Mohon tunggu...
Neriscya Amelia Farisca
Neriscya Amelia Farisca Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya mahasiswa uin jakarta

halo teman teman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembatasan Kebebasan Pers dalam Penyebaran Informasi di Indonesia

3 Juli 2023   09:17 Diperbarui: 3 Juli 2023   09:20 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Simbol demokrasi Indonesia adalah pers. Urgensi pers dapat dilihat dari fungsi yang dijalankan oleh pers yaitu sebagai media hiburan, pendidikan, informasi, kontrol sosial, dan pelaku ekonomi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. tentang Pers (UU Pers). Ada beberapa aturan yang tidak dapat diterima oleh para profesional ketika menjalankan semua fungsi tersebut di atas, antara lain: Pers adalah lembaga sosial atau publik (public or social institution). Ciri ini mengandung arti bahwa meskipun dikenal sebagai the fourt estate atau the fourt power, pers bukanlah substruktur dari organisasi yang menjalankan kekuasaan negara (staatsorganisatie) dan pers hanya bekerja dan berpihak pada kepentingan umum. Last but not least, pers itu independen (bebas), baik dalam arti independen maupun kebebasan berekspresi secara umum, misalnya kebebasan memberikan kebebasan secara independen (bebas) (Manan, B, 2016).

Pers memiliki peran yang sangat kuat dalam pelaksanaan demokrasi dan pemberian hibah. Tidak hanya melakukan kontrol, tetapi salah satu yang terpenting dalam wilayah demokrasi adalah komunikasi publik (rakyat) dengan para pemimpin negara ketika mereka menjalankan demokrasi. Ketika demokrasi tumbuh semakin elitis, semakin penting bahwa operasinya juga harus dilakukan melalui sejumlah individu yang terbatas. Transmisi pengetahuan publik secara permanen yang tidak dipengaruhi oleh khalayak manapun. Media dan khalayak adalah dua pengertian yang sebanding terkait dengan berbagai jenis mata uang.

Keduanya berbeda dan masing-masing pihak memiliki karakternya masing-masing, tetapi jika satu pihak dibahas pada waktu yang sama, pihak lain juga harus diperhitungkan. Media hidup hanya karena masyarakat sebagai penikmat peristiwa tersebut. Namun sebaliknya, tanpa media tidak ada aktualitas akademis yang mendahului pergaulan (Nasrullah, Rulli, 2019).

Uraian tentang aktivitas kantor berita dalam menyelesaikan dan menerbitkan berita cenderung terfokus pada skala kejahatan yang dilakukan. Ada hal-hal seperti larangan yang harus dijadikan sebagai batasan nyata dalam menjalankan kerja kebebasan pers. Larangan ini tidak dimaksudkan untuk memaksakan pembatasan yang mencegah outlet berita menjadi inovatif dan kreatif dalam penyampaian berita mereka, tetapi lebih kepada khalayak media yang berbeda. Itu tidak hanya terdiri dari orang dewasa. 6 Namun pembatasan kebebasan pers ini belum diatur secara rinci dalam UU Pers. Dugaan pelanggaran perilaku media hanya ditonjolkan dalam Pasal 4 Kode Etik Wartawan, yang menyatakan bahwa "Jurnalis di Indonesia tidak boleh melaporkan berita bohong, fitnah, sadis, atau cabul." ditetapkan.

Tujuan pers yang sehat adalah untuk mempromosikan semua kepentingan pribadi, termasuk kesopanan, menghormati keseimbangan, dan penggunaan bahasa yang mengekspresikan perasaan individu dan kolektif, bahkan jika itu mengandung konten sosial atau pemerintahan yang negatif. dan outlet media yang menekankan nilai-nilai budaya. (Sadono, Bambang, 1993).

Dalam penjelasan UU Pers, kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi manusia yang berarti bahwa pers dibebaskan dalam kegiatan pencegahan, pelarangan, atau penindakan sehingga hak publik untuk memperoleh informasi terjamin. Sebagaimana tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik dan sesuai dengan keyakinan Pers, Kebebasan Pers merupakan peringatan yang diwarnai oleh rasa melankolis yang meluap-luap tentang urgensi penegakan supremasi hukum yang telah dilakukan melalui pengadilan pertanggungjawaban yang berpengalaman.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini terlebih dahulu apa saja pembatasan kebebasan pers dalam penyiaran informasi di Indonesia, dan masih banyak lagi. Kedua, apa usulan yang sah untuk tidak mengatur kondisi kebebasan pers dalam menyebarkan informasi di Indonesia? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan pembatasan kebebasan pers terhadap penyebaran informasi di Indonesia dan implikasi hukum dari pembatasan kebebasan pers yang tidak diatur terhadap penyebaran informasi di Indonesia.

PEMBAHASAN

Pengaturan Pembatasan Kebebasan Pers dalam Penyebaran Informasi di Indonesia

Dalam UU Pers, isi tubuh manusia dinyatakan dan dikurung dengan aman. Bisa dilihat dari berbagai tempat di dalam UU Pers yang secara tegas menyebutkan kebebasan/kemerdekaan Pers. Beberapa bagian penting dalam bab ini adalah sebagai berikut: yang pertama adalah Pasal 2, yang menyatakan bahwa kemerdekaan pribadi diakui sebagai hak asasi rakyat yang berperang. Yang kedua adalah Pasal 4, yang menyatakan bahwa kemerdekaan pribadi diakui sebagai pribadi yang dibebaskan dengan asas-asas prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Paragraf kedua dari dua paragraf tersebut memberikan pokok bahasan sejumlah wewenang yang sangat besar.

Pers mungkin telah memanfaatkan kapasitas ini jauh sebelum dimulainya era rekonstruksi. Angin segar yang absen di kalangan pers dunia di Indonesia, sekaligus memberikan titik tolak positif bagi pers untuk menjalankan fungsinya, yakni kontrol dan penyebarluasan informasi, serta sering kali memiliki sebaran negatif (negatif spread). ), yang mengarah pada eksploitasi anak dan manipulasi informasi, serta insiden penyebutan konten pornografi baik berupa teks, gambar, atau sejenisnya (Idri, I., 2012).

Gambaran ini muncul selama ada laporan langsung yang menekankan aspek emosional yang dangkal daripada urgensi dari peristiwa yang dilaporkan. Karena itu, tidak jarang outlet berita melaporkan berita yang merugikan orang, baik secara individu maupun kelompok. Dan outlet berita sangat memperhatikan, sehingga mereka memprioritaskan aspek komersial daripada kualitas berita. optik secara eksklusif pada patronase mengarah pada penyimpangan dari kode pers untuk taruhan tertentu.

Akibat Hukum Tidak diaturnya pembatasan kebebasan pers dalam penyebaran informasi di Indonesia.

Setiap penyimpangan dari isi dalam hukum pidana positif dapat dikategorikan sebagai kejahatan kesusilaan yang terdiri dari tiga hal. Yang pertama adalah mendistribusikan, menampilkan, atau memposting secara terbuka materi berhak cipta yang isinya berupa objek atau gambar. Bersikaplah sopan. Kedua, membuat, memerintahkan, menerbitkan atau merekam dokumen apa pun yang isinya berupa objek atau gambar yang bertentangan dengan moral yang baik dan yang didistribusikan secara publik penolakan layanan, ditampilkan atau ditempelkan. Ketiga, memperbanyak tanpa diminta atau memberikan tulisan yang isinya berupa benda atau gambar, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun melalui penyebaran artikel, melanggar kaidah tata krama. (Lumintang, 1990).

Tanpa memperhatikan masalah tersebut, praktik pers yang menyimpang semakin marak terjadi di Indonesia. Aksi-aksi seperti itu sudah lazim di berbagai media, termasuk website yang memuat berita. Proses panjang yang merupakan pengembangan sederhana dari media online dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan banyak klik, kunjungan, dan pandangan dari pemirsa untuk melanjutkan pengembangannya sebagai sarana peragaan iklan. Hal ini akhirnya mengakibatkan organisasi berita mengirimkan berita yang sangat kontroversial tentang pengikut berbahaya yang terus menyimpang.

KESIMPULAN

Di Indonesia, tidak ada aturan dasar khusus yang membatasi independensi pers dalam menyebarluaskan informasi. Selama kebebasan pers diakui, ia dapat bertindak sebebas-bebasnya, dan selama paguyuban sebagai asosiasi penyebar berita melampauinya, ia tidak akan dibatasi. Ketidakjelasan norma-norma yang lebih dekat pasti akan menyebabkan penurunan kualitas karya yang diterbitkan oleh pers, dan akibatnya bagi pers ketika mereka terlibat dalam pengkondisian jurnalisme advokasi di mana aturan yang benar sering tidak diterapkan. Karya tersebut akan inferior sebagai karya jurnalistik. Standar dan kualitas bagus, tapi kurang elemen bagus selain hiburan sensasional. Untuk itu, penting mengatur pembatasan kebebasan pers dalam menyebarkan informasi di Indonesia untuk mencegah media sembarangan menyebarkan informasi yang tidak faktual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun