Mekanisme Pengembangan Empati
Hoffman juga mengidentifikasi beberapa mekanisme yang memungkinkan empati berkembang secara optimal:
- Empathy Arousal (Kebangkitan Empati): Respons emosional yang langsung muncul ketika seseorang menyaksikan atau mendengar tentang penderitaan orang lain. Misalnya, merasa tergerak saat melihat seseorang terluka.
- Perspektif Kognitif: Kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain, sehingga dapat memahami apa yang mereka rasakan secara lebih mendalam.
- Pengaturan Emosi: Seseorang yang mampu mengelola emosinya akan lebih mudah menyalurkan empati secara efektif tanpa merasa kewalahan oleh penderitaan orang lain.
Empati dan Perilaku Prososial
Bagi Hoffman, empati merupakan landasan utama dari perilaku prososial, yaitu tindakan yang bertujuan untuk membantu atau memberikan manfaat bagi orang lain. Ketika seseorang merasa tergugah oleh penderitaan orang lain, mereka cenderung terdorong untuk membantu. Namun, Hoffman juga menekankan bahwa empati dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti norma sosial, budaya, pengalaman keluarga, dan pola asuh.
Kritik terhadap Teori Empati Hoffman
Meskipun teori Hoffman sangat dihargai, beberapa kritik mengemukakan bahwa empati saja tidak cukup untuk memastikan seseorang bertindak secara moral. Empati sering kali bersifat bias, misalnya seseorang lebih mudah merasakan empati terhadap orang yang dianggap serupa dengannya atau yang memiliki hubungan dekat. Selain itu, empati yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan emosional, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang yang melibatkan perawatan atau bantuan, seperti tenaga medis dan pekerja sosial.
Kesimpulan
Teori empati Martin Hoffman memberikan gambaran yang mendalam tentang perkembangan empati dari usia dini hingga dewasa. Empati adalah kemampuan yang penting untuk memahami dan merespons emosi orang lain, sekaligus menjadi dasar perilaku moral dan prososial. Namun, agar empati dapat mendorong tindakan yang benar-benar etis, ia perlu diimbangi dengan elemen moral lainnya, seperti keadilan dan rasionalitas. Dengan demikian, empati bukan hanya sekadar respons emosional, tetapi juga alat penting untuk membangun hubungan yang sehat dan masyarakat yang lebih peduli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H