Mohon tunggu...
Nesa Nestita
Nesa Nestita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya yaitu berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori empati dari Martin Hoffman

18 Januari 2025   13:54 Diperbarui: 18 Januari 2025   13:54 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Empati Martin Hoffman

Martin Hoffman adalah seorang psikolog perkembangan yang terkenal karena kontribusinya terhadap pemahaman empati, terutama hubungannya dengan perkembangan moral manusia. Empati, menurut Hoffman, merupakan kemampuan individu untuk memahami dan merasakan emosi yang dialami orang lain. Proses ini melibatkan dua aspek utama, yaitu aspek emosional dan aspek kognitif. Dalam pandangan Hoffman, empati tidak hanya menjadi fondasi hubungan interpersonal yang sehat, tetapi juga memainkan peran penting dalam mendorong perilaku prososial, seperti membantu, mendukung, atau berempati terhadap penderitaan orang lain.

Pengertian Empati Menurut Hoffman

Hoffman mendefinisikan empati melalui dua komponen utama:

  1. Aspek Emosional: Ini adalah kemampuan seseorang untuk merasakan emosi orang lain, seolah-olah emosi tersebut dialami secara langsung oleh dirinya. Misalnya, seseorang mungkin merasa sedih ketika melihat orang lain menangis.
  2. Aspek Kognitif: Ini adalah kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman emosional orang lain, namun tetap menyadari bahwa emosi tersebut adalah milik orang lain, bukan miliknya.

Hoffman percaya bahwa empati adalah kemampuan bawaan manusia yang kemudian berkembang secara bertahap seiring dengan proses interaksi sosial dan pengalaman hidup. Dengan kata lain, empati bukanlah kemampuan yang langsung matang sejak lahir, tetapi berkembang melalui berbagai tahapan tertentu.

Tahapan Perkembangan Empati

Hoffman membagi perkembangan empati manusia ke dalam empat tahap utama yang berlangsung seiring pertumbuhan individu:

  1. Empati Global (0--1 tahun)
    Pada tahap ini, bayi menunjukkan reaksi emosional terhadap perasaan orang lain, meskipun mereka belum memahami bahwa emosi tersebut bukan berasal dari diri mereka sendiri. Contohnya, seorang bayi yang menangis saat mendengar bayi lain menangis. Respons ini bersifat refleksif dan menunjukkan bahwa bayi memiliki potensi awal untuk merasakan empati, meskipun pemahaman mereka masih sangat terbatas.

  2. Empati Egosentris (1--2 tahun)
    Di tahap ini, anak-anak mulai mengenali bahwa mereka adalah individu yang terpisah dari orang lain. Meskipun mereka mulai berusaha menunjukkan empati, cara mereka menanggapinya masih sangat egosentris. Sebagai contoh, seorang anak mungkin mencoba menghibur temannya yang sedang sedih dengan memberikan mainannya sendiri, karena ia menganggap bahwa apa yang membuatnya bahagia juga akan membuat orang lain bahagia.

  3. Empati untuk Perasaan Orang Lain (2--3 tahun)
    Pada usia ini, anak-anak mulai menyadari bahwa perasaan orang lain mungkin berbeda dari perasaan mereka sendiri. Mereka menjadi lebih peka terhadap emosi dan kebutuhan orang lain, sehingga respons mereka terhadap situasi menjadi lebih tepat. Sebagai contoh, seorang anak mungkin mencoba menghibur temannya yang terluka dengan cara yang sesuai, seperti memberikan perhatian atau menawarkan pelukan.

  4. Empati terhadap Kondisi Hidup Orang Lain (di atas 5 tahun)
    Pada tahap ini, anak-anak mulai memahami emosi orang lain dalam konteks yang lebih luas. Mereka tidak hanya merespons emosi sesaat tetapi juga mulai memperhatikan situasi hidup atau pengalaman jangka panjang orang lain. Misalnya, seorang anak mungkin merasa prihatin terhadap teman yang kehilangan anggota keluarganya atau yang mengalami kesulitan ekonomi, bahkan jika mereka sendiri tidak pernah berada dalam situasi serupa.

Mekanisme Pengembangan Empati

Hoffman juga mengidentifikasi beberapa mekanisme yang memungkinkan empati berkembang secara optimal:

  1. Empathy Arousal (Kebangkitan Empati): Respons emosional yang langsung muncul ketika seseorang menyaksikan atau mendengar tentang penderitaan orang lain. Misalnya, merasa tergerak saat melihat seseorang terluka.
  2. Perspektif Kognitif: Kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain, sehingga dapat memahami apa yang mereka rasakan secara lebih mendalam.
  3. Pengaturan Emosi: Seseorang yang mampu mengelola emosinya akan lebih mudah menyalurkan empati secara efektif tanpa merasa kewalahan oleh penderitaan orang lain.

Empati dan Perilaku Prososial

Bagi Hoffman, empati merupakan landasan utama dari perilaku prososial, yaitu tindakan yang bertujuan untuk membantu atau memberikan manfaat bagi orang lain. Ketika seseorang merasa tergugah oleh penderitaan orang lain, mereka cenderung terdorong untuk membantu. Namun, Hoffman juga menekankan bahwa empati dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti norma sosial, budaya, pengalaman keluarga, dan pola asuh.

Kritik terhadap Teori Empati Hoffman

Meskipun teori Hoffman sangat dihargai, beberapa kritik mengemukakan bahwa empati saja tidak cukup untuk memastikan seseorang bertindak secara moral. Empati sering kali bersifat bias, misalnya seseorang lebih mudah merasakan empati terhadap orang yang dianggap serupa dengannya atau yang memiliki hubungan dekat. Selain itu, empati yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan emosional, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang yang melibatkan perawatan atau bantuan, seperti tenaga medis dan pekerja sosial.

Kesimpulan

Teori empati Martin Hoffman memberikan gambaran yang mendalam tentang perkembangan empati dari usia dini hingga dewasa. Empati adalah kemampuan yang penting untuk memahami dan merespons emosi orang lain, sekaligus menjadi dasar perilaku moral dan prososial. Namun, agar empati dapat mendorong tindakan yang benar-benar etis, ia perlu diimbangi dengan elemen moral lainnya, seperti keadilan dan rasionalitas. Dengan demikian, empati bukan hanya sekadar respons emosional, tetapi juga alat penting untuk membangun hubungan yang sehat dan masyarakat yang lebih peduli.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun