Masih ingatkah kita tentang pernyataan pedas Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada saat melakukan kunjungan kerja pertama kali di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada 27 Januari 2019? "Pemimpin TTS Namkak!"Â
Ibarat memahat nama di batu karang kalimat tersebut tak dapat dihapus. Betapa tidak, kalimat tersebut terasa pedas dan menohok bahkan terlanjur membekas di hati penulis dan sulit untuk dilupakan.
Meski demikian, temperamen Gubernur Viktor Laiskodat belum meyakinkan penulis untuk mempercayai pernyataannya begitu saja. Banyak pernyataan kontroversi yang butuh dibedah dengan pisau silet hati dan pikiran untuk yakin dan mempercayai kalimat-kalimatnya. Apakah kita memiliki pemikiran yang sama?
Beberapa hari ini, kalimat itu kembali mengganggu pikiran dan hati penulis setelah pemberitaan media masa tentang masalah kekurangan dokter di Kabupaten TTS terus bermunculan di layar google smartphone. Lalu, jemari tangan penulis tak sanggup menahan tari di atas keyboard untuk menulis kegerahan hati dan pikiran penulis dalam menanggapi problematika ini.
Jika kita mengikutinya dengan benar, problematika ini kembali mencuat di publik setelah kunjungan Panitia Khusus (Pansus) Laporan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati TTS tahun 2019 ke beberapa puskesmas yang tersebar di wilayah Kabupaten TTS.
Dilansir dari rentetan pemberitaan hasil pantauan Pos Kupang yang berkisar dari tanggal 22 - 26 Juni 2020, hasil yang diperoleh pansus berbeda jauh dengan LKPj Bupati TTS. Misalnya tentang laporan Bupati TTS tentang mutasi dini dr. Leni Tahun dari puskesmas Fatukopa ke RSUD Kota Soe, mutasi dr. Juanita Karla Taneo dari Puskesmas Nunukhniti ke Puskesmas Noebeba, mutasi dr. Yusri Selan dari Puskesmas Fatumnutu ke Puskesmas Nule dan mutasi dr. Vinolina Sanam dari Puskesmas Oeekam ke Puskesmas Panite yang berstatus sebagai lulusan CPNS 2018 pada tahun 2019.
Berdasarkan pemberitaan media dan hasil LKPj Bupati TTS tahun 2019, dasar yang digunakan oleh Bupati TTS dalam melakukan mutasi tersebut adalah tingkat kunjungan atau jumlah pasien tidak sesuai dengan target di puskesmas-puskesmas tersebut sementara pasien di RSUD lebih banyak sehingga dengan persetujuan Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kemendagri, Bupati TTS melakukan mutasi dokter-dokter yang disebutkan di atas.
Meskipun mendapat persetujuan dari pusat, kebijakan ini tidak dapat dibenarkan secara hukum. Terdapat pelanggaran terhadap Permenpan RB Nomor: 36 Tahun 2018 huruf h tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS tahun 2018 bahwa peserta seleksi yang sudah dinyatakan lulus wajib membuat surat pernyataan bersedia mengabdi pada instansi yang bersangkutan dan tidak mengajukan pindah dengan alasan apapun sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh) tahun sejak TMT PNS. Dijelaskan pula bahwa jika yang bersangkutan mengajukan pindah maka dianggap mengundurkan diri.
Realita di lapangan pun mempertegas pelanggaran tersebut dan mengungkap kebohongan Bupati TTS. Hasil yang ditemukan oleh Pansus adalah tingkat kunjungan mencapai ratusan orang. Seperti Puskesmas Fatukopa dengan rata-rata kunjungan pasien per bulannya berkisar dari 600-700 orang dan Puskesmas Oeekam dengan rata-rata kunjungan pasien per bulan mencapai 800 orang.
Bukankah jumlah ini sangat tinggi? Jika memang alasan kunjungan pasien di RSUD bertambah banyak, maka kita perlu mencari tahu, jangan sampai keterbatasan dokter di puskesmas yang mengakibatkan peningkatan pasien di RSUD karena mereka harus meninggalka desa untuk menyelamatkan diri ke kota.
Nah, jika kita mencoba menarik benang merahnya, masalah ini memiliki kesatuan yang tak bisa dipisahkan dengan polemik Surat Penunjukan Dinas Kesehatan Kabupaten TTS Nomor: Dinkes.07.01/2018/2019 yang menunjuk dr. Yusri D. Selan menjabat sebagai Kepala Puskesmas Nule Kecamatan Amanuban Barat yang mulai bertugas pada Rabu, 15 Mei 2019 (Viktory News, 16 Mei 2019). Surat Penunjukkan Dinas Kesehatan Kabupaten TTS ini adalah sebuah ketimpangan yang tidak bisa ditolerir karena status dr. Yusri Selan adalah CPNS 80 persen yang belum memenuhi syarat struktur dan fungsional.
Keputusan mutasi ini berindikasi nepotisme karena dr. Leni Tahun merupakan anak Bupati TTS dan dr. Yusri Selan merupakan anak Sekda TTS. Sedangkan status kekeluargaan dua dokter lainnya tidak diketahui tetapi hal ini mungkin perlu diusut oleh Pansus.
Karena alasan-alasan mutasi dokter yang masih penuh dengan tanda tanya dan belum meyakinkan kita maka pertanyaan mengapa dokter-dokter tersebut dimutasi dari puskesmas awal akan muncul dengan sendirinya.
Sebagai anak asli TTS yang sudah mengetahui medan dan lokasi puskesmas-puskesmas tersebut, menurut penulis, letak Puskesmas Fatukopa jauh dari kata strategis dibandingkan dengan RSUD Soe yang terletak di tengah kota dan mudah dijangkau. Puskesmas Nule pun demikian dibandingkan dengan Puskesmas Fatumnutu di pegunungan Mollo. Puskesmas Noebeba dan Puskesmas Panite lebih mudah dan lebih cepat dijangkau serta lebih strategis daripada Puskesmas Nunukhniti dan Puskesmas Oeekam.
Aapakah ini alasannya? Jika memang demikian, TTS akan menjadi Kabupaten Tetap Tertinggal Selamanya. Hari ini, sesuai dengan laporan Pansus, Pemda TTS baik bupati dan Dinkes seharusnya sadar untuk berhenti beralibi sebagaimana yang selama ini diungkapkan di media bahwa semua keputusan sudah sesuai dengan prosedur dan tidak menyalahi aturan.
Kita tidak akan berhenti menggelengkan kepala dan mngerutkan dahi jika kita benar-benar mengurai keputusan semacam ini. Jika memang pemerintah menghendaki penempatan dokter di puskesmas tersebut dan RSUD, mengapa pemerintah tidak menyediakan formasi di RSUD dan puskesmas- puskesmas tersebut pada pembukaan CPNS tahun 2018?
Jika pemerintah menggunakan alibi pasien tidak sesuai target, mengapa dalam pembukaan lowongan tidak meniadakan puskesmas-puskesmas tersebut dan mengutamakan puskesmas yang membutuhkan dengan menyediakan formasi yang mungkin lebih banyak?
Ini benar-benar menjadi tanda tanya aneh dan tidak salah jika hari ini masyarakat TTS memberikan penilaian buruk terhadap kinerja pemerintah daerah. Jangan sampai selama ini pemerintah daerah tidak pernah mengidentifikasi masalah dan realita di lapangan sehingga pengajuan formasi CPNS Asal Bapak Senang (ABS).
Ataukah bapak bupati menggunakan alibi penentuan formasi CPNS 2018 sebelum dilantik menjadi bupati TTS? Jika demikian, apakah bapak pernah bertanya mengapa puskesmas-puskesmas tersebut mendapatkan formasi CPNS? Inikah rezim "bet pung hak?"
Jejak digital menyimpan janji Bupati TTS pada tahun 2019 bahwa akan ada perekrutan dokter PTT untuk mengisi kekosongan beberapa puskemas seperti Fatumnutu, Fatukopa, Kualin, Nunukhniti, Kie dan Oeekam (Pos Kupang, 22 mei 2019).
Akan tetapi, sampai dengan saat ini janji itu masih manis seperti gula, bahkan, Pemda TTS menyia-nyiakan tes CPNS 2019 yang sejatinya merupakan kesempatan emas untuk merekrut tenaga dokter. Pemda memilih menutup pintu akses untuk orang luar daerah sementara Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan kita khususnya dokter belum memadai. Memang kemudian pintu akses terbuka bagi siapa pun tetapi apa artinya berjuang sementara air sudah berada di batang leher?
"Pemimpin TTS Namkak" adalah realita yang tidak bisa kita pungkiri. Bukan opini. Bukan pula pernyataan kontroversi. Karena itu, kita tidak perlu membutuhkan hati dan pikiran setajam samurai untuk memikirkan dan menilai kinerja Bupati TTS dengan salah satu misinya yang berbunyi "Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif, efisien dan bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) melalui reformasi birokrasi".
Salam!
*Artikel ini telah dimuat di koran Harian Umum Viktory News (VN) Nusa Tenggara Timur (NTT), 29/06/2020.
*Namkak adalah Bahasa Dawan yang berarti Nganga
Referensi:
Pansus Minta Pemkab TTS Kembalikan dr. Leni Tahun ke Puskesmas Fatukopa
Enam Puskesmas Masih Belum Memiliki Dokter Umum, Ini Respon Bupati Tahun
Ini Visi Misi dan Program Unggulan Bupati dan Wakil Bupati TTS Terpilih
DPRD TTS Merasa Ditipu Pemerintah Gara-gara Mutasi Dokter
Baru Dua Bulan Jadi CPNS, Anak Sekda TTS Jadi Kepala Puskesmas Nulle
Penunjukan Kepala Puskesmas Nulle Terindikasi KKN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H