Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mewaspadai Omnibus Law Menjadi "Umbrella Act"

21 Februari 2020   09:20 Diperbarui: 21 Februari 2020   14:15 1342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Dokumen Pribadi (Neno Anderias Salukh)

Omnibus Law yang bersifat lintas sektor dan sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat ini bisa menjadi undang-undang payung (Umbrella Act) untuk beberapa UU di Indonesia.

Meski Rancangan Omnibus Law sedang dalam penyusunan, bocoran isi draft tersebut sudah menyebar luas ditangan publik dan menuai perdebatan di kancah nasional hingga saat ini

Betapa tidak, beberapa pasal yang mengatur tentang hak-hak ketenagakerjaan menuai kontroversi karena dinilai tidak ada keberpihakan pada buruh. Seperti pasal yang mempermudah PHK dan hilangnya pesangon bagi buruh. Bahkan, Omnibus Law disebut menempatkan para pengusaha pada posisi yang lebih aman dan sebagainya.

Bukan hanya itu, kalangan pers juga menolak Omnibus Law yang dinilai mengancam posisi pers kembali ke zaman orde baru. Misalnya pencabutan izin terhadap pers yang dianggap melanggar aturan-aturan tertentu. Tentunya, kebebasan pers untuk mengkritik pemerintah akan semakin sulit karena ada kewaspadaan yang memicu pencabutan izin.

Disisi lain, hilangnya Izin Membangun Usaha mengancam keamanan lingkungan. Eksploitasi lingkungan secara berlebihan mengatasnamakan usaha diprediksi akan semakin merajalela jika pasal tersebut diterapkan. 

Hal ini bukan hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga posisi pengusaha yang semakin berkuasa mengeksploitasi alam yang sejatinya menjadi lahan mata pencaharian rakyat.

Dan masih banyak pasal yang menuai polemik yang saya tidak sebutkan satu-persatu dalam artikel ini. Akan tetapi, jika kita menilai secara seksama, beberapa pasal ini berindikasi memojokkan yang lemah (rakyat) dan memberikan panggung kepada yang kuat (pemerintah dan kapitalis).

Namun, pemerintah mencoba membantah pasal-pasal yang dicurigai sebagai pasal selundupan. Pemerintah pun mengatakan bahwa akan ada pembahasan dan mendengar usulan dari masyarakat ketika Omnibus Law naik ke meja pembahasan di parlemen.

Jika ada pasal-pasal janggal maka ada ruang pembahasan kepada semua kalangan untuk memberi masukan dan pertimbangan agar Omnibus Law tidak menjadi ancaman atau memperparah kondisi negara tetapi menjadi jawaban atau solusi terhadap masalah-masalah sosial.

Oleh karena itu, kita akan sedikit menghela nafas karena pasal-pasal tersebut bisa ditiadakan sesuai dengan permintaan masyarakat yang tidak menyetujui.

Akan tetapi, kewaspadaan terhadap Omnibus Law ini sangat perlu. Bukan karena pesimisme yang berlebihan tetapi Revisi UU KPK adalah bukti bahwa suara rakyat yang menolak tidak didengar bahkan disahkan ditengah demonstrasi besar-besaran dilakukan.

Lagipula, perintah Jokowi untuk tidak berlama-lama dalam membahas Omnibus Law dan permintaan dukungannya bisa saja disalahtafsirkan oleh legislatif dengan mempercepat pengesahan tanpa adanya pembahasan yang lebih mendetail.

Penulis tidak bermaksud mengorek luka yang lama tetapi tidak salah juga kita belajar dari pengalaman masa lalu agar berani bertindak dan mengalami keputusan terkait hal-hal yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penulis kuatir Omnibus Law yang bersifat lintas sektor dan sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat ini bisa menjadi undang-undang payung (Umbrella Act) untuk beberapa UU di Indonesia.

Pakar Hukum Tata Negara, Jimmy Z Usfunan pernah mengatakan bahwa jika melihat sistem perundang-undangan di Indonesia, UU hasil konsep omnibus law bisa mengarah sebagai Umbrella Act karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain.

Memang di Indonesia justru tidak menganut Umbrella Act karena posisi seluruh UU adalah sama tetapi sifat Omnibus Law yang lintas sektor bisa saja diarahkan dan disetujui menjadi Umbrella Act.

Teori Umbrella Act ini masih diperdebatkan tetapi dalam definisinya, Umbrella Act merupakan UU Sektoral. Misalnya UU No. 5 Tahun 1960 merupakan UU payung terhadap sumber daya alam yang berkaitan dengan tanah seperti UU Pertambangan dan UU Kehutanan.

Terlepas apakah Omnibus Law menjadi Umbrella Act, dalam praktek hukum ketatanegaraan, Umbrella Act dapat dijadikan dasar atau tolok ukur untuk menilai sebuah UU. Umbrella Act dapat dijadikan bahan judicial review dan Mahkamah Konstitusi akan menjadikan Umbrella Act sebagai pisau analisis terhadap sebuah produk UU untuk memutuskan berbagai masalah hukum termasuk pembentukan UU.

Jika dikemudian hari Omnibus Law menjadi Umbrella Act maka nasib UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM berada dibawah kekuasaan Omnibus Law. Secara khusus, beberapa hal yang dikuatirkan tentang ketenagakerjaan, pers dan izin usaha dalam draft RUU Omnibus Law akan menjadi nyata.

Misalnya, cuti hamil dan cuti haid yang tidak disinggung dalam Omnibus Law dinilai tetap berlaku sesuai dengan UU Ketenagakerjaan karena tidak disinggung dalam Omnibus Law bisa saja dihapus karena kedudukan Omnibus Law sebagai Umbrella Act bisa menjadi pisau untuk memotong bagian tersebut.

Jika sewaktu-waktu UU yang berkaitan dengan Omnibus Law direvisi maka bukan tidak mungkin hal-hal yang tidak dibahas dalam Omnibus Law ditiadakan atau dihapus. Dan masih banyak contoh-contoh yang perlu dikuatirkan jika Omnibus Law berhasil duduk sebagai Umbrella Act.

Salam!!!

Neno Anderias Salukh

Referensi: Satu; Dua; Tiga; Empat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun