Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru di NTT Harus Pandai Memanjat Pohon

25 November 2021   20:47 Diperbarui: 3 Desember 2021   09:02 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih di daratan Flores, para guru Sekolah Dasar Inpres 92 Bean, Buyasuri, Lembata harus ke kebun memikul genset untuk mendapatakan jaringan internet demi mengisi survei lingkungan belajar secara online.

Di SMP Negeri 11 Poco Ranaka Timur, para siswa dipimpin oleh guru mendaki gunung Golo Ros untuk mengikuti ANBK. Di daerah lain, guru harus masuk keluar rumah untuk mengajar selama pandemi karena kesulitan akses jaringan telepon.

Beberapa kisah di atas merupakan sebagian kisah dari ratusan kisah yang tidak terekspos oleh media. Dan ini adalah kenyataan yang pernah dialami oleh penulis dimana mengajar di sekolah yang tidak memiliki akses internet dan listrik. Jangankan itu, akses buku bacaan pun masih susah.

Kondisi-kondisi seperti ini menuntut guru untuk melakukan lebih. Sehingga ketika tema bergerak dengan hati diusung dalam perayaan hari guru, sejatinya guru-guru di NTT bergerak melampaui hati mereka. 

Ada tenaga dan materi yang harus dikorbankan. Bahkan aset mereka seperti keluarga pun harus ditinggalkan demi menjalankan tugas sebagai seorang guru.

Meski demikian, ketidakadilan bagi guru masih saja tercipta. Berdasarkan Data BPS tahun 2019, guru di NTT adalah guru dengan gaji paling rendah bahkan ada yang digaji 85ribu per bulan. Ada yang 100ribu, ada yang 200ribu per bulan.

Artinya ada dua persoalan di NTT yang perlu diselesaikan. Akses jaringan internet dan kesejahteraan guru.

Khususnya untuk kesejahteraan guru, baru-baru ini pemerintah merekrut ratusan pegawai non PNS sebagai upaya menyetarakan kesejahteraan guru. 

Akan tetapi masih banyak yang belum lolos seleksi karena tidak memenuhi nilai ambang batas atau passing grade.

Artinya status guru honorer yang selama ini dipersoalkan belum selesai. Seharusnya kebijakan dalam penggunaan dana operasional sekolah memberikan kesejateraan yang layak kepada guru honorer meskipun ia tidak lolos seleksi guru P3K atau ASN.

Dilain sisi, pemerintah menerapkan kebijakan yang tidak memihak kepada kondisi sekolah maka guru-guru harus berjuang lebih ekstra, seperti beberapa kisah yang disebutkan pada awal tulisan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun