18 Hari Pandemi Corona di Indonesia: Angka Positif Terus Naik dan Kematian Tertinggi di Asia Tenggara
Pandemik Covid-19 akan menjadi sebuah catatan sejarah yang tak terlupakan dari semua pandemik di dunia. Meski tidak mematikan seperti flu burung dan wabah penyakit lainnya, Covid-19 menyebar begitu cepat dan menginfeksi ratusan ribu umat manusia.
Kekuatan SAR-CoV-2 adalah mudah menjangkiti orang lain. SAR-CoV-2 memanfaatkan budaya manusia yang kerap kali bersentuhan secara fisik seperti berjabatan tangan termasuk budaya berbicara dengan jarak yang cukup dekat.
Terutama pada kerumunan banyak orang, SAR-CoV-2 bisa menjangkiti lebih dari satu orang atau bisa disebut sebagai infeksi masal. Bayangkan, dalam sebuah kerumunan yang berjumlah ratusan ribu orang terdapat seseorang yang terpapar virus, betapa banyak orang yang terjangkit pada saat itu, ketika ia bersin atau berbicara.
Analogi penyebaran SARS-CoV-2 seperti sistem MLM (Multi Level Marketing). Jika seseorang berhasil menyebarkan ke dua orang maka bukan tidak mungkin dua orang tersebut menyebarkan ke empat orang lagi (masing-masing dua orang) dan seterusnya.Â
Saya tidak membayangkan jika setiap orang yang terpapar virus berhasil menyebarkan ke orang lain dalam jumlah yang cukup banyak atau setidaknya lebih dari dua orang.
Khususnya di Indonesia, awalnya pada tanggal 02 Maret 2020 hanya dua orang yang dinyatakan positif Covid-19. Kemudian, pada 9 Maret-13 Maret, jumlah kasus penularan Covid-19 mulai naik hingga maksimal 50 kasus.
Pada 14 Maret-19 Maret, jumlah kasus penularan Covid-19 mengalami kenaikan drastis dari 100 kasus hingga lebih dari 300 kasus.
Angka tersebut meningkat begitu cepat, per tanggal 20 Maret 2020 sebanyak 369 orang yang dinyatakan positif Covid-19.
SAR-CoV-2 hanya membutuhkan jangka waktu kurang dari satu bulan atau 18 hari untuk menginfeksi ratusan orang atau rata-rata orang terinfeksi sebanyak 20 orang per hari dibandingkan dengan angka sebelumnya 306 kasus per 17 hari atau rata-rata yang terinfeksi adalah 18 orang maka dapat disimpulkan bahwa kasus orang terinfeksi Covid-19 terus meningkat lebih banyak dari sebelumnya.
Oleh karena itu, sangat masuk akal jika penulis menganalogikan penyebaran SARS-CoV-2 ibarat sistem MLM atau dalam istilah matematika dikenal dengan pohon faktor.
Memang kita semestinya mengakui bahwa penyebaran SARS-CoV-2 sangat cepat dan susah diantisipasi. Tetapi keterlambatan deteksi dini juga memiliki pengaruh tersendiri dalam penyebaran SARS-CoV-2.
Jika kita menengok kembali ke awal mula mewabahnya Covid-19 di Wuhan yang seakan meledak dan menginfeksi puluhan ribu orang maka kita menemukan sebuah kelalaian disana.
Penyebaran virus corona sudah menjangkit ratusan orang baru pemerintah China sadar bahwa ada wabah Covid-19. Penulis sendiri yakin bahwa jika pemerintah China menanggapi pemberitaan dokter Li bahwa ada virus Corona yang sedang menjangkiti beberapa pasien secara positif dengan melakukan tes masal bukan mempermasalahkan pernyataan dokter Li maka dipastikan angka kasus corona di China tak sebanyak yang terhitung saat ini.
Memang saat ini China setidaknya berhasil meredam laju penyebaran SARS-CoV-2 tetapi mereka membutuhkan waktu lebih dari dua bulan untuk menghentikan penyebaran SARS-CoV-2.
Bagi penulis, angka Covid-19 di Indonesia belum bisa mengalami tren menurun karena ada keterlambatan deteksi. Indonesia gencar melawan penyebaran SARS-CoV-2 ketika dua orang, ibu dan anak di Depok dinyatakan positif Covid-19 yang mana ada kemungkinan beberapa orang yang pernah mereka dekati juga terpapar.
Berbeda jika pada saat meluasnya penyebaran SARS-CoV-2 di beberapa negara selain China, Indonesia mulai menetapkan Orang Dalam Pantauan (ODP) yang notabenenya pernah berkunjung ke negara-negara yang sedang melawan wabah Covid-19 atau orang yang sempat berinteraksi dengan orang-orang dari luar negeri (negara yang sedang terjangkit virus).
Keputusan pemerintah Indonesia memborong ratusan trapid test corona semoga dapat mengetahui semua orang yang terpapar SAR-CoV-2 sehingga dengan mudah menghentikan penyebaran virus tersebut dengan cara apapun bahkan lockdown.
Jika tidak, sistem lockdown yang sempat diusulkan dengan evakuasi masal atau mengumpulkan banyak orang di satu tempat bisa menjadi boomerang karena dari semua yang dikumpulkan belum tentu tidak terpapar virus.
Salam!!!
Referensi: Kompas.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI