Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Suku Dawan (Timor) Memperkenalkan Jati Diri sebagai Petani Kepada Anak-anak?

19 Desember 2020   16:55 Diperbarui: 20 Desember 2020   12:59 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak kecil yang bermain dengan ternak miliknya | Foto: Neno Anderias Salukh

Saat itu pula, anak tersebut mendapat hadiah ternak yang akan menjadi miliknya. Misalnya sapi atau ayam sekalipun. Dalam masa tumbuhnya, ia terus diberitahu ternak mana, ternak apa, pohon apa dan pohon mana yang menjadi miliknya.

Ketika anak sudah bertumbuh dan mulai mengerti, orangtua menggendong anak atau meletakan anak di atas bahu lalu menanam tanaman-tanaman perkebunan. Kemudian tanaman-tanaman itu menjadi milik anak tersebut.

Kebiasaan ini dilakukan agar anak-anak mengenal cara menanam sejak kecil sehingga ketika beranjak dewasa ia bisa menanam sendiri tanpa bimbingan orangtua. Anak-anak pun diajarkan memberi makan ternak dan menggembalakan ternak dari kecil.

Harapannya adalah anak-anak tumbuh dengan pengenalan terhadap sebuah hal yang merupakan kewajiban mereka, mengenal potensi yang mereka miliki dan mengenal identitas mereka sebagai petani dan peternak.

Akan tetapi, pada era global saat ini, pendidikan pengenalan jati diri ini sudah tidak diaplikasikan lagi. Orangtua cenderung menyerahkan anak ke sekolah sementara kearifan lokal tidak lagi menjadi kewajiban yang patut dilakukan.

Hari-hari ini, masyarakat Suku Dawan diperhadapkan dengan masalah serius. Migrasi anak muda besar-besaran ke kota besar, memilih menjadi kuli bangunan daripada bertani dan beternak.

Sementara negara mulai mengeluh karena akan terjadi krisis petani pada tahun-tahun mendatang.

Tulisan ini bukan untuk mencari kambing hitam tetapi menjadi refleksi bersama baik masyarakat Dawan maupun pemerintah. Bahwa apa yang harus dipertahankan dan apa yang harus dipelajari---bukan apa yang harus dihilangkan dan apa yang tidak boleh dipelajari.

Sejatinya, mengenal identitas adalah senjata kita melawan pengaruh modernisasi yang bukan tidak mungkin membawa dampak buruk bagi peradaban manusia.
Salam!!!

Timor Tengah Selatan, 19 Desember 2020
Neno Anderias Salukh

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun