Oleh karena itu, penulis mencoba membuka wajah data pendapatan per kapita dan kemiskinan untuk mewakili berbagai sektor bahwa sejatinya Indonesia masih merupakan negara berkembang bukan negara maju.
Meskipun tidak dibaca oleh pihak AS, setidaknya khalayak umum tidak salah mengerti bahwa Indonesia sudah menjadi negara maju. Pendapatan per kapita masih dalam kategori rendah dan kemiskinan pun belum teratasi.
Penulis mencatat produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sebesar US$ 3.927 atau Rp 56 juta per kapita pada tahun 2018 dari Badan Pusat Statistik (BPS).Â
Memang angka tersebut naik tahun 2017 Rp 51,9 juta dan 2016 Rp 47,9 juta tetapi Indonesia belum keluar dari jebakan negara berkembang. Pasalnya, Bank Dunia mencatat negara yang pendapatan per kapita berkisar antara US $3,466-US $10,275.
Melihat pendapatan per kapita di Indonesia pada tahun 2018, kemampuan Indonesia masih jauh dari ambang batas atas pendapatan negara berkembang.Â
Jika kita melihat laju pertumbuhan pendapatan per kapita, kita juga tidak yakin 5 tahun kedepan atau pada tahun 2024 Indonesia keluar dari zona pendapatan per kapita negara berkembang. Itupun diprediksi hanya dapat menembus US$5.780-6.160 atau setara Rp80-86 juta per kapita per tahun.
Kemungkinan waktu yang paling tepat Indonesia keluar dari zona pendapatan per kapita negara berkembang adalah 2045, sesuai dengan visi Indonesia yang akan menjadi salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Pendapatan per kapita memiliki peran yang sangat penting dalam penanganan kemiskinan. Pendapatan per kapita Indonesia yang masih jauh dari kategori negara maju dicerminkan oleh angka kemiskinan di Indonesia.
Jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang atau 9,22 persen. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil, apalagi sebagian besar adalah masyarakat pedesaan, yang membuktikan bahwa masih ada kesenjangan ekonomi antara penduduk desa dan kota.