Dari semua negara yang berada di bawah payung ras Melanesia, Vanuatu merupakan satu-satunya negara yang kerapkali mengkritik Indonesia terkait dengan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Mengapa?
Pemerintah Indonesia menetapkan setidaknya tiga kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Diantaranya peristiwa Wasior pada tahun 2001, peristiwa Wamena 2003 dan peristiwa Paniai 2014. Akan tetapi, kasus pelanggaran HAM di Papua sudah terjadi sejak tahun 1996 yaitu kasus penyanderaan Mapenduma dan pada tahun 1998 terjadi kerusuhan di Biak Numfor.
Dilansir dari BBC, pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia berjanji akan menyelesaikan 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua termasuk beberapa kasus yang saya sebutkan di atas.
Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih diberi kewenangan untuk menyelesaikan empat kasus dugaan pelanggaran HAM. Sedangkan Mabes Polri, Kejaksaan Agung, serta Komnas HAM menyelesaikan lima kasus dan kasus lainnya diselesaikan secara politik.
Meski demikian, meminjam kata-kata Sekretaris II Dewan Adat Papua John NR Gobai dalam sebuah diskusi berjudul "Masa Depan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Papua" pada 18 Juni 2020, penyelesaian pelanggaran HAM berat di Papua ibarat merebus batu. Melakukan pekerjaan yang sia-sia.
Bagaimana tidak, kejaksaan Agung (Kejagung) sudah dua kali mengembalikan berkas penyelidikan peristiwa Paniai yang merupakan salah satu pelanggaran HAM berat ke Komnas HAM. Bukan hanya itu, penyelidikan dua kasus berat lainnya seperti kasus Wasior Berdarah pada 2001 dan Wamena Berdarah pada 2003 juga belum rampung hingga saat ini.
Janji pemerintah terkait dengan penyelesaian kasus ini selalu menjadi pelengkap kopi. Manis tapi juga pahit. Masyarakat secara perlahan apatis dengan upaya pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
Hari ini, adalah sebuah kewajaran jika masyarakat Indonesia menilai bahwa pemerintah gagal total dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua. Adalah sebuah kewajaran ketika mahasiswa Papua melakukan demonstrasi penuntutan penyelesaian masalah.
Sementara Vanuatu menjadi salah satu negara anggota PBB yang konsisten mengkritik Indonesia di setiap Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB). Konsistensi kritikan Vanuatu bersamaan dengan janji pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan Papua.
Lalu, apakah tindakan Vanuatu adalah sebuah kewajaran? Mengapa Vanuatu bela Papua?