Terutama masalah stunting. Jika kita berbicara stunting di Indonesia maka jantungnya ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam lingkup provinsi, penyumbang stunting terbesar adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Berdasarkan data Riskesdas, sejak tahun 2007, stunting di Kabupaten TTS sebesar 57 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional sebesar 37 persen.[1] Angka ini perlahan turun hingga pada Agustus 2021, kemarin, Jumlah kasus stunting di TTS sebanyak 13.117 anak atau sebesar 32,2 persen. [2]
Perjuangan penurunan angka stunting berdasarkan strategi nasional dengan salah satu pilar programnya adalah ketahanan pangan dan gizi. Ketahanan pangan adalah bagaimana mempertahankan makanan yang tersedia sesuai dengan kearifan lokal dan potensi daerah atoin meto di TTS untuk dimanfaatkan dikonsumsi oleh masyarakat.
Karena itu, pohon natal yang dikerjakan oleh GMIT Syalom Kuanfatu merupakan ajang promosi pangan lokal kepada masyarakat untuk kembali mencintai pangan lokal yang disebut oleh Kompasianer, Harry Dethan sulit dinikmati selama ini karena terhalang oleh gengsi.
Karena gereja memiliki power yang bisa merubah pola pikir masyarakat, bukan tidak mungkin rasa cinta terhadap pangan lokal yang kaya akan gizi kembali tumbuh. Sehingga optimisme dalam upaya pencegahan stunting di Kabupaten TTS tetap ada.
Salam!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H