya punya hobi yaitu menggambar, membuat cerpen. Dan olahraga favorit saya yaitu bulutangkis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehidupan Tanpa Diriku

4 Juli 2020   14:21 Diperbarui: 4 Juli 2020   14:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

  "Adif. Awass!!"

  "Aaaaaa!!!!!"

  Sudah dua minggu aku tak bangun-bangun. Entah apa yang terjadi diluar sana.

Hai, namaku Adif Prayomi, umurku 17 tahun. Aku anak pertama dari dua saudara. Adik laki-laki ku bernama Raif Prayomi, umurnya 9 tahun. Disini ku akan ceritakan sedikit kisah hidup ku yang tidak begitu bermakna. Kekosongan, kehampaan, hingga hasrat untuk balas dendam.

Kembali ke masa lalu. Sejak kecil aku selalu diejek, diremehkan, bahkan direndahkan oleh orang-orang sekitarku. Saat disekolah aku dibully oleh teman-temanku. Dan saat dirumah aku selalu dimarahi hanya karna sebuah kesalahan kecil saja. Tapi, yang paling menyakitkan buatku ialah saat aku disalahkan sampai dimarahi atas sesuatu yang sebenarnya bukanlah salahku. Dan aku sangat ingat ketika aku dipermalukan didepan orang-orang yang tidak aku kenal. Mirisnya lagi, semua itu dilakukan oleh orang-orang terdekatku, yaitu orang-orang yang ada hubungan darah denganku. Atau yang disebut dengan keluarga.

Aku begitu kesal dengan yang namanya keluarga. Keluarga itu tidak ada artinya sama sekali. Aaaaahhhh! Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri. Ingin sekali rasanya bisa membalas semua perbuatan mereka padaku.

Apa yang telah mereka perbuat padaku itu sangat berdampak besar pada kehidupanku yang sekarang ini. Aku jadi seorang yang penyendiri, pendiam, pemalu, dan bahkan tidak mau bersosialisasi. Karna aku tak bisa mempercayai orang lain, terutama keluarga. 

Pikiranku kosong dan hidupku terasa hampa. Aku tak punya semangat lagi dan tak berminat untuk melakukan hal-hal yang kusukai.

Setiap malam pikiranku selalu dihantui oleh nafsu ingin membunuh. Tapi aku tak bisa melakukannya. Diriku pun dipenuhi dengan emosi-emosi negatif. Karena tak bisa menampungnya lagi, aku pun melampiaskannya dengan melukai diriku sendiri. 

Aku tau hal itu tidak baik, tapi mau gimana lagi. Aku sudah dikuasai oleh emosi negatif itu. Dan ingat, semua itu terjadi karna mereka yang tidak bertanggung jawab dan tak punya rasa bersalah. Mereka sama sekali tidak tau bagaimana rasa sakitnya itu. Ku menahan rasa sakit itu selama 9 tahun. Hampir tiap malam aku tak bisa tidur dan selalu menangisi diri sendiri. Betapa bencinya aku pada diriku sendiri.

# (masa sekarang)

Sore itu, aku sedang menemani ibu kepasar. Jujur saja, aku sangat terpaksa nelakukannya. Aku sungguh tidak menyukai tempat yang ramai. Aku tak tahan lagi, aku ingin cepat-cepat pulang kerumah.

Aku berjalan dibelakang ibu. Kemudian saat menyebrang jalan dompetnya terjatuh. Aku pun berhenti sebentar untuk mengambilnya. Tiba-tiba ada motor yang sedang melaju kencang. Karna rasa kekosongan dan kehampaan aku tak bisa menghindar. 'Bruuggghhhh!'. Aku sudah tak sadarkan diri lagi. 

#(dua minggu kemudian)

Aku tak tau apa yang sedang terjadi. Aku hanya mendengar namaku selalu dipanggil-panggil oleh seseorang. Dan aku baru sadar bahwa aku sudah tewas tertabrak motor dua minggu yang lalu. Tapi mengapa ruh ku masih disini, seharusnya ruh ku sudah ada dialam sana.

Ku lihat seseorang sedang duduk dibangku belajarku. Dia sepertinya sedang menangis membaca sebuah buku. Ternyata itu adalah buku harianku dan ibuku yang membacanya.

"(Menangis) Adif...kenapa kamu tidak bilang sama ibu,...bahwa kamu menanggung semua rasa sakit ini..dan begitu berat beban yang kamu bawa sebagai seorang anak.....kamu tak punya seorang pun untuk bisa membagu rasa sakit ini....". Ternyata ibu menangis selama dua minggu sejak ketiadaanku. Dan ibu selalu menyendiri dikamarku.

Saat malamnya ibu tidur dikamarku. Aku pun masuk kedalam mimpi ibu. 

"Bu. Relakanlah kepergianku agar aky bisa tenang dialam sana." 

"(Menangis) Maafkan ibu nak... . Ibu sudah jadi orangtua yang buruk buatmu...."

"Tidak. Ibu salah, ibu sudah jadi orangtua yang baik buatku. Kasih sayang yang ibu berikan untukku sudah cukup kok. Sungguh, aku tak membenci ibu. Aku masih tetao sayang sama ibu". Aku tersenyum ikhlas pada ibu.

 "(Menangis sambil memelukku dengan erat) Adif.....maafkan ibu...."

 "(Meneteskan air mata) iya bu. Aku sudah memaafkan ibu. Dan...maafkan juga atas semua kesalahku bu...." ku pun ikut menangis.

 "(Menangis) iya Dif...." 

 "Adif pamit dulu ya, bu. Terima kasih atas semuanya. Adif sayang ibu.." ku lambaikan tanganku sambil tersenyum pada ibu.

 "(Menangis) ibu akan selalu ada untummu dan selalu mendoakanmu.." lambaian dan senyumannya yang lembut.

 Setelah kejadian itu, ibu pun bisa kembali melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dan ruh ku akhirnya kembali kealamnya.

#  Begitulah kisah hidupku. Bagi teman-teman semua ambil yang positifnya saja. Sekian dari saya mohon maaf jika ada kata yang tidak mengenakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun