Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing diantaranya dalam gaya belajar dan cara pandang mereka terhadap dunia. Beberapa anak mungkin lebih visual, sementara yang lain lebih auditif atau kinestetik.Â
Setiap siswa memiliki potensi yang unik dan perlu dihargai dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru diharapkan tidak hanya memfokuskan pada penilaian berdasarkan nilai akademik semata, tetapi juga mengakui keterampilan, sikap, dan kecerdasan lain yang dimiliki oleh siswa.
Gardner (1993) menyajikan teori dalam bukunya "The Multiple Intelligence" yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan majemuk yang terlihat sejak usia remaja.Â
Teori ini menekankan bahwa setiap orang memiliki kecerdasan dalam cara yang unik. Meskipun semua orang memiliki kecerdasan ini, individu yang cerdas atau berbakat cenderung memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam beberapa kecerdasan tertentu.Â
Dalam teori multiple intelligences (inteligensi ganda) yang dikemukakannya, terdapat beberapa unsur atau jenis intelegensi yang dapat dikembangkan pada anak usia dini. Berikut adalah beberapa unsur intelegensi dalam multiple intelligences dan ciri pengembangannya:
Intelegensi Linguistik-Verbal: Berkaitan dengan kemampuan yang efektif dalam menggunakan bahasa, termasuk berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan.Â
Untuk meningkatkan kemampuan ini pada anak usia dini, penting untuk memberikan pengalaman berbahasa yang beragam, seperti membacakan cerita, menyanyi, dan berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa yang jelas dan teratur. Â
Intelegensi Logis-Matematis: Berkaitan dengan kemampuan dalam berpikir logis, menyelesaikan masalah matematis, dan mengenali pola-pola. Untuk mengembangkan intelegensi ini pada anak, penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk bermain dengan benda-benda yang memicu rasa ingin tahu, seperti puzzle, permainan matematika, atau melakukan eksperimen sederhana.Â
Hal ini akan membantu mereka melatih kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah, dan mengembangkan pemahaman tentang konsep matematika.
Intelegensi Kinestetik-Tubuh:Â Berkaitan dengan kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menggunakan tubuh sebagai alat belajar. Untuk mengembangkan intelegensi ini pada anak, penting untuk melibatkan mereka dalam aktivitas fisik yang melibatkan gerakan dan sentuhan.Â
Misalnya, bermain olahraga, menari, atau melakukan kegiatan seni yang melibatkan penggunaan tubuh, seperti melukis atau membuat karya seni tiga dimensi. Melalui aktivitas-aktivitas ini, anak dapat mengasah keterampilan motorik, mempelajari koordinasi tubuh, dan mengembangkan pemahaman tentang ruang dan gerakan.
Intelegensi Visual-Ruang: Berkaitan dengan kemampuan memahami dan memanipulasi informasi visual, seperti gambar, bentuk, dan warna. Untuk mengembangkan intelegensi ini pada anak, penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat dan memperhatikan objek-objek visual dalam lingkungan sekitar.Â
Selain itu, anak juga dapat diajak untuk menggambar, membangun model, atau bermain dengan bahan-bahan konstruksi, seperti balok bangunan atau puzzle. Aktivitas-aktivitas ini akan membantu anak mengasah kemampuan pengenalan bentuk, pemahaman ruang, dan kreativitas visual mereka.
Intelegensi Musikal: Berkaitan dengan kemampuan mengenali, menghasilkan, dan memahami musik. Untuk mengembangkan intelegensi ini pada anak, penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendengarkan berbagai jenis musik secara aktif. Anak juga dapat diajak untuk bernyanyi, bermain alat musik sederhana, atau terlibat dalam kegiatan musikal lainnya, seperti tarian atau paduan suara.Â
Melalui eksplorasi dan pengalaman musikal, anak dapat mengembangkan kemampuan pendengaran, ritme, ekspresi musikal, dan pemahaman tentang unsur-unsur musik. Hal ini dapat meningkatkan kepekaan mereka terhadap musik dan memperkaya pengalaman belajar mereka.
Intelegensi Interpersonal: Berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dan memahami orang lain. Untuk mengembangkan intelegensi ini pada anak, penting untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan belajar bekerja dalam tim. Anak juga dapat diajak untuk bermain peran atau terlibat dalam kegiatan sosial lainnya yang melibatkan interaksi dengan orang lain.Â
Melalui pengalaman ini, anak dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi, empati, pemahaman sosial, dan kemampuan bekerja sama. Hal ini akan membantu mereka membangun hubungan yang baik dengan orang lain, mengembangkan keterampilan sosial, dan memahami perasaan dan perspektif orang lain.
Intelegensi Intrapersonal: Berkaitan dengan pemahaman diri, emosi, dan motivasi pribadi. Untuk mengembangkan intelegensi intrapersonal, anak perlu diberikan kesempatan untuk merenung, memahami perasaan dan kebutuhan diri sendiri, serta mendorong mereka untuk menetapkan tujuan dan memotivasi diri send  iri. Â
Penting untuk dicatat bahwa setiap anak memiliki kombinasi unik dari intelegensi-intelegensi ini, dan setiap unsur intelegensi perlu dikembangkan dengan pendekatan yang sesuai. Dengan memberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang sesuai, kita dapat membantu anak usia dini mengembangkan potensi intelegensinya secara holistik.
Gardner mengakui bahwa setiap individu dapat memiliki kombinasi unik dari kecerdasan ini. Dapat diketahui bahwa setiap individu memiliki kecondongannya masing-masing.Â
Sehingga penting terutama bagi pendidik untuk mengakui dan mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada setiap individu agar dapat memberikan kesempatan yang maksimal dalam belajar dan berkembang. Bobbi DePoter dan Mike Hernacki sendiri (dalam Mufidah, 2017) mengklasifikasikan gaya belajar menjadi tiga:Â
Gaya Belajar Visual: Individu dengan gaya belajar visual lebih mudah menyerap informasi melalui penglihatan. Kemampuan visual ada beberapa macam diantaranya: visual attention yakni kemampuan mata dalam mengamati, visual recognition yakni kemampuan mata dalam mengenali bentuk, visualspatial yakni kemampuan mata dalam mengingat letak suatu benda, visual for action yakni kemampuan mata dalam melihat objek bergerak, dan action for visual yakni kemampuan mata dalam mengikuti arah gerak objek (Nafi'ah, 2021)
Gaya Belajar Auditori: Individu dengan gaya belajar auditori lebih suka mendengarkan informasi secara verbal. Biasanya anak dengan gaya belajar ini suka dengan musik. Oleh karena itu untuk guru yang memiliki murid dengan gaya belajar ini bisa menerapkan metode bernyanyi atau memutar musik sesuai tema pembelajaran (Nafi'ah, 2021).
Gaya Belajar Kinestetik:Â Individu dengan gaya belajar kinestetik belajar melalui pengalaman fisik dan interaksi langsung dengan materi. Anak dengan gaya belajar kinestetik mampu mengoptimalkan belajarnya dengan menyentuh, membongkar-pasang, dan melakukannya sendiri.Â
Anak dengan gaya belajar ini memiliki indra peraba yang sangat peka. Anak biasanya selalu merasa ingin mencoba sesuatu. Anak ini cenderung terlihat agresif, tidak heran jika anak suka membongkar mainan miliknya. Anak juga akan berusaha bergerak menjangkau sesuatu yang menarik perhatian (Nafi'ah, 2015).
Guru perlu menggunakan metode atau cara mengajar yang berbeda-beda untuk menciptakan interaksi yang menyenangkan dan pembelajaran yang efektif di dalam kelas.Â
Dalam konteks pendidikan, menanamkan prinsip bahwa sesorang yang berbeda adalah orang yang hebat dan berarti akan memberikan kepercayaan diri kepada anak-anak untuk terbuka dan berani mengungkapkan diri mereka kepada guru sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Perlu diketahui bahwa penting untuk memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk belajar dan berkembang sesuai dengan potensi mereka, tanpa membatasi dengan ekspektasi atau norma yang sempit. Dengan memperhatikan gaya belajar dan modalitas belajar anak, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung, di mana anak-anak merasa dihargai dan diberikan kesempatan untuk tumbuh sesuai dengan keunikan mereka.
Melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak dan menghargai perbedaan, kita dapat membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, dan kemampuan untuk menghadapi tantangan dengan sikap terbuka dan positif. Prinsip "Jangan Takut Untuk Berbeda" menjadi pedoman penting dalam memberikan pendidikan yang inklusif dan merangsang pertumbuhan optimal bagi setiap anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H