Mohon tunggu...
Neno Anderias Salukh
Neno Anderias Salukh Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Orang biasa yang menulis hal-hal biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lokasi Terisolasi, Tempat Paling Nyaman bagi Suku Dawan (Timor)

7 Februari 2020   06:49 Diperbarui: 14 Februari 2020   16:10 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas istana Kerajaan Amanuban di Tunbes | Dokumen Sartje Nubatonis

"Saya heran, mengapa orang Timor suka tinggal di tempat-tempat yang susah dijangkau?" tanya teman saya dengan wajah keheranan.

Rumah merupakan tempat paling baik untuk benar-benar menikmati kehidupan yang nyaman, tempat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga, dan tempat untuk menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat.

Oleh karena itu, pemilihan tempat atau lokasi pembuatan rumah pun diperhatikan. Kebanyakan orang memilih membuat rumah di lokasi yang sudah banyak penghuni, selain agar tidak merasa kesepian, ada interaksi sosial setiap hari dengan orang lain.

Memang ada yang memilih tinggal menyendiri; di hutan, di kebun dan lain sebagainya. Akan tetapi, keputusan tersebut bukan berarti tanpa alasan. Semua keputusan mengenai pemilihan lokasi pembuatan rumah punya alasan tersendiri.

Lokasi tempat tinggal beberapa suku

Misalnya Suku Korowai di Papua yang ditemukan pada 35 tahun yang lalu. Mereka membangun rumah di dahan pepohonan yang cukup tinggi. Tujuannya agar terhindar dari binatang buas dan juga gangguan dari roh jahat "laleo" atau iblis yang kejam.

Sama halnya dengan Suku Korowai, Suku Bunggu, suku yang mendiami pedalaman Mamuju Utara (Sulawesi) membuat rumah di atas pohon. Rumah tersebut mirip seperti sarang burung di atas dahan pepohonan raksasa. Tujuannya adalah agar terhindar dari serangan binatang buas dan sebagai tempat persembunyian dari ancaman pihak lain.

Bukan hanya itu, ada Suku Hunza yang menempati wilayah dengan ketinggian 2.438 meter di kaki Pegunungan Himalaya Wilayah Qashmir India dan Suku Tengger di Malang (Jawa Timur) yang hidup di kawasan Gunung Bromo atau ketinggian 2.000 m dpl.

Artinya bahwa ada sejumlah alasan yang mereka pertimbangan untuk tinggal. Meski pemilihan tempat tinggal cukup ekstrim, bagi mereka tempat tersebut adalah tempat paling nyaman untuk ditempati.

Lokasi tempat tinggal Suku Dawan (Timor)

Saya menulis artikel ini setelah mengamati beberapa tempat di Pulau Timor khususnya daerah-daerah Suku Dawan seperti Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, sekaligus menjawab pertanyaan teman saya.

Hampir setiap kampung memiliki lokasi yang dinamakan sebagai "Kua Mna" yang berarti Kampung Lama atau Kampung Tua. Berdasarkan cerita dari orang tua saya dan beberapa tua adat yang saya pernah tanyai, tempat tersebut adalah tempat tinggal mereka sebelum munculnya Desa Gaya Baru.

Peninggalan berupa lokasi Lopo dan Ume Kbubu dan lain sebagainya masih dapat dilihat sebagai bukti hingga saat ini. 

Waktu sistem kerajaan masih diterapkan di Pulau Timor, setiap kampung disebut dengan ketemukungan yang dipimpin oleh seorang temukung. Semua masyarakat hidup di satu titik lokasi dengan jarak rumah yang cukup berdekatan.

Biasanya, lokasi tersebut berada di atas gunung atau tempat yang susah digapai oleh orang lain. Memang ketinggiannya tidak mencapai Suku Tengger di Malang tetapi lokasinya hanya dapat digapai dengan syarat menempuh tanjakan terlebih dahulu atau harus melewati sebuah tantangan terlebih dahulu.

Di kampung saya, Desa Oebo, Kecamatan Kuanfatu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, gunungnya tidak terlalu tinggi tetapi untuk menuju kampung tua harus melalui tanjakan terlebih dahulu. Segala penjuru mata angin sama, belum lagi jalannya dipenuhi batu-batu lepas yang cukup besar.

Desa Bitefa, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara pun demikian. Letak kampung tuanya lebih ekstrim dari kampung saya. Sayangnya saya tidak sempat menginjakkan kaki ke sana karena menurut cerita penduduk setempat, kampung tua tersebut cukup keramat.

Selain itu, di Tunbes, sebelum Pusat Pemerintahan Kerajaan Amanuban berpindah ke Niki-niki, pusat Kerajaan Amanuban berada di tempat ini. 

Tunbes berada di ketinggian, lebih tepatnya di puncak gunung, banyak orang yang menyebut Tunbes dengan sebutan Gunung Tunbes karena tempat tersebut benar-benar gunung.

Pada awal tahun 2019, saya mengajak beberapa anak murid saya untuk trip ke pusat Kerajaan Amanuban ini dengan tujuan mengabadikan peninggalan-peninggalan bersejarah Kerajaan Amanuban.

Akan tetapi, jarak perjalanan yang begitu jauh benar-benar diluar perkiraan kami. Saat kami tiba di lereng gunung, kami sudah kelaparan. Karena tidak ada persediaan makanan, kami memilih pulang dari pada memaksakan diri mendaki gunung.

Kami mencoba mengelilingi sebagian lereng gunung dengan mengikuti arus sungai dan mengamati daerah-daerah sekitarnya. Rupanya, beberapa bagian yang kami lihat dipenuhi dengan jurang (tebing) dan hutan yang membuat Tunbes sangat susah digapai.

Orang tua saya bercerita bahwa selain memilih kampung di gunung atau tempat ketinggian lainya yang susah digapai,
pada zaman dahulu setiap kampung memiliki pagar.

Ada yang menggunakan pagar batu dan ada juga yang menggunakan pagar hidup. Tergantung bahan yang tersedia di tempat tersebut. Kampung yang memiliki batu yang cukup banyak, mereka membuat pagar dengan batu. 

Sedangkan yang tidak memiliki batu, mereka menanam pohon-pohon semak (berduri) mengelilingi kampung. Di kampung saya, menggunakan batu dan pohon-pohon semak sekaligus.

Pintu yang digunakan cukup satu, diletakkan tepat dengan arah yang paling mudah di akses. Sebelum Oma saya meninggal dunia, ia pernah bercerita bahwa pemilihan pohon semak yang akan menjadi pagar pun harus diperhatikan. Mereka lebih memilih pohon yang susah ditembus peluru.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemilihan tempat tinggal Suku Dawan di ketinggian seperti yang saya ceritakan di atas adalah agar sulit dijangkau oleh orang-orang tertentu (yang tidak berkepentingan). 

Selain itu, penambahan pagar adalah bentuk pelindungan diri bagi masyarakat Suku Dawan (Timor) dalam mengantisipasi datanganya serangan tak terduga dari musuh-musuhnya.

Berdasarkan cerita, hal yang paling unik adalah tidak ada kemungkinan maling dari luar. Jika ada sesuatu yang hilang maka pencurinya adalah orang dalam kampung sehingga mudah ditangkap.

Pada saat munculnya Desa Gaya Baru, semua orang diwajibkan meninggalkan kampung tua yang susah diakses ini dengan menempati tempat-tempat yang mudah dijangkau dan mudah dilakukan pembangunan infrastruktur berupa jalan. Meski demikian, beberapa orang masih memilih tinggal di kampung tua hingga saat ini.

Salam!!!

Kupang, 07 Februari 2020
Neno Anderias Salukh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun