Tahun ini, 2020, Indonesia akan melakukan sensus penduduk. Untuk tahun ini, sensusnya sedikit berubah dari sebelum-sebelumnya yaitu adanya pendataan secara daring.
Meskipun lebih dari setengah masyarakat Indonesia belum siap untuk mengisi data kependudukan secara daring, pendataan semacam ini untuk meringankan pekerjaan petugas sensus, mengingat, pertumbuhan jumlah penduduk dalam satu dekade terakhir cukup pesat.
Jika kita mencoba menilik sejarah, sensus penduduk sudah dipraktekan oleh bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan kuno. Salah satu catatan dari sejarawan Yahudi Josephus menulis lebih detail tentang sensus Yudea sekitar 6 Masehi. Saat itu, Publius Sulpicius Quirinius yang bertindak sebagai gubernur Suriah menjadi petugas sensus untuk keperluan pajak.
Di China, sensus dilakukan pada masa pemerintahan Dinasti Han atau sekitar tahun 2 Masehi. Di India, diperkirakan terjadi pada tahun 330 Sebelum Masehi.
Hal tersebut membuktikan bahwa sensus sudah dilakukan jauh sebelum adanya teknologi seperti internet. Orang-orang pada zaman itu menggunakan alat-alat tradisional yang mudah didapatkan untuk kepentingan sensus.
Tentunya pada zaman tersebut, metode sensus tiap suku berbeda tergantung kebudayaannya. Menurut catatan sejarah, sensus paling unik adalah sensus Kerajaan Inca pada abad ke-15. Pada waktu itu, Kerajaan Inca mencatat informasi yang dikumpulkan selama sensus menggunakan quipus.
Quipus atau Khipu adalah alat perekam yang dibuat dari string atau untaian tali yang digunakan oleh sejumlah budaya di wilayah Andes Amerika Selatan (kekuasaan Kerajaan Inca). Masyarakat China Kuno dan Hawai Asli pun menggunakan Quipus dalam kebudayaan mereka.
Akan tetapi, penggunaannya berbeda, di Kerajaan Inca digunakan tidak sebatas sensus, Khipu juga digunakan untuk mengumpulkan data dan menyimpan catatan, memantau kewajiban pajak, informasi kalender, dan untuk keperluan organisasi militer.
Gary Urton, salah satu Arkeolog Harvard University yang menulis beberapa buku tentang Quipus. Dalam bukunya Signs of the Inka Khipu: Binary Coding in the Andean Knotted-String Records, ia mendefinisikan Khipu sebagai alat yang diikat dengan tali yang digunakan untuk merekam informasi statistik dan narasi.
Sejarawan Edward Hyams dan George Ordish mengatakan bahwa Khipu adalah alat perekam, mirip dengan notasi musik, karena catatan pada halaman tersebut menyajikan informasi dasar, dan pelaku kemudian menghidupkan detail-detail itu.