Dibalik wajah polos seorang remaja, tersimpan rahasia gelap yang mengerikan. Mengapa seorang anak tega membunuh orang tuanya sendiri? Kasus pembunuhan orangtua oleh remaja berusia 14 tahun ini mengungkap sisi gelap psikologi remaja yang jarang terungkap. Â Melalui lensa psikologi, Artikel ini akan mengupas teori psikologi di balik tindakan ekstrem ini, dengan menggabungkan berbagai perspektif psikologis, Mari kita coba merangkai puzzle kompleks yang memicu terjadinya tragedi ini.
1. Â Perkembangan Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya Emiliza, T. (2019). Menurut teori Erikson, remaja usia 14 tahun berada pada tahap Identity vs Role Confusion. Pada fase ini, kegagalan dalam pembentukan identitas dapat menghasilkan kebingungan peran yang ekstrim. Penelitian Kroger (2017) menunjukkan bahwa krisis identitas yang tidak terselesaikan dapat memicu perilaku destruktif sebagai bentuk penegasan diri. Mereka mencoba berbagai identitas untuk menemukan yang paling cocok. Remaja yang mengalami krisis identitas yang tidak terselesaikan memungkinkan terlibat dalam perilaku berisiko seperti tindakan kekerasan.
2. Dampak Teori AttachmentÂ
Teori attachment dijelaskan oleh Bowlby (dalam Pimienta, 2023) sebagai perilaku yang memungkinkan individu untuk membentuk dan mempertahankan ikatan afeksi dengan individu lain. Attachment dibentuk sejak masa bayi melalui interaksi dengan pengasuh, seperti orang tua. Pengalaman interaksi tersebut akan memberikan attachment style pada individu. Penelitian longitudinal oleh Thompson et al. (2019) mengungkapkan bahwa gangguan attachment di masa kanak-kanak berkorelasi kuat dengan perilaku kekerasan di masa remaja.
3. Trauma dan Kekerasan
Model Trauma-Informed menurut van der Kolk (2015) menjelaskan bagaimana pengalaman traumatis dapat mempengaruhi perkembangan otak remaja dan kemampuan regulasi emosi. Trauma kompleks dapat menghasilkan respons fight-or-flight yang tidak proporsional.
4. Psikologi Abnormal dalam Konteks Remaja
DSM-5 mengidentifikasi berbagai gangguan yang mungkin berkontribusi, termasuk Conduct Disorder dan early-onset personality disorders. Penelitian Moffitt (2018) menunjukkan bahwa perilaku antisosial yang muncul di usia remaja awal memiliki prognosis yang lebih serius.
5. Analisis Psikodinamika
Teori psikodinamika modern menekankan peran mekanisme pertahanan dan konflik tidak sadar. Kernberg's Object Relations Theory (2016) menjelaskan bagaimana splitting dan proyeksi dapat mendasari tindakan kekerasan terhadap figur attachment.
6. Perspektif Kognitif
Model kognitif-behavioral mengidentifikasi distorsi kognitif spesifik yang sering muncul pada remaja pelaku kekerasan. Penelitian Beck Institute (2020) menemukan pola pikir rigid dan kesulitan dalam problem-solving sebagai faktor risiko signifikan.
    Â
 7. Sistem Keluarga
Teori Sistem Keluarga Bowen menekankan pentingnya melihat individu dalam konteks sistem keluarga yang lebih luas. Penelitian Minuchin Foundation (2021) mengidentifikasi pola-pola disfungsional yang berkontribusi pada eskalasi kekerasan dalam keluarga.
Bayangkan sebuah gelas yang terus diisi air. Setetes demi setetes. Hingga suatu hari... CRASH! Gelas itu meledak, menghancurkan segalanya. Begitulah jiwa remaja kita. Setiap bentakan, setiap pengabaian, setiap luka yang tak terlihat - semua terakumulasi dalam diam. Hingga suatu hari, ledakan itu terjadi dalam bentuk kekerasan yang mengerikan.
Ini bukan tentang 'anak nakal' atau 'remaja bermasalah'. Ini tentang jeritan minta tolong yang tak pernah didengar. Tentang tangisan yang tersembunyi di balik senyum. Tentang trauma yang terselubung dalam tawa. Kita, sebagai masyarakat, harus membuka mata dan telinga lebih lebar. Karena setiap remaja yang 'hilang' dalam kekerasan adalah satu masa depan yang dirampas dari dunia.
Mari kita ubah narasi ini. Dari mencari siapa yang salah, menjadi bagaimana kita bisa membantu. Dari menghakimi, menjadi memahami. Karena setiap remaja yang kita selamatkan hari ini adalah satu tragedi yang kita cegah di masa depan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H