Cendana dapat dibudidayakan di manapun tetapi untuk mendapatkan hasil yang terbaik, Cendana harus hidup di tanah Timor.
China pada era Dinasti Fang (610-906) sudah mengirim pedagang melalui jalur rahasia untuk membeli cendana di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Perdagangan ini terus dilakukan hingga abad ke-15, Tome Pires, seorang penulis berkebangsaan Portugis melakukan perjalanan dengan kapal Portugis di Nusantara pada 1512-1515 menulis dalam bukunya Suma Oriental bahwa para pedagang China menyebut Pulau Timor sebagai Surga Cendana.
Catatan ini yang akhirnya mendorong Raja Spanyol, Portugis, dan Belanda mengirim ratusan armada kapal dagangnya ke Pulau Timor untuk mengambil cendana dengan cara menjajah. Portugis dan Belanda yang bertahan cukup lama karena menguasai sistem politik raja-raja Timor.
Karena itu, Pulau Timor dijuluki sebagai Nusa Cendana. Kemudian lambang Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) juga menggunakan Tunggul Cendana. Julukan ini tepat karena cendana merupakan tumbuhan asli yang hidup di Tanah Timor sebagaimana yang dikatakan para pedagang China dengan jumlah terbanyak di Kabupaten TTS.
Cendana Timor dalam Bahasa Dawan (Timor) disebut Hau Meni atau Hau Fo Meni. Hau berarti kayu atau pohon, sedangkan fo berarti bau dan meni berarti wangi/harum sehingga Hau Meni atau Hau Fo Meni disebut sebagai kayu wangi atau kayu berbau harum.Â
Sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan salah satunya di Nunkolo, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menamai desa mereka, Desa Hau Meni.
Penyebutan Hau Meni berdasarkan wangi cendana Timor yang melebihi jenis cendana di tempat lain. Kenyataannya, terdapat cendana merah di India tetapi masih kalah harum dari wangi cendana Timor yang disebut cendana putih.
Cendana merupakan pohon yang dapat tumbuh di semak belukar atau hutan. Menurut Kajian botani, ekologi dan penyebaran pohon cendana (Santalum album L.) oleh S Ridwan pada tahun 2001, pada tahapan awal perkecambahan, cendana akan bertahan hidup jika berkecambah pada akar tumbuhan lainnya.
Dengan kata lain, cendana merupakan tumbuhan yang hidupnya bergantung pada tumbuhan lain, tetapi tidak melalui batang atau dahan seperti benalu tetapi melalui sistem perakaran tanaman lain. Karena itu, cendana disebut sebagai tumbuhan semi-parasit.
Memang benar, pada zaman dahulu, seluruh pulau Timor dipenuhi dengan hutan sehingga pertumbuhan cendana dari fase perkecambahan tidak sulit. Biji-biji cendana yang jatuh tepat pada akar tumbuhan yang lain sehingga dengan mudahnya berkecambah dan tumbuh kembangnya tidak bermasalah.
Ketika cendana semakin besar maka tanaman inang akan perlahan mati dengan sendirinya. Salah satu tumbuhan inang yang penulis pernah buktikan adalah jeruk (salah satu primadona dari Soe, ibu kota Kabupaten TTS), ketika cendana semakin membesar, perlahan-lahan jeruk tersebut akan mati dengan sendirinya.
Cendana Timor disebut sebagai cendana putih tetapi sebenarnya terdapat dua jenis yaitu cendana berdaun lebar dan cendana berdaun mungil. Umumnya, cendana daun mungil memiliki daun yang berukuran 2 x 4 cm sedangkan yang berdaun lebar mencapai 8 x 4 cm.
Tetapi perbedaan yang mencolok adalah cendana berdaun mungil lebih cepat menghasilkan batang yang berbau harum dibanding dengan daun lebar yang relatif lebih lama. Ini dilihat dari isi batang yang perlahan berubah menjadi hitam, semakin hitam isi batang cendana semakin harum pula cendananya, dan tentu harganya lebih mahal.
Dalam jurnal Sifat Silvika dan Silvikultur Cendana (Santalum album L.) di Pulau Timor yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Hutan, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor mengatakan bahwa bahwa cendana hanya dapat hidup di daerah yang cenderung kering atau curah hujan yang cukup, jika curah hujan berlebihan maka drainasenya harus bagus.
Pohon cendana juga disebut tumbuh baik di atas tanah dangkal yang berbatu-batu. Bahkan, hasil kayu terbaik diperoleh dari pohon cendana yang tumbuh di hutan-hutan terbuka pada tanah kurang subur dan berbatu.
Nah, seperti penjelasan penulis pada artikel Mengapa Suku Dawan (Timor) Harus Memiliki Ume Kbubu? Tanah di Pulau Timor secara khusus yang didiami oleh Suku Dawan adalah daerah kering yang memiliki musim kering lebih panjang dibandingkan dengan musim hujan dalam setahun.
Sebagian besar tanah di Timor adalah tanah kompleks dengan bentuk wilayah pegunungan kompleks, berbukit, dangkal, miring, berbatu dan kekurangan air.
Karena itulah, cendana Timor pantas disebut sebagai cendana terbaik dunia. Dengan keadaan hutan terbuka yang menyediakan tanaman inang, drainase di lahan miring yang sempurna, tanah berbatu, cendana Timor hidup dengan sendirinya atau tanpa dibudidayakan.
Pada zaman itu, cendana dilindungi dengan Hukum Adat untuk menjaga kelestariannya. Para amaf atau tokoh adat setiap kampung mengumpulkan masyarakat untuk melakukan musyawarah menerapkan Banu yang disebut sebagai Hukum Adat Konservasi Lingkungan Hidup.
Baca:Â Banu, Hukum Adat Konservasi Lingkungan Hidup Suku Dawan (Timor)
Akan tetapi pemerintah daerah lebih memilih menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16/1986 yang mengatur tentang Tata Niaga Cendana. Dalam Perda tersebut, mengatur bahwa pohon cendana adalah milik pemerintah sehingga masyarakat dilarang menebang dan menjual cendana.
Jika dijual maka 80 persen hasil penjualan adalah milik pemerintah sedangkan sisanya adalah milik masyarakat. Peraturan daerah ini menimbulkan protes dari masyarakat.
Pada waktu itu, masyarakat cenderung tidak berbicara untuk menolak tetapi melawan dengan menebang cendana secara liar dan dijual secara ilegal dengan harga yang murah. Intinya, 100 persen penjualan menjadi milik mereka. Inilah yang mengakibatkan cendana perlahan punah di Tanah Timor.
Salam!
Kupang, 29 November 2021
Neno Anderias Salukh
Bacaan terkait:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H