Di perjalanan kehidupan kita sebenarnya ada terjadi pola-pola yang berulang dari generasi sebelumnya hingga generasi selanjutnya. Mungkin buat sebagian orang "luput" melihat atau menyadari adanya pola berulang ini bahkan mungkin saat ini sedang berlangsung.
Pola berulang adalah merupakan pengalaman hidup yang berulang kembali di setiap generasi meskipun wujud pengalamannya tidak harus persis sama. Sebagai contoh untuk mudah memahami tentang pola, misal ada orangtua yang alami kegagalan di usaha dalam perjalanan hidupnya, kemudian salahsatu anaknya juga mengalami hal yang sama atau mirip. Ada pasangan yang tidak harmonis dalam relasi dan kemudian anaknya juga mengalami hal yang sama, misalkan sampai terjadi perceraian. Dan pengalaman itu dapat dilihat terjadi hampir di semua generasi jika masih bisa ditelusuri ke belakang.
Pola berulang ini tidak selalu bersifat sama namun bisa juga terbalik. Dan biasanya pola berulang inilah yang menjadi masalah-masalah dalam kehidupan kita. Pola berulang ini juga menjadi "ciri" dalam satu garis keturunan yang mana lazim kita dengar tentang "faktor keturunan".
Oleh karena itu sering kita lihat di mana seseorang yang mau mencari pasangan hidupnya, orangtua biasanya akan bertanya atau mencari tahu latar belakang dari calon pasangan anaknya seperti apa, ada kisah-kisah apa saja yang terjadi di keluarga calon pasangan anaknya. Tentu jika banyak kisah atau pengalaman yang tidak baik maka cenderung mau dihindari atau dihentikan.
Kesulitan untuk melihat pola berulang itu "ada" dikarenakan keterbatasan informasi. Katakan saja misal di level orangtua kita. Tidak semua pengalaman hidup mereka kita ketahui, terutama yang tidak kita lihat, misal karena memang kita belum terlahir, atau memang orangtua tidak menceritakannya karena berbagai alasan tertentu misal yang berupa aib yang memalukan, tidak menyenangkan, atau orangtua sendiri menyangkalnya. Namun perlu diketahui dan diingat bahwa pola berulang dapat terjadi pada anak dan generasi selanjutnya meski mereka tidak ketahui "ceritanya".
Mengapa?
Dalam relasi antara orangtua dan anak tentu saja timbul beragam pikiran dan perasaan, baik di relasi yang baik maupun buruk. Relasi orangtua dan anak adalah relasi emosional. Apalagi jika relasi keduanya buruk di mana ada intensitas emosi cukup tinggi di situ. Kondisi emosional inilah yang menjadi "alat penggiring" terjadinya pola berulang itu.Â
Dikatakan "penggiring" artinya pola berulang tidak terjadi secara dadakan tapi melalui rangkaian proses penggiringan yang memang kadang sulit untuk dilihat atau diketahui. Ini juga yang kadang membuat orang tidak menyadari lagi bahwa pengalaman demi pengalaman yang dialami adalah penggiringan atau sudah merupakan pola berulang.
Dengan sudah mengetahui adanya pola berulang terjadi dalam kehidupan, biasanya orang suka langsung bertanya, "Bagaimana cara memutuskan pola berulang?" Banyak yang dihinggap ketakutan setelah mengetahui tentang pola berulang ini padahal tidak perlu.
Kebanyakan orang menganggap dengan membereskan emosi di dalam diri adalah cara memutus pola berulang. Bukan salah tapi juga bukanlah benar. Emosi hanyalah "alat penggiring" semata. Jadi dengan membereskan emosi mungkin hanya akan memperlambat proses penggiringan saja. Ada hal lain yang perlu dipahami lagi.
Mengapa pola berulang itu "ada" dalam kehidupan kita?
Ada informasi atau pesan apa sebenarnya di balik pola berulang itu untuk diri kita?
Apakah pola berulang itu benar-benar dapat diputus?
Bagaimana menyikapi pola berulang yang sedang terjadi?
Jadi kita juga masih perlu belajar mencari tahu "jawaban" atas pertanyaan-pertanyaan di atas selain hanya sekedar membereskan emosi. Maka carilah dan belajarlah. Ada banyak hal tentang fenomena kehidupan yang mungkin belum kita pahami, termasuk pola berulang ini.
Khususnya bagi siapapun yang sekarang menjadi orangtua yang secara normatif semua ingin anak-anaknya dapat hidup dengan baik, sejahtera, dan bahagia, apakah sudah dapat "melihat" ada kemungkinan pola berulang apa yang dapat terjadi di perjalanan hidup anak nanti? Seperti apa jadinya masa depan anak?
Mulailah dengan melihat diri sendiri dahulu apakah sudah menjalani pola berulang? Kalau sudah apakah kemungkinan itu akan berulang pada anak? Atau ada pengalaman-pengalaman lainnya yang nantinya dapat menjadi pola berulang pada anak? Bagaimana relasi dengan anak selama ini? Bagaimana kondisi emosional anak? Dan lain-lain.
Mari kita mulai "melihat" ke dalam diri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H