Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kekuatan Zinedine Zidane di Real Madrid

17 Juli 2020   13:54 Diperbarui: 17 Juli 2020   13:56 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih Real Madrid, Zinedine Zidane, memegang trofi Liga Spanyol (AFP/GABRIEL BOUYS)

Dua gol Karim Benzema yang menyasar ke gawang Villarreal pagi tadi berhasil mengukuhkan Real Madrid sebagai pemenang La Liga Santander musim ini, 2019/2020. Trofi tersebut merupakan koleksi trofi La Liga yang ke-34 milik Los Blancos sepanjang sejarah.

Kesuksesan Real Madrid kali ini memiliki cerita tersendiri. Setelah kepergian Zinedine Zidane pada akhir musim 2017/2018, Real Madrid benar-benar tidak berkutik dengan para pesaingnya dalam perebutan gelar La Liga termasuk upaya mempertahankan Trofi Liga Champions.

Alih-alih memenangi La Liga, penampilan Madrid yang dilatih oleh mantan pelatih Timnas Spanyol Julen Lopetegui melawan tim-tim promosi pun selalu menuai hasil buruk. Alhasil, rekan setim Zinedine Zidane di era Los Galacticos, Santiago Solari ditunjuk sebagai pelatih kepala menggantikan posisi Julen Lopetegui.

Kehadiran Solari dengan sebuah ekspektasi yang sangat besar. Berstatus sebagai legenda Real Madrid, Solari diharapkan melanjutkan karya-karya yang diukir oleh Zinedine Zidane bersama Madrid selama tiga musim beruntun. Penampilan awal Solari memberikan angin segar setelah menaklukkan beberapa tim dengan skor yang cukup telak.

Akan tetapi, bagai si cebol merindukan bulan. Solari harus mengakhiri karirnya sebagai pelatih di Real Madrid setelah Fiorentina Peres berhasil membujuk Zinedine Zidane untuk kembali ke rumahnya, Santiago Bernabeu.

Kembalinya Zidane ke Real Madrid bukan hanya angin segar bagi para Madridista tetapi juga sebagai ujian pembuktian diri. Betapa tidak, Zidane dianggap berjaya bersama Madrid selama tiga musim beruntun tidak terlepas dari peran Cristiano Ronaldo yang sudah hengkang ke Raksasa Italia, Juventus.

Memang tanpa Ronaldo, Real Madrid kesulitan mengobrak-abrik pertahanan lawan apalagi mencetak gol. Setelah menggantikan Solari di akhir musim, Zidane menggunakan waktu tersebut untuk menemukan taktik yang tepat tanpa Cristiano Ronaldo.

Kehadiran Luca Jovic dan Eden Hazard tidak mengubah banyak hal. Madrid masih saja kesulitan menciptakan gol. Apalagi Eden Hazard yang terus dilanda cedera dan Luca Jovic yang tidak mengulangi kegigihannya bersama tim sebelumnya Eintracht Frankfut.

Bersama Cristiano Ronaldo, Real Madrid tidak pernah kesulitan untuk mencetak 4 gol bahkan 5 gol ke gawang lawan. Berbeda dengan tanpa Cristiano Ronaldo, Real Madrid kesulitan menembus margin tiga gol bahkan dua gol. Tentunya, hal ini membuat Madrid rawan dengan kekalahan jika pertahanan mereka sering kebobolan.

Hal ini membuat Zinedine Zidane berpikir keras untuk membuat Madrid kembali pada jalur kemenangan tanpa penyerang sehaus Cristiano Ronaldo. Zidane memaksimalkan talenta semua pemain, baik pemain belakang, tengah maupun depan. 

Pemain belakang dilatih untuk tidak sebatas bertahan tetapi menciptakan gol di setiap peluang. Pemain tengah dilatih untuk tidak hanya menjaga keseimbangan permainan tetapi jika boleh mencetak gol dari setiap celah. Karena itu, Madrid pernah bermain tanpa seorang striker ketika mengalahkan Valencia dengan skor telak 3:0 pada babak semifinal Super Spanyol awal musim 2091/2020.

Pada pertandingan melawan Granada di pekan ke-36 La Liga yang baru saja dimenangkan, Ferlan Mendi menjadi pemain ke-21 yang mencetak gol bagi Real Madrid. Memang Karim Benzema menyaingi Lionel Messi dalam perebutan sepatu emas tetapi dengan adanya nama semua pemain di papan skor merupakan bukti bahwa semua pemain Real Madrid bermain untuk menciptakan gol.

Terlepas dari taktik ini, harus diakui bahwa kesuksesan Zinedine Zidane Bersama Madrid tak terbatas pada kejeniusannya tetapi chemistry-nya bersama Madrid. Chemistry dalam konteks ini adalah perasaan yang nyambung dan cocok dengan elemen-elemen klub baik itu presiden, pemain dan lain sebagainya.

Kalau dalam hubungan pacaran, dengan adanya chemistry yang kuat hubungan pacaran akan langgeng dan bertahan lama. Sedangkan untuk chemistry Zidane bersama Madrid, tim mampu bekerja dan bermain solid dalam usaha meraih gelar juara. Memang chemistry ini bisa dirasakan oleh hati dan sifat antar personal seperti pemain anyar pemain, pemain antar pelatih dan sebagainya.

Sebagai Madridista, saya mengamati kedekatan Zidane dengan beberapa pemain. Beberapa pemain seperti Sergio Ramos, Karim Benzema dan Nacho pernah merayakan golnya dengan berlari memeluk erat Zidane. Isco pernah tertangkap kamera sangat berbahagia dan berpelukan dengan Zidane ketika pemain penggantinya mencetak gol.

Pagi tadi, dalam perayaan gelar juara liga yang saya tonton melalui YouTube, Zidane terlihat menjabat tangan dan memeluk para pemain Real Madrid satu per satu lalu berbicara dengan mereka. Entah apa yang dikatakan, Zidane dengan sendirinya terus memperkuat chemistry-nya bersama para pemain. Begitupun antar pemain dan juga pemain dan presiden.

Chemistry Zidane bersama Madrid adalah kekuatan rahasia yang tidak terlihat dan tidak dimiliki oleh orang lain. Itulah yang menjadi kunci Madrid bangkit dari keterpurukannya. 

Salam!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun