Salah seorang teman saya tidak segan-segan berkata kepada saya bahwa tipikal orang Dawan itu sopan dan bersahaja. Memang tipikal seperti ini susah ditemukan pada generasi milenial tetapi kita akan menemukannya di beberapa orang tua generasi baby boomers.
Tipikal seperti itu dibentuk oleh cara bertutur kata. Jika mereka berbicara, mereka akan berbicara dengan pelan dan tenang bahkan beberapa orang tua masih memegang prinsip tak memandang lawan bicara ketika berbicara dengan peragaan tangan yang menyembah.
Namun, letak keunikan dan keindahannya tidak hanya terletak pada itu tetapi majas atau gaya bahasa yang digunakan dalam kata-katanya. Majas itu adalah majas asonansi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asonansi adalah perulangan bunyi vokal dalam deretan kata. Tujuan penggunaan asonansi untuk memberikan rima internal pada sebuah frasa atau kalimat.
Sedangkan majas asonansi adalah majas perulangan yang merujuk pada perulangan vokal pada kata atau frasa yang biasanya diterapkan pada sebuah sajak yang berfungsi untuk memberikan penekanan dan memberikan sebuah nilai estetika.
Majas asonasi dalam gaya bertutur orang Dawan biasanya diterapkan pada penuturan sastra lisan seperti Tonis dan sebagainya. Biasanya dalam upacara-upacara adat, kita akan mendengar bagaimana para penutur menyajikan sastra lisan yang dibumbui dengan majas asonansi yang enak didengar.
Orang Dawan pandai menilai soal ini. Semakin kreatif penutur dalam menempatkan majas asonansi, semakin menaikkan citra dan popularitas penutur dimana-mana. Penutur tersebut akan disegani dan didengar ketika menuturkan sastra lisan orang Dawan.
Karena bagi orang Dawan, bertutur kata dalam mengungkapkan sastra lisan bukan hanya memiliki nilai ritual religius tetapi juga memiliki nilai seni yang menghibur. Tetapi tidak berarti masyarakat Dawan hanya mengagumi keindahan sastra lisan Dawan tetapi juga menghayatinya dengan rasa hormat.
Tandanya adalah ketika para pendengar menganggukkan kepala dan berkata "Atoni msa" (sebuah kalimat pujian kepada penutur yang lazim bagi orang Dawan). Ada juga yang tanpa sadar berkata "teb" yang berarti benar. Artinya ada kebenaran sejarah yang diungkapkan oleh penutur.
Berikut ini beberapa contoh majas asonansi yang digunakan oleh orang Dawan dalam bertutur kata.
Pertama, asonansi /u/
Contoh:
Neno ahunut fai ahunut yang berarti 'hari kemarin malam kemarin'. Ini menggambarkan tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau. Perimbangan bunyi pada kalimat tersebut terletak pada kata ahunut yang menciptakan asonansi /u/.
Kedua, asonansi /a/
Contoh:
Fef bela han bela yang berarti 'mulut tersimpan suara tersimpan'. Ini menggambarkan tentang sebuah janji yang pernah diucapkan. Perimbangan bunyi pada kalimat tersebut terletak pada kata bela yang menciptakan asonansi /a/.
Ketiga, asonansi /n/ dan /o/
Contoh:
Sanmus Oebo Sna'em Oekolo. Ini adalah penggabungan empat nama tempat di Desa Oebo, Kecamatan Kuanfatu. Penggabungan empat nama tempat dalam sebuah wilayah merupakan sebuah kesatuan sektoral berdasarkan hukum adat masyarakat Dawan. Penggabungan empat nama ini biasanya disebut 'bonif pah' yang mengandung majas asonansi.
Keempat, asonansi /n/ dan /u/
Contoh:
Punuf Panab, Manu Senabu. Ini adalah penggabungan empat klan dalam Desa Oebo. Penggabungan empat klan dalam satu wilayah biasanya disebut sebagai Keos Ha Moen Ha (empat klan yang merupakan tetua kampung) atau kolo manu (masyarakat) dalam hukum adat orang Dawan. Di Desa Kuanfatu misalnya, Ton Finit, Babys Sapay yang membentuk asonansi /n/ dan /y/.
Ada banyak majas asonansi dalam tuturan sastra lisan orang Dawan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam artikel ini. Intinya dalam penuturan, harus dibumbui dengan majas asonansi sehingga terdengar merdu ditelinga orang lain. Biasanya orang Amanuban bilang "Uaba Namas" yang berarti "penuturan yang indah".
Salam!
Simak video berikut:Â
Neno Anderias Salukh
Oebo, 05 Juli 2020