Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ancaman Tembak Mati, Strategi Filipina Menerapkan Lockdown

3 April 2020   22:35 Diperbarui: 8 April 2020   10:54 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Rodrigo Durtete | Kabar News

Durtete melanjutkan gaya otoriternya dalam upaya penanganan Covid-19.

Berita datang dari Filipina bahwa Presiden Rodrigo Duterte memerintahkan kepada aparat kepolisian untuk menembak mati siapapun yang melanggar aturan lockdown yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mencegah perluasan pandemi virus corona.

Peringatan tersebut dikeluarkan oleh Duterte lantaran sekelompok masa melakukan unjuk rasa di sebuah kawasan permukiman miskin di Manila yang dianggap melanggar himbauan pemerintah untuk belajar dan bekerja dari rumah.

Penerapan lockdown yang diperketat oleh militer mendapat dukungan moril dari sang presiden untuk menembak mati demostran dan para pembuat rusuh yang mengancam dan membahayakan usaha penertiban lockdown di Filipina.

Rupanya, ancaman tembak mati bukan hanya ditujukan kepada pelanggar lockdown atau demonstran, Durtete juga mengancam akan memberikan hukuman yang keras kepada siapapun yang menyerang dokter atau petugas layanan kesehatan lainnya.

Ancaman Durtete merupakan taktik otoriter yang merupakan identitas kepemimpinannya untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19 di Filipina yang sudah menginfeksi 3018 orang dan 136 orang diantaranya meninggal dunia.

Tentunya, ancaman ini bukan sebatas ancaman untuk tidak diindahkan atau disepelekan karena kebiasaan dan wataknya yang kontroversial dengan gaya bicara ceplas-ceplos dan seringkali disertai dengan beberapa makian atau kata-kata kotor.

Tetapi, pengakuan Durtete yang mengatakan bahwa ia terlibat dalam pembunuhan ribuan pembuat kejahatan di Filipina tentu menjadi alasan bahwa ancaman tembak mati yang dikemukakan adalah ancaman serius.

Keterlibatan dirinya dalam beberapa pembunuhan telah dikonfirmasi oleh Durtete kepada BBC termasuk penembakan tiga pria yang dicurigai melakukan penculikan dan pemerkosaan terhadap seorang perempuan ketika ia masih menjabat sebagai walikota Davao. 

Menurut Durtete, penembakan yang dilakukan terhadap tiga orang pria tersebut adalah untuk menunjukkan kepada aparat kepolisian bahwa ia bisa melakukannya seorang diri, lalu mengapa polisi tidak bisa?

Selama menjadi Walikota, Durtete dikenal sebagai sosok yang menyeramkan dalam upaya penanganan kasus-kasus kriminal. Menurut kebanyakan orang, Durtete melakukan hal tersebut secara brutal dan tidak manusiawi.

Akan tetapi, watak dan gaya kepemimpinan inilah yang mengantarkannya memenangkan pemilihan presiden Filipina. Selama masa kampanye, ia berjanji akan membunuh puluhan ribu penjahat dan berjanji akan menghapus segala jenis kejahatan di Filipina dalam waktu enam bulan.

Setelah ditetapkan sebagai presiden Filipina, Durtete mendeklariskan Perang Narkoba Filipina. Selama upaya pemberantasan narkoba di Filipina dari Mei 2016 hingga Januari 2017, terdapat lebih dari 7.000 orang mati ditembak polisi karena terlibat dalam pengedaran dan penggunaan narkoba.

Akibatnya, surat kabar Prancis Libration menyebut Duterte sebagai "presiden pembunuh berantai", berkaitan dengan serentetan pembunuhan terkait narkoba di Filipina meskipun sempat diprotes oleh aliansi masyarakat Filipina di Perancis.

Durtete juga mendapat kecaman keras dari para pakar HAM PBB bahwa kebijakan Durtete adalah pelanggaran HAM berat karena melakukan pembunuhan besar-besaran diluar hukum.

Akan tetapi, kecaman dari PBB hanya membuat kepolisian Filipina berhenti mengeluarkan data pembunuhan, tetapi kebijakan tetap berjalan sesuai dengan instruksi presiden.

Pasalnya, Durtete tetap bersikeras untuk mempertahankan kebijakannya dengan mengancam akan keluar dari PBB dan membentuk organisasi serupa bersama rival Amerika Serikat yaitu Rusia, China dan negara-negara lain di benua Afrika.

Terlepas dari kontroversinya, Durtete disebut sebagai "pelindung" dan "penyelamat" di kota kelahirannya Kota Davao. Lalu apakah Durtete akan menyelamatkan Filipina dari ancaman Covid-19? Tentunya sangat bisa jika semua kebijakannya berjalan dengan baik tanpa ada perlawanan dari masyarakat.

Salam!!!

Referensi: Satu; Dua; Tiga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun