Misalnya si A (saudara perempuan) meninggal dunia maka yang berhak memaku peti adalah si B (saudara laki-laki/Atoin Amaf)Â tetapi tidak berlaku sebaliknya karena perempuan bukan Atoin Amaf.
Jika si B (saudara laki-laki) yang meninggal dunia maka saudara laki-laki dari ibunya si B yang berhak memaku peti. Saudara laki-laki dari ibunya si B selain disebut sebagai Atoin Amaf, ia menyandang predikat peut uf-bon uf (bapak pohon).
Rupanya, peut uf-bon uf juga masih memilki hak untuk memaku peti matinya si A jika ia belum menikah. Berbeda, jika si A menikah maka yang berhak adalah si B (saudara laki-laki). Dalam istilah adat Atoin Meto, natik ma nasap napoitan nako kuan ma bale. Ma nahakeb uim feu ma lop feu (sudah keluar dari rumah dan membentuk rumah tangga baru).
Peran peut uf-bon uf pada kasus yang pertama terjadi jika si A tidak memiliki saudara laki-laki maupun saudara sepupu laki-laki atau ibunya adalah anak perempuan tunggal. Dan sebaliknya jika si B tidak memiliki tidak memiliki saudara perempuan maupun saudara sepupu perempuan atau ibunya adalah anak perempuan tunggal.
Kembali ke kasus yang kedua. Bagaimana jika si A yang sudah menikah tidak memiliki saudara laki-laki? Atau istilah adatnya poin li feto?
Jika kasusnya demikian maka yang berhak memaku peti adalah si E, yang merupakan saudara sepupu laki-laki dari bapak (anak laki-laki dari bapak kecil (adik laki-laki kandung bapaknya si A) atau bapak besar (kakak laki-laki kandung bapaknya si A)).
***
Biasanya, mereka yang berhak atau memiliki wewenang untuk memaku peti mati diberikan kesempatan untuk menjadi orang pertama yang memaku peti mati di bagian kepala sebagai simbol kemudian dilanjutkan oleh yang lain. Jika ia tidak hadir maka otomatis jenasah belum bisa dimakamkan karena tidak ada yang berani memaku peti.
Mereka yang berhak memaku peti akan datang melayat secara adat dengan barang bawaan yang lebih banyak atau lebih besar dari orang lain. Kemudian sebagai penghargaan, mereka yang memaku peti mati mendapatkan sejumlah uang, mamar, sebidang tanah, barang berharga atau apapun itu dari keluarga yang berdukacita. Akan tetapi, harta benda yang diberikan tidak menjadi ukuran.
Pemberian ini bersifat wajib dan sakral. Orang Dawan percaya bahwa jika penghargaan kusa nakaf tidak diberikan maka keluarga yang bersangkutan akan mendapat tantangan seperti sakit penyakit bahkan kematian.
Kusa nakaf dipandang sangat baik dalam perspektif kekeluargaan. Bahwa kematian tidak mengakhiri rasa kekeluargaan, kematian tidak memutus hubungan darah, kematian tidak memotong hubungan tali pusat.